Kamis, 24 April 2014

Simpulan Review Journal dengan Meta Analisis

META ANALISIS PENGARUH TINGKAT EFISIENSI PERBANKAN INDONESIA PASCA KRISIS KEUANGAN GLOBAL

Noor Mutia
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma

ABSTRAK

Krisis Keuangan yang terjadi di Amerika Serikat berimbas secara  global terhadap berbagai Negara khususnya lembaga keuangan. Pengukuran kinerja efisiensi perbankan berguna untuk dasar perhitun­gan kesehatan dan pertumbuhan perbankan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur Kinerja Efisiensi Perbankan Indonesia Pasca Krisis Keuangan Global. Dalam menganalis Tujuh Jurnal menggunakan metode meta analisis, Sebagian Besar Melalui purposive sampling diper­oleh sampel 9-26 Bank dan Data yang dianalisis berdasarkan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)Tingkat rata-rata tingkat bunga Bank Umum  Konvensional  lebih tinggi dibanding dengan tingkat margin di Bank Umum  Syariah. (2) Kenaikan pendapatan Bank Umum  Syariah lebih tinggi dibandingkan dengan Bank Umum  Konvensional . (3) Nilai Aset Bank Umum Konvensional  lebih tinggi dibandingkan dengan Bank Umum Syariah (4) Tingkat resiko pinjaman/pembiayaan bermasalah di Bank Umum  Syariah  lebih rendah dibandingkan Bank Umum Konvensional. Sehingga disimpulkan bahwa sistem perbankan syariah lebih stabil dan lebih efisien dibandingkan dengan bank konvensional dalam menghadapi krisis keuangan global.

1. Pendahuluan
    Amerika Serikat merupakan Negara Katanya  Nomor 1 di Dunia sehingga tidaklah mengherankan Negara ini mendapatkan julukan “Super Power”. Namun pada tahun 2008, sepertinya julukan dalam negeri Paman Sam sempat diragukan sebab Negara tersebut mengalami kelumpuhan ekonomi, yakni Krisis Keuangan yang dilansir disebabkan dari “perilaku nakal” warganya  sendiri.
    Singkat cerita,Ketika itu kemudahan pemberian kredit terjadi karena harga properti naik di AS. Kegairahan pasar properti membuat spekulasi di sektor ini meningkat. Para pe­nyedia kredit properti memberikan suku bunga tetap se­lama tiga tahun. Hal itu membuat banyak orang mem­beli rumah dan berharap bisa menjual dalam tiga tahun sebelum suku bunga disesuaikan.
       Permasalahannya, banyak lembaga keuangan pemberi kredit properti di Amerika Serikat menyalurkan kredit kepada penduduk yang sebenarnya tidak layak mendapatkan pembiayaan. Mereka adalah orang den­gan latar belakang non-income non-job non-activity (NINJA) yang tidak mempunyai kekuatan ekonomi un­tuk menyelesaikan tanggungan kredit yang mereka pin­jam.
      Situasi tersebut memicu terjadinya kredit macet di sektor properti (subprime mortgage). Pasalnya, lembaga pembiayaan sektor properti tersebut meminjam dana jangka pendek dari pihak lain yakni lembaga keuangan. Dan memberikan jaminan dalam meminjam dana yakni surat utang subprime mortgage securities, kepada lembaga-lemba­ga investasi dan investor di berba­gai Negara. Bukan sekadar itu, lebih parahnya lagi hal ini menyebabkan Domino Effect yang pastinya bukan hanya Negara Paman Sam yang harus menelan pahit dalam-dalam namun Negara-Negara lain pun juga terkena cipratan dari krisis Keuangan ini yakni Eropa, Asia Pasifik (terdapat Indonesia disini), Asia Selatan bahkan hingga sampai ke Timur tengah. 
       Hal ini mendukung dengan apa yang telah dosen saya ajarkan,Dr. Budi Hermana,  menurut Beliau dalam bukunya Perbankan Indonesia: Geliat dan Siasat Pasca Krisis Finansial Global, “ Jeratan kredit macet di tangan kiri—atau sisi penggunaan dana bank (use of fund)—membuat bank akhirnya tidak bisa membayar kewajibannya melalui tangan kanan—atau sumber dana bank (source of fund). Ketika tangan kanan bank yang sedang sakit tersebut bergandengan dengan tangan kiri kreditur atau yang memasok dana ke bank, maka para kreditur bank pun terkontaminasi penyakit pula. Akhirnya institusi keuangan yang saling bergandengan tangan tersebut sama-sama lumpuh. Itulah fenomena efek domino yang akhirnya membuat krisis keuangan pun “go international” atau mengglobal.”
      Atas dasar itulah, saya tertarik ingin mengetahui bagaimana keadaan efisiensi perbankan Indonesia pasca krisis financial global. Dan hal ini pun didukung lagi dengan pernyataan Dr.Budi Hermana dalam bukunya Perbankan Indonesia: Geliat dan Siasat Pasca Krisis Finansial Global, “Inefisiensi perbankan di Indonesia terlihat dari tingginya rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). BI mencatat, rasio BOPO perbankan Indonesia 88,6 persen. Bandingkan dengan BOPO bank di Malaysia yang hanya 40 persen dan Filipina 74 persen. Dan terdapat sebuah berita yang mengabarkan “BI: Bunga Kredit Tinggi, Bank RI Belum Efisien” (Kompas. com, 17/03/2011) “  Informasi ini semakin mendukung bahwa ternyata, Krisis Keuangan Global memiliki pengaruh terhadap efisiensi lembaga keuangan khususnya Perbankan Indonesia.

