1. Perilaku Konsumen dalam Kegiatan Konsumsi
Akibat adanya keterbatasan pendapatan
dan keinginan untuk mengonsumsi barang dan jasa sehingga diperoleh kepuasan
maksimal, maka muncul perilaku konsumen. Perilaku konsumen pada dasarnya
menjelaskan bagaimana konsumen mendayagunakan sumber daya yang ada (uang) dalam
memuaskan keinginan atau kebutuhan dari suatu atau beberapa produk. Dalam teori
perilaku konsumen terdapat dua pendekatan utama untuk melakukan analisis mengenai
perilaku konsumen dalam menikmati barang atau jasa untuk memuaskan
kebutuhannya. Dua pendekatan tersebut adalah pendekatan kardinal dan pendekatan
ordinal.
a. Pendekatan Kardinal (Cardinal Approach)
Pendekatan kardinal merupakan gabungan
dari beberapa pendapat para ahli ekonomi aliran subjektif seperti Herman
Heinrich Gossen (1854), William Stanley Jevons (1871), dan
Leon Walras
(1894). Pendekatan kardinal dapat dianalisis dengan
menggunakan konsep utilitas marjinal (marginal utility). Asumsi dalam
pendekatan ini antara lain:
1) konsumen
bertindak rasional (ingin memaksimalkan kepuasan sesuai dengan batas
anggarannya);
2) pendapatan
konsumen tetap;
3) uang
memiliki nilai subjektif yang tetap.
Menurut pendekatan kardinal utilitas suatu barang
dan jasa dapat
diukur dengan satuan util. Contoh, sebuah raket akan
lebih berguna bagi pemain tenis daripada pemain sepak bola. Namun bagi pemain
sepak bola, bola akan lebih berguna daripada raket. Beberapa konsep mendasar
yang berkaitan perilaku konsumen melalui pendekatan kardinal adalah konsep
utilitas total (total utility) dan utilitas marjinal (marginal
utility). Utilitas total adalah yang dinikmati konsumen dalam mengonsumsi
sejumlah barang atau jasa tertentu secara keseluruhan. Adapun utilitas marjinal
adalah pertambahan utilitas yang dinikmati oleh konsumen dari setiap tambahan
satu unit barang dan jasa yang dikonsumsi.
Sampai pada titik tertentu, semakin
banyak unit komoditas yang dikonsumsi oleh individu, akan semakin besar
kepuasan total yang diperoleh. Meskipun utilitas total meningkat, namun
tambahan (utilitas) yang diterima dari mengonsumsi tiap unit tambahan komoditas
tersebut biasanya semakin menurun.
Hal tersebut yang mendasari hukum
utilitas marjinal yang semakin berkurang (the law of diminishing marginal
utility). Menurut hukum ini jumlah tambahan utilitas yang diperoleh
konsumen akan semakin menurun dengan bertambahnya konsumsi dari barang atau
jasa tersebut. Hukum tersebut diperkenalkan pertama kali oleh H.H.Gossen
(1810–1858), seorang ahli ekonomi dan matematika Jerman, dan selanjutnya hukum
ini dikenal dengan nama Hukum Gossen I.
Sebagai contoh, jika Anda dalam keadaan
haus, segelas teh manis atau dingin akan terasa sangat menyegarkan, gelas kedua
masih terasa segar, sampai gelas ketiga mungkin Anda merasa kekenyangan bahkan
mual. Contoh di atas memperlihatkan turunnya utilitas total sampai pada tingkat
tertentu.
Contoh tersebut akan
lebih jelas dengan menggunakan data kuantitatif, seperti Tabel 2.1.
Kuantitas Barang yang dikonsumsi
(unit)
|
Total Utility
(util)
|
Marginal Utility
(util)
|
0
|
0
|
-
|
1
|
4
|
4
|
2
|
7
|
3
|
3
|
9
|
2
|
4
|
10
|
1
|
Dari Tabel 2.1 terlihat
bahwa utilitas total (TU) meningkat sejalan dengan kenaikan konsumsi, akan
tetapi dengan laju pertumbuhan yang semakin menurun. Adapun utilitas marjinal
(MU) semakin menurun sejalan dengan adanya kenaikan konsumsi. Jika seseorang
mengonsumsi dua unit barang, utilitas marjinalnya adalah 7–4=3 util, dan jika
mengonsumsi tiga unit barang, utilitas marjinalnya adalah 9–7=2 util, begitu
seterusnya.