2. Metode Penelitian
Penelitian meta-analisis ini menggunakan sebanyak tujuh macam jurnal ilmiah dimana bertemakan mengenai “Pengaruh Tingkat Efisiensi Perbankan Indonesia Pasca Krisis Keuangan Global.
Sumber Data
Sebagian besar dari ketujuh jurnal ini menggunakan data sekunder yakni laporan keuangan berupa neraca serta laporan L/R  periode 2008-2011 yang telah dipublikasi oleh Bank Indonesia dan dapat diakses melalui situs web resmi Bank Indonesia.
Serta Populasi yang sering digunakan dalam penelitian 7 (Tujuh) Jurnal ini adalah Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dimana dibuat secara kelompok dan  dibedakan berdasarkan  Prinsip usahanya.
Teknik Pengambilan Sampel
Dengan menggunakan teknik purposive sampling didapatkan Sample terbesar yang digunakan dari tujuh macam jurnal ini adalah sebesar 26 Bank dan Sample terkecil  yang digunakan dari tujuh macam jurnal ini adalah sebesar 9 Bank.
Uji Statistik  yang sering digunakan dalam menguji Hipotesis yakni Uji t atau Paired One- tailed test for lower side, sebab kuantitas sampel yang dari tujuh  jurnal tersebut ≤ 30 sampel.
Metode Pengukuran
Untuk mengukur efisiensi pada usaha-usaha perbankan seluruhnya menggunakan metode DEA yakni  Data Envelopment Analysis  terdiri atas variable input dan output serta diformulasikan dalam dua asumsi yaitu CRS (Constant Return to Scale ) dan VRS ( Variabel Return to Scale ).
Metode DEA ini digunakan karena keunggulannya yang dapat menangani banyak input dan banyak output dengan menggunakan alat ukur yang berbeda tanpa membutuhkan asumsi mengenai hubungan fungsional antara kedua variable. Oleh sebab itu DEA bisa memungkinkan peneliti untuk menyertakan semua variable aktivitas/ input yang berhubungan erat dengan dihasilkannya output.
Variable
Variable yang sering muncul dalam penelitian 7 (Tujuh)  Jurnal ini adalah Variable Input, yang terdiri dari : Total Simpanan, Aktiva Tetap, Biaya Tenaga Kerja  dan  Variable Output, yang terdiri dari : Pembiayaan/ total kredit, laba operasional/pendapatan operasional.

3. Hasil Penelitian
Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah Pertama yakni Efisiensi Kinerja Perbankan di Indonesia * Studi Perbandingan Bank Pemerintah dan Bank Swasta oleh Izza Mafruhah (2010) adalah  Bank Umum pemerintah mempunyai tingkat efisiensi tehnis yang lebih rendah dibandingkan dengan bank swasta nasional dan asing. Dari 13 jumlah sample bank yang diteliti ternyata terdapat 3 bank yang belum mempunyai efisiensi penuh yaitu Bank BNI 46 dengan tingkat efisiensi sebesar 84,58 %. Kemudian Bank BTN yang mempunyai tingkat efisiensi sebesar 97,01. Sedangkan di sisi bank swasta ABN AMRO belum mencapai nilai maksimal dengan tingkat efisiensi sebesar 99,82% dan Sumber inefisiensi terbesar pada masing  masing bank adalah dari sisi input.

Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah Kedua yakni Technical Efficiency of Indonesian Commercial Banks:  An Application of Two-Stage DEA oleh Tessa Vanina Soetanto and Ricky (2011) adalah The results of DEA show that Indonesian commercial banks could improve their technical efficiency by 10.5% on average and the scale inefficiency is dominating over pure technical inefficiency. The commercial state-owned banks are showing perfect efficiency during the period of study, and proven to be more efficient compared to the commercial private banks. Finally Tobit regression is revealing that higher asset scale and liquidity risk increase the efficiency of the bank, while the profitability is on the contrary.

Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah Ketiga  yakni Kinerja Efisiensi Teknis Bank Pembangunan Daerah:  Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) oleh Zaenal Abidin dan Endri (2009) adalah kinerja efisiensi teknis bank BPD belum mencapai tingkat efisiensi optimal 100 persen. Secara rata-rata, bank BPD beraset lebih besar lebih efisien daripada bank BPD beraset menengah dan kecil. Penelitian ini memiliki implikasi penting dalam rangka mengoptimalkan kinerja efisiensi maka bank kecil dan menengah harus melakukan merger dan meningkat fungsi intermediasi perbankan. kinerja efisiensi teknis bank BPD belum mencapai tingkat efisiensi optimal 100 persen. Secara rata-rata, bank BPD beraset lebih besar lebih efisien daripada bank BPD beraset menengah dan kecil. Penelitian ini memiliki implikasi penting dalam rangka mengoptimalkan kinerja efisiensi maka bank kecil dan menengah harus melakukan merger dan meningkat fungsi intermediasi perbankan.

Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah Keempat  yakni Pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap Efisiensi Perbankan di Indonesia (Tahun 1998-2009)  oleh Ruddy Tri Santoso (2010) adalah merger dan akusisi tidak signifikan untuk meningkatkan efisiensi dan tergantung dengan faktor-faktor kualitatif dari bank seperti efektivitas organisasi dan kemampuan managerial. Hasil riset menunjukkan bahwa Bank Mandiri rasio efisiensinya stabil sesudah merger dan akusisi sampai tahun 2009 dan tidak terpengaruh oleh krisis tetapi mempengaruhi secara signifikan efisiensi di peer groupsnya pada saat merger dan akusisi tersebut. Krisis financial global hanya mempengaruhi Bank Century seperti fakta yang terjadi. Riset juga menunjukkan bahwa bank dengan modal di atas Rp. 10 Trilyun (+/- USD/Billions) mempunyai pengaruh terhadap variabel-variabel didalam peer group mereka. Dengan kata lain, merger dan akusisi di bank level menengah tidak akan berpengaruh terhadap peer groups mereka

Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah Kelima  yakni Dampak Krisis Keuangan Global terhadap Perbankan di Indonesia: Perbandingan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah oleh Heri Sudarsono (2009) adalah tingkat rasio bank syairah dan bank konvensional menunjukkan nilai yang berbeda. Tingkat ROA, ROE, NPF, dan BOPO bank konvensional lebih tinggi dibanding bank syariah. Rata-rata rasio laba terhadap asset dan modal bank syariah lebih rendah dibanding dengan bank konvensional. Di lain pihak, tingkat rasio pembiayaan terhadap deposit atau FDR bank syariah dan bank konvensional meningkat di akhir 2008. Tingkat FDR bank syariah lebih tinggi dibanding dengan konvensional.

Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah Keenam  yakni Kinerja Efisiensi Bank Syariah Sebelum dan Sesudah Krisis Global Berdasarkan Data Envelopment Analysis oleh Heri Pratikto dan  Iis Sugianto (2011) adalah kondisi variabel input dan output memiliki per­tumbuhan cenderung meningkat, kinerja efisiensi perbankan syariah dalam kondisi baik, tidak terdapat perbedaan yang signifikan kinerja efisiensi antara sebelum dan sesudah krisis global, baik dengan model CRS maupun VRS, terdapat perbedaan kinerja efisiensi sebelum dan sesudah krisis global menurut model skala.

Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah Ketujuh  yakni Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis oleh Rakhmat Purwanto dan  Dra. Hj. Endang Tri Widyarti, MM (2010) : Tingkat efisiensi Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah selalu meningkat meskipun berfluktuasi dengan efisiensi rata-rata 83,29 persen untuk CCB dan 89,3 persen untuk ICB . Hal ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi Bank Umum Syariah  di Indonesia lebih baik dari Bank Umum Konvensional.                                                                                                                                                                                                    
                                                                                                                                                                   4. Penutup
Dari hasil penelitian dalam 7 (Tujuh)  Jurnal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Krisis keuangan global mempengaruhi kondisi perbankan di Indonesia. Krisis keuangan mempengaruhi kenaikan tingkat bunga simpanan dan pinjaman di bank konvensional dan bank syariah. Tingkat rata-rata tingkat bunga bank konvensional lebih tinggi dibanding dengan tingkat margin di bank syariah. Sementara itu kinerja keuangan kedua bank ini berbeda. Krisis keuangan 2008 menjadikan  tingkat pendapatan yang diperoleh berkurang. Secara umum kenaikan pendapatan bank syairah lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional. Sebaliknya, nilai pendapatan dibandingkan aset menunjukkan bank konvensional lebih tinggi. Tingkat kemampuan nasabah membayar kewajiban yang diperlihat dari NPF dalam kondisi krisis menunjukkan penurunan di bank syariah, artinya tingkat resiko pinjaman/pembiayaan bermasalah di bank syariah menurun di saat krisis keuangan. Di saat yang sama jumlah FDR bank syariah meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa di saat krisis pembiayaan bank syariah lebih murah dibandingkan dengan bank konvensional. (Dalam Heri Sudarsono : Dampak Krisis Keuangan Global terhadap Perbankan di Indonesia: Perbandingan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah)
Secara umum bisa disimpulkan bahwa sistem perbankan syariah lebih stabil dana lebih efisien dibandingkan dengan bank konvensional dalam menghadapi krisis keuangan global.Sistem keuangan syariah yang tidak mengenal bunga sebab mengunakan sistem jual beli dan bagi hasil  menjadikan bank syariah mampu bertahan dari fluktuasi tingkat bunga yang disebabkan oleh turunnya nilai rupiah yang disebabkan langkanya dolar di pasar. Selain itu, kinerja keuangan bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional menunjukkan kondisi keuangan yang konsisten dan efisien.

Hal ini didukung dengan adanya informasi yang saya dapatkan dari Dr. Budi Hermana,  menurut Beliau dalam bukunya Perbankan Indonesia: Geliat dan Siasat Pasca Krisis Finansial Global, “Perbankan Indonesia secara umum masih sangat mengandalkan Interest Margin, NIM (Net Interest Margin) perbankan nasional tergolong tinggi, yaitu mencapai 5,8 persen per Desember 2010,”  Jadi tidaklah mengherankan  perbankan saat periode tersebut sebagian besar belum efisien.
Dari hasil Kesimpulan dalam 7 Jurnal  diatas dapat ditarik sebuah saran yakni :
1.      Bagi Bank yang  telah efisien hendaknya terus untuk mempertahankan efisiensinya, namun bukan hanya dengan membiarkan kedua input dan output tersebut, namun dengan meningkatkan input dan output dengan ukuran yang sama. Sebab semakin baik kemampuan bank yang telah efisien dalam mengelola input yang telah mereka miliki untuk mengubahnya kedalam output yang optimal guna meningkatkan keuntungan.
2.    Bagi Bank yang  belum  efisien, harus memperhatikan input atau output yang menjadi sumber inefisiensi untuk terus diperbaiki. Acuan peningkatan efisiensi adalah dengan melihat benchmark dari masing – masing bank. Misalnya saja dengan mengalokasikan kelebihan penggunaan input simpanan ke bagian input aset sehingga bisa menjadi aset yang lebih produktif. Bisa juga dengan memperbaiki  pengelolaan porsi aset produktif baik kredit atau pembiayaan untuk disalurkan ke masyarakat, sehingga fungsi intermediasi bank menjadi lebih lancar.
3.   Untuk penelitian yang akan datang disarankan untuk menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak dengan harapan untuk memperoleh hasil penelitian yang lebih optimal dan mampu menggambarkan efisiensi perbankan nasional secara keseluruhan.

Berikut Lampiran dari  Tujuh Jurnal mengenai “Pengaruh Tingkat Efisiensi Perbankan Indonesia Pasca Krisis Keuangan Global”  yang saya telaah dengan meta analisis  :








Daftar Pustaka :
[1]        Mafruhah, Izza. 2010. Efisiensi Kinerja Perbankan di Indonesia * Studi Perbandingan Bank  Pemerintah dan Bank Swasta. Universitas Negeri Solo. http://www.scribd.com/doc/137722717/Jurnal-Efisiensi-Bank ., diakses 5 April  2014.
 [2]       Soetanto Vanina Tessa, Ricky .2011. Technical Efficiency of Indonesian Commercial Banks:  An Application of Two-Stage DEA . JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.13, NO. 2, SEPTEMBER 2011: 107-116. http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewFile/18327/18172 , diakses 5 April  2014.
[3]        Zaenal, Abidin., Endri. 2009. Kinerja Efisiensi Teknis Bank Pembangunan Daerah: Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 11, NO. 1, MEI 2009: 21-29. http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/aku/article/view/17863/17781 , diakses 5 April  2014.
[4]        Santoso, Tri Ruddy.2010. Pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap Efisiensi Perbankan di Indonesia (Tahun 1998-2009). JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 12, NO. 2. http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/aku/article/view/18187/18074 , diakses 5 April  2014.
[5]        Sudarsono, Heri.2009.Dampak Krisis Keuangan Global terhadap Perbankan di Indonesia: Perbandingan antara  Bank Konvensional dan Bank Syariah. Jurnal Ekonomi Islam Volume III, No. 1. http://journal.uii.ac.id/index.php/jei/article/view/2551  , diakses 5 April  2014.
[6]        Pratikno, Heri., Sugianto Iis. 2011. Kinerja Efisiensi Bank Syariah Sebelum dan Sesudah Krisis Global Berdasarkan Data Envelopment Analysis. JURNAL EKONOMI BISNIS, VOLUME.:16, NO. 2, http://fe.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/4-Heri-Pratikto.pdf diakses  5 April  2014.
[7]        Purwanto, Rakhmat, Dra. Hj. Widyarti Tri Endang, MM . 2010. Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis. Universitas Negeri Diponegoro. http://eprints.undip.ac.id/33522/1/JURNAL_SKRIPSI_(RAKHMAT_PURWANTO_C2A007101).pdf  ,diakses 5 April  2014.
[8]        Hermana, Budi.2012.Perbankan Indonesia: Geliat dan Siasat Pasca Krisis Finansial Global.Leutika Prio http://www.leutikaprio.com/main/media/sample/Perbankkan%20Indonesia%20PDF%20SAMPLE.pdf, diakses 23 April  2014.
[9]        http://www.docstoc.com/docs/67561468/krisis-global , diakses 23 April  2014.
META ANALISIS PENGARUH TINGKAT EFISIENSI PERBANKAN INDONESIA PASCA KRISIS KEUANGAN GLOBAL