Tabel 2.1 dapat
digambarkan dalam Kurva 2.1, yaitu sebagai berikut.
Dari Kurva 2.1 terlihat
bahwa utilitas total meningkat seiring dengan bertambahnya konsumsi, akan
tetapi dengan proporsi yang semakin menurun. Adapun utilitas marjinal dari
setiap tambahan barang akan menurun sejalan dengan meningkatnya konsumsi.
Selanjutnya kebutuhan
manusia tidak hanya terdiri atas satu atau dua kebutuhan, tetapi berbagai jenis
kebutuhan. Oleh karena itu, bagaimana manusia dapat mengatur kebutuhannya untuk
memuaskan kebutuhan atas berbagai jenis barang atau jasa? Gossen
menjelaskan bahwa konsumen akan memuaskan kebutuhan yang beragam tersebut
sampai memiliki tingkat intensitas yang sama. Dengan tegas, Gossen menyatakan
bahwa konsumen akan melakukan konsumsi sedemikian rupa sehingga rasio antara
utilitas marjinal dan harga setiap barang atau jasa yang dikonsumsi besarnya
sama. Selanjutnya, pernyataan ini dikenal dengan Hukum Gossen II.
Hukum Gossen II menunjukkan
adanya upaya setiap orang untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhannya berbanding
harga barang hingga memperoleh tingkat optimalisasi konsumsinya. Dengan tingkat
pendapatan tertentu seorang konsumen akan berusaha men dapatkan kombinasi
berbagai macam kebutuhan hingga rasio antara utilitas marjinal (MU) dan harga
sama untuk semua barang atau jasa yang dikonsumsinya.
b. Pendekatan Ordinal (Ordinal Approach)
Pendekatan ordinal kali pertama
diperkenalkan oleh Francis Edgeworth dan Vilfredo Pareto.
Asumsi yang dipergunakan dalam pendekatan ini antara lain:
1) konsumen
bertindak rasional (ingin memaksimumkan kepua-sannya);
2) konsumen
memiliki pola pilihan (preferensi) terhadap barang yang disusun
berdasarkan urutan besar kecilnya (pilihan) nilai guna;
3) konsumen
memiliki sejumlah uang tertentu;
4) konsumen
konsisten dengan pilihannya. Jika ia memilih A
dibanding
B, memilih B dibanding C, maka ia akan memilih A dibanding C.
Pendekatan ordinal menganggap bahwa
utilitas suatu barang tidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen
mampu membuat urutan tinggi rendahnya utilitas yang diperoleh dari mengonsumsi
sejumlah barang atau jasa. Selanjutnya konsumsi dipandang sebagai upaya
optimalisasi dalam konsumsinya.
Pendekatan ordinal dapat dianalisis
dengan menggunakan kurva indiferen (indifference curve) dan garis
anggaran (budget line).
1) Kurva Indiferen
Kurva indiferen adalah kurva yang
menunjukkan kombinasi dua macam barang konsumsi yang memberikan tingkat
utilitas yang sama.
Seorang konsumen membeli sejumlah
barang, misalnya, makanan dan pakaian dan berusaha mengombinasikan dua kebutuhan
yang menghasilkan utilitas yang sama, digambarkan dalam Tabel 2.2, yaitu
sebagai berikut.