Noor Mutia
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma

ABSTRAK

Krisis Keuangan yang terjadi di Amerika Serikat berimbas secara  global terhadap berbagai Negara khususnya lembaga keuangan. Pengukuran kinerja efisiensi perbankan berguna untuk dasar perhitun­gan kesehatan dan pertumbuhan perbankan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur Kinerja Efisiensi Perbankan Indonesia Pasca Krisis Keuangan Global. Dalam menganalis Tujuh Jurnal menggunakan metode meta analisis, Sebagian Besar Melalui purposive sampling diper­oleh sampel 9-26 Bank dan Data yang dianalisis berdasarkan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)Tingkat rata-rata tingkat bunga Bank Umum  Konvensional  lebih tinggi dibanding dengan tingkat margin di Bank Umum  Syariah. (2) Kenaikan pendapatan Bank Umum  Syariah lebih tinggi dibandingkan dengan Bank Umum  Konvensional . (3) Nilai Aset Bank Umum Konvensional  lebih tinggi dibandingkan dengan Bank Umum Syariah (4) Tingkat resiko pinjaman/pembiayaan bermasalah di Bank Umum  Syariah  lebih rendah dibandingkan Bank Umum Konvensional. Sehingga disimpulkan bahwa sistem perbankan syariah lebih stabil dan lebih efisien dibandingkan dengan bank konvensional dalam menghadapi krisis keuangan global.

1. Pendahuluan
    Amerika Serikat merupakan Negara Katanya  Nomor 1 di Dunia sehingga tidaklah mengherankan Negara ini mendapatkan julukan “Super Power”. Namun pada tahun 2008, sepertinya julukan dalam negeri Paman Sam sempat diragukan sebab Negara tersebut mengalami kelumpuhan ekonomi, yakni Krisis Keuangan yang dilansir disebabkan dari “perilaku nakal” warganya  sendiri.
    Singkat cerita,Ketika itu kemudahan pemberian kredit terjadi karena harga properti naik di AS. Kegairahan pasar properti membuat spekulasi di sektor ini meningkat. Para pe­nyedia kredit properti memberikan suku bunga tetap se­lama tiga tahun. Hal itu membuat banyak orang mem­beli rumah dan berharap bisa menjual dalam tiga tahun sebelum suku bunga disesuaikan.
       Permasalahannya, banyak lembaga keuangan pemberi kredit properti di Amerika Serikat menyalurkan kredit kepada penduduk yang sebenarnya tidak layak mendapatkan pembiayaan. Mereka adalah orang den­gan latar belakang non-income non-job non-activity (NINJA) yang tidak mempunyai kekuatan ekonomi un­tuk menyelesaikan tanggungan kredit yang mereka pin­jam.
      Situasi tersebut memicu terjadinya kredit macet di sektor properti (subprime mortgage). Pasalnya, lembaga pembiayaan sektor properti tersebut meminjam dana jangka pendek dari pihak lain yakni lembaga keuangan. Dan memberikan jaminan dalam meminjam dana yakni surat utang subprime mortgage securities, kepada lembaga-lemba­ga investasi dan investor di berba­gai Negara. Bukan sekadar itu, lebih parahnya lagi hal ini menyebabkan Domino Effect yang pastinya bukan hanya Negara Paman Sam yang harus menelan pahit dalam-dalam namun Negara-Negara lain pun juga terkena cipratan dari krisis Keuangan ini yakni Eropa, Asia Pasifik (terdapat Indonesia disini), Asia Selatan bahkan hingga sampai ke Timur tengah. 
       Hal ini mendukung dengan apa yang telah dosen saya ajarkan,Dr. Budi Hermana,  menurut Beliau dalam bukunya Perbankan Indonesia: Geliat dan Siasat Pasca Krisis Finansial Global, “ Jeratan kredit macet di tangan kiri—atau sisi penggunaan dana bank (use of fund)—membuat bank akhirnya tidak bisa membayar kewajibannya melalui tangan kanan—atau sumber dana bank (source of fund). Ketika tangan kanan bank yang sedang sakit tersebut bergandengan dengan tangan kiri kreditur atau yang memasok dana ke bank, maka para kreditur bank pun terkontaminasi penyakit pula. Akhirnya institusi keuangan yang saling bergandengan tangan tersebut sama-sama lumpuh. Itulah fenomena efek domino yang akhirnya membuat krisis keuangan pun “go international” atau mengglobal.”
      Atas dasar itulah, saya tertarik ingin mengetahui bagaimana keadaan efisiensi perbankan Indonesia pasca krisis financial global. Dan hal ini pun didukung lagi dengan pernyataan Dr.Budi Hermana dalam bukunya Perbankan Indonesia: Geliat dan Siasat Pasca Krisis Finansial Global, “Inefisiensi perbankan di Indonesia terlihat dari tingginya rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). BI mencatat, rasio BOPO perbankan Indonesia 88,6 persen. Bandingkan dengan BOPO bank di Malaysia yang hanya 40 persen dan Filipina 74 persen. Dan terdapat sebuah berita yang mengabarkan “BI: Bunga Kredit Tinggi, Bank RI Belum Efisien” (Kompas. com, 17/03/2011) “  Informasi ini semakin mendukung bahwa ternyata, Krisis Keuangan Global memiliki pengaruh terhadap efisiensi lembaga keuangan khususnya Perbankan Indonesia.

2. Metode Penelitian
Penelitian meta-analisis ini menggunakan sebanyak tujuh macam jurnal ilmiah dimana bertemakan mengenai “Pengaruh Tingkat Efisiensi Perbankan Indonesia Pasca Krisis Keuangan Global.
Sumber Data
Sebagian besar dari ketujuh jurnal ini menggunakan data sekunder yakni laporan keuangan berupa neraca serta laporan L/R  periode 2008-2011 yang telah dipublikasi oleh Bank Indonesia dan dapat diakses melalui situs web resmi Bank Indonesia.
Serta Populasi yang sering digunakan dalam penelitian 7 (Tujuh) Jurnal ini adalah Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dimana dibuat secara kelompok dan  dibedakan berdasarkan  Prinsip usahanya.
Teknik Pengambilan Sampel
Dengan menggunakan teknik purposive sampling didapatkan Sample terbesar yang digunakan dari tujuh macam jurnal ini adalah sebesar 26 Bank dan Sample terkecil  yang digunakan dari tujuh macam jurnal ini adalah sebesar 9 Bank.
Uji Statistik  yang sering digunakan dalam menguji Hipotesis yakni Uji t atau Paired One- tailed test for lower side, sebab kuantitas sampel yang dari tujuh  jurnal tersebut ≤ 30 sampel.
Metode Pengukuran
Untuk mengukur efisiensi pada usaha-usaha perbankan seluruhnya menggunakan metode DEA yakni  Data Envelopment Analysis  terdiri atas variable input dan output serta diformulasikan dalam dua asumsi yaitu CRS (Constant Return to Scale ) dan VRS ( Variabel Return to Scale ).
Metode DEA ini digunakan karena keunggulannya yang dapat menangani banyak input dan banyak output dengan menggunakan alat ukur yang berbeda tanpa membutuhkan asumsi mengenai hubungan fungsional antara kedua variable. Oleh sebab itu DEA bisa memungkinkan peneliti untuk menyertakan semua variable aktivitas/ input yang berhubungan erat dengan dihasilkannya output.
Variable
Variable yang sering muncul dalam penelitian 7 (Tujuh)  Jurnal ini adalah Variable Input, yang terdiri dari : Total Simpanan, Aktiva Tetap, Biaya Tenaga Kerja  dan  Variable Output, yang terdiri dari : Pembiayaan/ total kredit, laba operasional/pendapatan operasional.