Situasi
|
Makanan
|
Pakaian
|
A
|
4
|
2
|
B
|
3
|
4
|
Apabila konsumen
menyatakan bahwa.
a)
A>B, berarti makan 4 kali sehari
dengan membeli pakaian 2 kali setahun lebih berdaya guna dan memuaskan konsumen
daripada makan 3 kali sehari dan membeli pakaian 4 kali setahun.
b) A<B,
berarti makan 3 kali sehari dengan membeli pakaian 4 kali setahun lebih berdaya
guna dan memuaskan konsumen daripada makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian
2 kali setahun.
c)
A=B, berarti makan 4 kali sehari dengan
membeli pakaian 2 kali setahun dan makan 3 kali sehari dengan membeli pakaian 4
kali
setahun
memberikan utilitas yang sama kepada konsumen. Contoh situasi tersebut dapat
digambarkan dalam kurva indiferen sebagaimana
ditunjukkan dalam kurva 2.2.
Dari Kurva 2.2 terlihat bahwa dengan
memperoleh lebih banyak barang yang satu akan menyebabkan kehilangan sebagian
barang yang lain. Kombinasi makanan dan pakaian yang memberikan utilitas sama
digambarkan sebagai kurva indiferen.
Ciri-ciri kurva
indiferen adalah sebagai berikut.
a)
Turun dari kiri atas ke kanan bawah, hal
ini berakibat pada terjadinya keadaan yang saling meniadakan (trade-off),
yaitu jika konsumen ingin menambah konsumsi atas satu barang, ia harus
mengurangi konsumsi atas barang lainnya.
b) Cembung
ke arah titik asal (angka 0), yang menunjukkan jika konsumen menambah konsumsi
satu unit barang, jumlah barang lain yang dikorbankan semakin kecil. Dalam
analisis ilmu ekonomi hal ini sering disebut sebagai tingkat substitusi
marginal (marginal rate of substitution atau MRS), yaitu tingkat ketika
barang X bisa disubstitusikan dengan barang Y dengan tingkat utilitas yang
tetap.
c)
Kurva indiferen tidak saling
berpotongan.
d) Jika
kombinasi barang yang dikonsumsi memiliki kualitas yang semakin banyak, maka
akan memberikan utilitas yang semakin tinggi yang ditunjukan oleh kurva
indiferen yang semakin menjauhi titik 0.
2) Garis Anggaran (Budget Line)
Adanya keterbatasan pada pendapatan akan
membatasi pengeluaran konsumen untuk mengonsumsi sejumlah barang. Hal ini
digambarkan dalam garis anggaran (budget line), yaitu garis yang
menunjukkan berbagai kombinasi dari dua macam barang yang berbeda oleh konsumen
dengan pendapatan yang sama. Persamaan garis anggaran adalah: I = Px.X + Py.Y
Misalnya seorang konsumen mengonsumsi
barang X dan Y, harga barang X (Px) dan harga barang Y (Py) adalah Rp1.000,00
dan pendapatan konsumen (I) pada saat itu adalah Rp10.000,00 dan semuanya
dibelanjakan untuk barang X dan Y.
Jika konsumen
membelanjakan semua pendapatannya untuk barang Y, dia dapat membeli sebanyak 10
unit barang X
, hal tersebut
ditunjukkan oleh titik A. Sebaliknya
|
|||||
jika
konsumen membelanjakan semua pendapatannya untuk barang
ditunjukkan oleh titik
B. Menghubungkan titik A dan B dengan suatu garis lurus dapat diperoleh garis
anggaran AB yang memperlihatkan kombinasi yang berbeda dari dua jenis barang
yang dapat dibeli konsumen dengan tingkat pendapatan yang terbatas. Selanjutnya
untuk mengetahui pada saat kapan konsumen optimalisasi dalam mengonsumsi secara
optimal, yaitu pada saat kurva indiferen (IC2) bersinggungan dengan
garis anggaran (AB), terjadi di titik (E). Adapun kurva indiferen (IC1)
dan kurva indiferen (IC3) merupakan kurva yang tidak diharapkan oleh
konsumen, karena kurva-kurva tersebut tidak menunjukkan keseimbangan barang dan
jasa yang dikonsumsi.
2. Perilaku Produsen dalam Kegiatan Produksi
Produksi merupakan
hasil akhir dari proses kegiatan produksi atau aktivitas ekonomi dengan
memanfaatkan beberapa input (faktor produksi). Secara teknis kegiatan produksi
dilakukan dengan mengombinasikan beberapa input untuk menghasilkan sejumlah
output. Hubungan teknis antara input dan output dalam proses produksi dinamakan
fungsi produksi.