3. Hasil Penelitian
Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah Pertama yakni Efisiensi Kinerja Perbankan di Indonesia * Studi Perbandingan Bank Pemerintah dan Bank Swasta oleh Izza Mafruhah (2010) adalah  Bank Umum pemerintah mempunyai tingkat efisiensi tehnis yang lebih rendah dibandingkan dengan bank swasta nasional dan asing. Dari 13 jumlah sample bank yang diteliti ternyata terdapat 3 bank yang belum mempunyai efisiensi penuh yaitu Bank BNI 46 dengan tingkat efisiensi sebesar 84,58 %. Kemudian Bank BTN yang mempunyai tingkat efisiensi sebesar 97,01. Sedangkan di sisi bank swasta ABN AMRO belum mencapai nilai maksimal dengan tingkat efisiensi sebesar 99,82% dan Sumber inefisiensi terbesar pada masing  masing bank adalah dari sisi input.

Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah Kedua yakni Technical Efficiency of Indonesian Commercial Banks:  An Application of Two-Stage DEA oleh Tessa Vanina Soetanto and Ricky (2011) adalah The results of DEA show that Indonesian commercial banks could improve their technical efficiency by 10.5% on average and the scale inefficiency is dominating over pure technical inefficiency. The commercial state-owned banks are showing perfect efficiency during the period of study, and proven to be more efficient compared to the commercial private banks. Finally Tobit regression is revealing that higher asset scale and liquidity risk increase the efficiency of the bank, while the profitability is on the contrary.

Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah Ketiga  yakni Kinerja Efisiensi Teknis Bank Pembangunan Daerah:  Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) oleh Zaenal Abidin dan Endri (2009) adalah kinerja efisiensi teknis bank BPD belum mencapai tingkat efisiensi optimal 100 persen. Secara rata-rata, bank BPD beraset lebih besar lebih efisien daripada bank BPD beraset menengah dan kecil. Penelitian ini memiliki implikasi penting dalam rangka mengoptimalkan kinerja efisiensi maka bank kecil dan menengah harus melakukan merger dan meningkat fungsi intermediasi perbankan. kinerja efisiensi teknis bank BPD belum mencapai tingkat efisiensi optimal 100 persen. Secara rata-rata, bank BPD beraset lebih besar lebih efisien daripada bank BPD beraset menengah dan kecil. Penelitian ini memiliki implikasi penting dalam rangka mengoptimalkan kinerja efisiensi maka bank kecil dan menengah harus melakukan merger dan meningkat fungsi intermediasi perbankan.

Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah Keempat  yakni Pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap Efisiensi Perbankan di Indonesia (Tahun 1998-2009)  oleh Ruddy Tri Santoso (2010) adalah merger dan akusisi tidak signifikan untuk meningkatkan efisiensi dan tergantung dengan faktor-faktor kualitatif dari bank seperti efektivitas organisasi dan kemampuan managerial. Hasil riset menunjukkan bahwa Bank Mandiri rasio efisiensinya stabil sesudah merger dan akusisi sampai tahun 2009 dan tidak terpengaruh oleh krisis tetapi mempengaruhi secara signifikan efisiensi di peer groupsnya pada saat merger dan akusisi tersebut. Krisis financial global hanya mempengaruhi Bank Century seperti fakta yang terjadi. Riset juga menunjukkan bahwa bank dengan modal di atas Rp. 10 Trilyun (+/- USD/Billions) mempunyai pengaruh terhadap variabel-variabel didalam peer group mereka. Dengan kata lain, merger dan akusisi di bank level menengah tidak akan berpengaruh terhadap peer groups mereka

Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah Kelima  yakni Dampak Krisis Keuangan Global terhadap Perbankan di Indonesia: Perbandingan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah oleh Heri Sudarsono (2009) adalah tingkat rasio bank syairah dan bank konvensional menunjukkan nilai yang berbeda. Tingkat ROA, ROE, NPF, dan BOPO bank konvensional lebih tinggi dibanding bank syariah. Rata-rata rasio laba terhadap asset dan modal bank syariah lebih rendah dibanding dengan bank konvensional. Di lain pihak, tingkat rasio pembiayaan terhadap deposit atau FDR bank syariah dan bank konvensional meningkat di akhir 2008. Tingkat FDR bank syariah lebih tinggi dibanding dengan konvensional.

Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah Keenam  yakni Kinerja Efisiensi Bank Syariah Sebelum dan Sesudah Krisis Global Berdasarkan Data Envelopment Analysis oleh Heri Pratikto dan  Iis Sugianto (2011) adalah kondisi variabel input dan output memiliki per­tumbuhan cenderung meningkat, kinerja efisiensi perbankan syariah dalam kondisi baik, tidak terdapat perbedaan yang signifikan kinerja efisiensi antara sebelum dan sesudah krisis global, baik dengan model CRS maupun VRS, terdapat perbedaan kinerja efisiensi sebelum dan sesudah krisis global menurut model skala.

Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah Ketujuh  yakni Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis oleh Rakhmat Purwanto dan  Dra. Hj. Endang Tri Widyarti, MM (2010) : Tingkat efisiensi Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah selalu meningkat meskipun berfluktuasi dengan efisiensi rata-rata 83,29 persen untuk CCB dan 89,3 persen untuk ICB . Hal ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi Bank Umum Syariah  di Indonesia lebih baik dari Bank Umum Konvensional.                                                                                                                                                                                                    
                                                                                                                                                                   4. Penutup
Dari hasil penelitian dalam 7 (Tujuh)  Jurnal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Krisis keuangan global mempengaruhi kondisi perbankan di Indonesia. Krisis keuangan mempengaruhi kenaikan tingkat bunga simpanan dan pinjaman di bank konvensional dan bank syariah. Tingkat rata-rata tingkat bunga bank konvensional lebih tinggi dibanding dengan tingkat margin di bank syariah. Sementara itu kinerja keuangan kedua bank ini berbeda. Krisis keuangan 2008 menjadikan  tingkat pendapatan yang diperoleh berkurang. Secara umum kenaikan pendapatan bank syairah lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional. Sebaliknya, nilai pendapatan dibandingkan aset menunjukkan bank konvensional lebih tinggi. Tingkat kemampuan nasabah membayar kewajiban yang diperlihat dari NPF dalam kondisi krisis menunjukkan penurunan di bank syariah, artinya tingkat resiko pinjaman/pembiayaan bermasalah di bank syariah menurun di saat krisis keuangan. Di saat yang sama jumlah FDR bank syariah meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa di saat krisis pembiayaan bank syariah lebih murah dibandingkan dengan bank konvensional. (Dalam Heri Sudarsono : Dampak Krisis Keuangan Global terhadap Perbankan di Indonesia: Perbandingan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah)
Secara umum bisa disimpulkan bahwa sistem perbankan syariah lebih stabil dana lebih efisien dibandingkan dengan bank konvensional dalam menghadapi krisis keuangan global.Sistem keuangan syariah yang tidak mengenal bunga sebab mengunakan sistem jual beli dan bagi hasil  menjadikan bank syariah mampu bertahan dari fluktuasi tingkat bunga yang disebabkan oleh turunnya nilai rupiah yang disebabkan langkanya dolar di pasar. Selain itu, kinerja keuangan bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional menunjukkan kondisi keuangan yang konsisten dan efisien.

Hal ini didukung dengan adanya informasi yang saya dapatkan dari Dr. Budi Hermana,  menurut Beliau dalam bukunya Perbankan Indonesia: Geliat dan Siasat Pasca Krisis Finansial Global, “Perbankan Indonesia secara umum masih sangat mengandalkan Interest Margin, NIM (Net Interest Margin) perbankan nasional tergolong tinggi, yaitu mencapai 5,8 persen per Desember 2010,”  Jadi tidaklah mengherankan  perbankan saat periode tersebut sebagian besar belum efisien.
Dari hasil Kesimpulan dalam 7 Jurnal  diatas dapat ditarik sebuah saran yakni :
1.      Bagi Bank yang  telah efisien hendaknya terus untuk mempertahankan efisiensinya, namun bukan hanya dengan membiarkan kedua input dan output tersebut, namun dengan meningkatkan input dan output dengan ukuran yang sama. Sebab semakin baik kemampuan bank yang telah efisien dalam mengelola input yang telah mereka miliki untuk mengubahnya kedalam output yang optimal guna meningkatkan keuntungan.
2.    Bagi Bank yang  belum  efisien, harus memperhatikan input atau output yang menjadi sumber inefisiensi untuk terus diperbaiki. Acuan peningkatan efisiensi adalah dengan melihat benchmark dari masing – masing bank. Misalnya saja dengan mengalokasikan kelebihan penggunaan input simpanan ke bagian input aset sehingga bisa menjadi aset yang lebih produktif. Bisa juga dengan memperbaiki  pengelolaan porsi aset produktif baik kredit atau pembiayaan untuk disalurkan ke masyarakat, sehingga fungsi intermediasi bank menjadi lebih lancar.
3.   Untuk penelitian yang akan datang disarankan untuk menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak dengan harapan untuk memperoleh hasil penelitian yang lebih optimal dan mampu menggambarkan efisiensi perbankan nasional secara keseluruhan.

Berikut Lampiran dari  Tujuh Jurnal mengenai “Pengaruh Tingkat Efisiensi Perbankan Indonesia Pasca Krisis Keuangan Global”  yang saya telaah dengan meta analisis  :








Daftar Pustaka :
[1]        Mafruhah, Izza. 2010. Efisiensi Kinerja Perbankan di Indonesia * Studi Perbandingan Bank  Pemerintah dan Bank Swasta. Universitas Negeri Solo. http://www.scribd.com/doc/137722717/Jurnal-Efisiensi-Bank ., diakses 5 April  2014.
 [2]       Soetanto Vanina Tessa, Ricky .2011. Technical Efficiency of Indonesian Commercial Banks:  An Application of Two-Stage DEA . JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.13, NO. 2, SEPTEMBER 2011: 107-116. http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewFile/18327/18172 , diakses 5 April  2014.
[3]        Zaenal, Abidin., Endri. 2009. Kinerja Efisiensi Teknis Bank Pembangunan Daerah: Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 11, NO. 1, MEI 2009: 21-29. http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/aku/article/view/17863/17781 , diakses 5 April  2014.
[4]        Santoso, Tri Ruddy.2010. Pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap Efisiensi Perbankan di Indonesia (Tahun 1998-2009). JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 12, NO. 2. http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/aku/article/view/18187/18074 , diakses 5 April  2014.
[5]        Sudarsono, Heri.2009.Dampak Krisis Keuangan Global terhadap Perbankan di Indonesia: Perbandingan antara  Bank Konvensional dan Bank Syariah. Jurnal Ekonomi Islam Volume III, No. 1. http://journal.uii.ac.id/index.php/jei/article/view/2551  , diakses 5 April  2014.
[6]        Pratikno, Heri., Sugianto Iis. 2011. Kinerja Efisiensi Bank Syariah Sebelum dan Sesudah Krisis Global Berdasarkan Data Envelopment Analysis. JURNAL EKONOMI BISNIS, VOLUME.:16, NO. 2, http://fe.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/4-Heri-Pratikto.pdf diakses  5 April  2014.
[7]        Purwanto, Rakhmat, Dra. Hj. Widyarti Tri Endang, MM . 2010. Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis. Universitas Negeri Diponegoro. http://eprints.undip.ac.id/33522/1/JURNAL_SKRIPSI_(RAKHMAT_PURWANTO_C2A007101).pdf  ,diakses 5 April  2014.
[8]        Hermana, Budi.2012.Perbankan Indonesia: Geliat dan Siasat Pasca Krisis Finansial Global.Leutika Prio http://www.leutikaprio.com/main/media/sample/Perbankkan%20Indonesia%20PDF%20SAMPLE.pdf, diakses 23 April  2014.
[9]        http://www.docstoc.com/docs/67561468/krisis-global , diakses 23 April  2014.

Senin, 07 April 2014

Earning Power pada RGEC Rating System



Earning Power (E) merupakan komponen  ketiga pada sistem penilaian kesehatan bank berdasarkan  tata cara RGEC. Komponen dan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.






Berikut ini Perhitungan Earning Power  pada Bank “X” 
1.  Return on Asset (ROA)
Diketahui :
Laba Sebelum Pajak =1,857,425
Total Aset  =111,748,593



2. Return on Equity (ROE)
Diketahui   :  
Laba Tahun  Berjalan Setelah Pajak Bersih = 1,363,962
Rata –rata  modal inti (Modal disetor + Tambahan  modal disetor) =5,178,220+1,896,557 = 7,074,777

3. Net Interest Margin (NIM)
Diketahui :
Pendapatan (Beban) Bunga bersih = 4,726,379
Rata-rata Aktiva Produktif (Penempatan pada Bank Indonesia + Penempatan pada bank lain + Tagihan spot dan derivative + Surat berharga + Kredit ) =
18,165,181+ 768,743 + (-) + 5,844,507 + 75,410,705 = 100,189,136



4. Biaya Operasional dibandingkan Pendapatan Operasional (BOPO)
Diketahui :
Beban Operasional = 3,438,296
Pendapatan  Operasional = 577,109



5. Perkembangan Laba Operasional
Diketahui :
Beban Operasional = 3,438,296
Pendapatan  Operasional = 577,109


6. Fee Based Income Ratio
Diketahui :
Pendapatan Operasional di luar  pendapatan bunga =  540,533
Pendapatan  Operasional = 577,109




Sumber Referensi     :
Hermana Budi dan Margianti E.S (2011).Manajemen Dana Bank : Prinsip dan Regulasi di Indonesia. Depok : Penerbit Gunadarma



Earning Power (E) merupakan komponen  ketiga pada sistem penilaian kesehatan bank berdasarkan  tata cara RGEC. Komponen dan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.






Berikut ini Perhitungan Earning Power  pada Bank “X” 
1.  Return on Asset (ROA)
Diketahui :
Laba Sebelum Pajak =1,857,425
Total Aset  =111,748,593



2. Return on Equity (ROE)
Diketahui   :  
Laba Tahun  Berjalan Setelah Pajak Bersih = 1,363,962
Rata –rata  modal inti (Modal disetor + Tambahan  modal disetor) =5,178,220+1,896,557 = 7,074,777

3. Net Interest Margin (NIM)
Diketahui :
Pendapatan (Beban) Bunga bersih = 4,726,379
Rata-rata Aktiva Produktif (Penempatan pada Bank Indonesia + Penempatan pada bank lain + Tagihan spot dan derivative + Surat berharga + Kredit ) =
18,165,181+ 768,743 + (-) + 5,844,507 + 75,410,705 = 100,189,136



4. Biaya Operasional dibandingkan Pendapatan Operasional (BOPO)
Diketahui :
Beban Operasional = 3,438,296
Pendapatan  Operasional = 577,109



5. Perkembangan Laba Operasional
Diketahui :
Beban Operasional = 3,438,296
Pendapatan  Operasional = 577,109


6. Fee Based Income Ratio
Diketahui :
Pendapatan Operasional di luar  pendapatan bunga =  540,533
Pendapatan  Operasional = 577,109




Sumber Referensi     :
Hermana Budi dan Margianti E.S (2011).Manajemen Dana Bank : Prinsip dan Regulasi di Indonesia. Depok : Penerbit Gunadarma

Metode Perhitungan Biaya Dana Bank


1.      COST OF FUND
Yaitu biaya yang langsung dikeluarkan untuk memperoleh setiap rupiah dana yang dihimpunnya termasuk dana non operasional (unloanable fund) misalnya reserve requirement untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia. Perhitungan biaya ini diformulasikan:

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk memperoleh dana dari sumbernya, bank tersebut harus mengeluarkan sejumlah biaya, biaya itu merupakan harga riil dari sumber dana yang dapat dihimpun bank. Dengan diketahuinya jumlah biaya dana sesungguhnya yang dikeluarkan bank untuk sumber dana, maka bank akan memperoleh kepastian laba rugi dalam pemasaran dana dalam bentuk kredit yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan.

Unsur-unsur Cost Of Fund
        Unsur-unsur yang harus ada dalam menghitung cost of fund adalah sebagai berikut.
    1. Sumber dana yaitu jenis-jenis dana yang dapat dihimpun bank, baik dari dana sendiri maupun                        dana yang berasal dari luar, yang mana dalam perhitungannya sumber dana ini dibagi dua yaitu dana              berbiaya dan dana tidak berbiaya.
   2.  Jumlah dana yaitu jumlah semua dana yang dapat dihimpun bank baik dana dari dalam maupun                     dari luar.
    3. Loanable Fund yaitu dana yang dapat dialokasikan baik untuk pemberian kredit atau untuk                            pembelian surat-surat berharga untuk tujuan memperoleh penghasilan.
    4. Unloanable Fund yaitu dana yang tidak dapat dialokasikan untuk pemberian kredit dan investasi                    lainnya. Dana ini diperuntukkan bagi aktiva tetap dan pengelolaan liquiditas.
   5.  Reserve Requirement yaitu dana yang ditahan bank untuk kepentingan liquiditas, besarnya dana ini                ditentukan oleh BI.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Cost Of Fund
Menurut Rachmat Firdaus (2001:67) menyebutkan bahwa besarnya Cost of fund dipengaruhi oleh :
1.      Tingkat suku bunga yang dibayar
2.      Komposisi dari portfolio sumber dana
3.      Ketentuan mengenai cadangan wajib minimum (reserve requirement)
4.      Biaya pelayanan untuk mendapatkan dana (service cost)
5.      Pajak atas bunga
6.      Tahun effesiensi

  1.  COST OF MONEY
yaitu biaya dana ditambah biaya overhead. COM diformulasikan sebagai berikut:



                  Faktor yang Mempengaruhi Cost of Money adalah
 Kesempatan produksi :
   Tingkat pengembalian yang diharapkan investor atas modal yang diinvestasikan
  Tingkat keuntungan/ bunga
  Semakin tinggi tingkat pengembalian yang diharapkan maka semakin tinggi cost of money

Preferensi waktu konsumsi :
  Preferensi konsumsi oleh investor.
q   apakah konsumsi saat ini atau masa depan konsumsi
  Apabila kondisi keuangan jelek
q   maka konsumsi saat ini tinggi,
q   maka tabungan/ investasi akan rendah,
q   tingkat bunga akan tinggi
Risiko :
  Kemungkinan kegagalan investasi di masa depan
  Semakin tinggi risiko,
q   maka semakin tinggi pengembalian yang diminta,
q   maka semakin tinggi cost of money

Inflasi :
  Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga di masa depan.
  Menurunnya daya beli dari uang (purchasing power) , maka mengurangi tingkat pengembalian investasi secara real
  Semakin tinggi inflasi,
q   maka semakin tinggi pengembalian yang diminta
q   maka semakin tinggi cost of money

  1. COST OF LOANABLE FUND
Cost of Loanable Fund yaitu biaya dana yang dioperasionalkan (ditempatkan) untuk memperoleh pendapatan. Dana operasional adalah total dana yang dihimpun/diterima dikurangi dengan unloanable funds. COLF dalam persentase dapat diformulasikan sebagai berikut:



Loanable Fund dapat diklasifikasikan menjadi Idle Fund dan Operable Fund. Idle Fund adalah dana yang masih menganggur atau belum digunakan pada alokasi yang produktif bagi Bank sedangkan Operable Fund adalah dana yang sudah dioperasikan oleh Bank terutama dalam bentuk kredit yang diberikan pada debitur. Bank selalu berusaha meminimalkan idle fund atau memperbesar operable fund untuk mengoptimalkan keuntungan. Klasifikasi penggunaan dana ini sangat diperlukan untuk menghitung biaya dana yang harus dikeluarkan Bank (Cost of Fund) yang terdiri dari beberapa cara perhitungan. Berdasarkan Cost Of Fund ini Bank bisa menetapkan harga produk Banknyadengan memperhitungakan interest spead yang diinginkan.