Fungsi produksi adalah
suatu persamaan yang menunjukkan jumlah maksimum yang dihasilkan dengan
mengombinasikan input atau faktor produksi tertentu. Hubungan antara input dan
output diformulasikan dalam sebuah fungsi produksi secara matematis sebagai
berikut. _
Q
= f (R, L, K, E ….)
Di mana: Q = Output
R = Sumber daya alam (resources)
L = Tenaga Kerja (labor)
_
K = Modal (capital)
E = Keahlian atau
kewirausahaan (entrepreneurship)
Apabila input yang dipergunakan dalam
proses produksi hanya terdiri atas input tetap (modal) dan input variabel
(tenaga kerja),
formula
persamaan matematisnya sebagai berikut.
Fungsi produksi di atas
menunjukkan maksimum output yang dapat diproduksi dengan menggunakan pilihan
kombinasi dari Modal (K) sebagai input tetap dan tenaga kerja (L) sebagai input
variabel. Apabila kedua input yang digunakan adalah input variabel, disebut
produksi jangka panjang dan ditulis sebagai berikut.
Dari sebuah fungsi
produksi jangka pendek, dapat dipelajari tiga konsep penting dalam produksi.
Ketiga konsep tersebut adalah sebagai berikut.
a) Produk
total (Total Product atau TP) menunjukkan total output yang diproduksi.
b) Produk
marjinal (Marginal Product atau MP) menunjukkan tambahan produk atau
output yang diakibatkan oleh pertambahan satu unit input (dalam hal ini tenaga
kerja), dengan menganggap faktor lainnya konstan (ceteris paribus).
Secara matematis ditulis sebagai berikut.
c) Produk
rata-rata (Average Product atau AP) menunjukkan output total dibagi
dengan unit total input (tenaga kerja). Secara matematis ditulis sebagai
berikut.
Dari penjelasan di atas maka dapat dibuat
tahap-tahap kurva produksi sebagai berikut.
Tahap produksi dilaksanakan dalam beberapa tahap.
1) Tahap
I :
dimulai dari tenaga kerja (L)=0 sampai MP=AP
atau AP maksimum.
2) Tahap
II :
dimulai dari MP=AP atau AP maksimum sampai
MP=0 atau TP maksimum.
3) Tahap III : dimulai dari
MP=0 ke kanan.
Kurva produksi jangka pendek berbentuk seperti
gunung karena berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin menurun (law
of diminishing returns), yang menyatakan bahwa apabila faktor
produksi K tetap, semakin banyak faktor produksi L ditambah, awalnya
hasil produksi akan bertambah, mencapai maksimum, dan selanjutnya menurun. law
of diminishing returns terjadi secara berturut-turut pada MP, AP, dan TP.
Pentahapan produksi I, II, dan III ditentukan
berdasarkan pola pikir rasional, yang dapat dijelaskan pada Tabel 2.3.
Tahap
|
Faktor
Produksi L
|
TPL
|
Ada / Tidak
Eksternalitas
|
Rasional /
Tidak Rasional
|
Tahap I
|
Ditambah
|
Bertambah
|
Ada
|
Tidak Rasional
|
Tahap II
|
Ditambah
|
Bertambah
|
Tidak Ada
|
Rasional
|
Tahap III
|
Ditambah
|
Berkurang
|
Ada
|
Tidak Rasional
|
Tahap Produksi II adalah tahap produksi yang akan
digunakan produsen yang rasional untuk melakukan produksinya karena (1) jika
produsen menambah L dia akan memperoleh tambahan output (TPL), dan (2) seluruh
proses produksi sepenuhnya berada dalam pengendaliannya karena tidak ada
eksternalitas yang mengganggu jalannya proses produksi.
DAFTAR PUSTAKA :
mantap gan. bermanfaat sekali. ijin copas ya. makasih
BalasHapusterimakasih gan. sangat bermanfaat. Good Bless You :)
BalasHapus