  1. COST OF OPERABLE  FUND
Merupakan  dana yang sudah dioperasikan oleh Bank terutama dalam bentuk kredit    yang diberikan pada debitur
    


Berikut perhitungan biaya dana Bank “X”
Metode Perhitungan Biaya Bank “X” Periode Desember 2012
1.      Cost of Mixed Fund (CoF)
Dik      : Biaya Bunga = 4,379,310
               Dana Pihak Ketiga : Giro, Tabungan, Deposito
= 13,139,690  + 21,101,387 + 41,541,453
= 75,782,530










2.      Cost of Money (CoM)
Dik      : Biaya Bunga = 4,379,310
              Biaya Operasional Lainnya = 3,438,296
              Dana Pihak Ketiga : Giro, Tabungan, Deposito
= 13,139,690  + 21,101,387 + 41,541,453
= 75,782,530








3.      Cost of Loanable Fund (CoL)
Dik      : Biaya Bunga = 4,379,310
              Biaya Operasional Lainnya = 3,438,296
              Dana Pihak Ketiga :   Giro, Tabungan, Deposito
= 13,139,690  + 21,101,387 + 41,541,453
= 75,782,530
   Unloanable Fund     : Kas + Cadangan Kerugian + GWM di BI + Aktiva Tetap-akm + Aktiva Non-Produktif                                                                 = 694,941 + 997,283 + 18,165,181 + (2,626,540-1,043,728) + 10,173
= 21,450,390


4.      Cost of Oparable Fund (CoP)
Dik      : Biaya Bunga = 4,379,310
              Biaya Operasional Lainnya = 3,438,296
              Aktiva Produktif       : Surat Berharga + Kredit + Penyertaan
= 5,844,507 + 75,410,705 + -
                                                = 81,255,212












Sumber Referensi   :
Hermana Budi dan Margianti E.S (2011).Manajemen Dana Bank : Prinsip dan Regulasi di Indonesia. Depok : Penerbit Gunadarma 









                              

1.      COST OF FUND
Yaitu biaya yang langsung dikeluarkan untuk memperoleh setiap rupiah dana yang dihimpunnya termasuk dana non operasional (unloanable fund) misalnya reserve requirement untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia. Perhitungan biaya ini diformulasikan:

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk memperoleh dana dari sumbernya, bank tersebut harus mengeluarkan sejumlah biaya, biaya itu merupakan harga riil dari sumber dana yang dapat dihimpun bank. Dengan diketahuinya jumlah biaya dana sesungguhnya yang dikeluarkan bank untuk sumber dana, maka bank akan memperoleh kepastian laba rugi dalam pemasaran dana dalam bentuk kredit yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan.

Unsur-unsur Cost Of Fund
        Unsur-unsur yang harus ada dalam menghitung cost of fund adalah sebagai berikut.
    1. Sumber dana yaitu jenis-jenis dana yang dapat dihimpun bank, baik dari dana sendiri maupun                        dana yang berasal dari luar, yang mana dalam perhitungannya sumber dana ini dibagi dua yaitu dana              berbiaya dan dana tidak berbiaya.
   2.  Jumlah dana yaitu jumlah semua dana yang dapat dihimpun bank baik dana dari dalam maupun                     dari luar.
    3. Loanable Fund yaitu dana yang dapat dialokasikan baik untuk pemberian kredit atau untuk                            pembelian surat-surat berharga untuk tujuan memperoleh penghasilan.
    4. Unloanable Fund yaitu dana yang tidak dapat dialokasikan untuk pemberian kredit dan investasi                    lainnya. Dana ini diperuntukkan bagi aktiva tetap dan pengelolaan liquiditas.
   5.  Reserve Requirement yaitu dana yang ditahan bank untuk kepentingan liquiditas, besarnya dana ini                ditentukan oleh BI.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Cost Of Fund
Menurut Rachmat Firdaus (2001:67) menyebutkan bahwa besarnya Cost of fund dipengaruhi oleh :
1.      Tingkat suku bunga yang dibayar
2.      Komposisi dari portfolio sumber dana
3.      Ketentuan mengenai cadangan wajib minimum (reserve requirement)
4.      Biaya pelayanan untuk mendapatkan dana (service cost)
5.      Pajak atas bunga
6.      Tahun effesiensi

  1.  COST OF MONEY
yaitu biaya dana ditambah biaya overhead. COM diformulasikan sebagai berikut:



                  Faktor yang Mempengaruhi Cost of Money adalah
 Kesempatan produksi :
   Tingkat pengembalian yang diharapkan investor atas modal yang diinvestasikan
  Tingkat keuntungan/ bunga
  Semakin tinggi tingkat pengembalian yang diharapkan maka semakin tinggi cost of money

Preferensi waktu konsumsi :
  Preferensi konsumsi oleh investor.
q   apakah konsumsi saat ini atau masa depan konsumsi
  Apabila kondisi keuangan jelek
q   maka konsumsi saat ini tinggi,
q   maka tabungan/ investasi akan rendah,
q   tingkat bunga akan tinggi
Risiko :
  Kemungkinan kegagalan investasi di masa depan
  Semakin tinggi risiko,
q   maka semakin tinggi pengembalian yang diminta,
q   maka semakin tinggi cost of money

Inflasi :
  Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga di masa depan.
  Menurunnya daya beli dari uang (purchasing power) , maka mengurangi tingkat pengembalian investasi secara real
  Semakin tinggi inflasi,
q   maka semakin tinggi pengembalian yang diminta
q   maka semakin tinggi cost of money

  1. COST OF LOANABLE FUND
Cost of Loanable Fund yaitu biaya dana yang dioperasionalkan (ditempatkan) untuk memperoleh pendapatan. Dana operasional adalah total dana yang dihimpun/diterima dikurangi dengan unloanable funds. COLF dalam persentase dapat diformulasikan sebagai berikut:



Loanable Fund dapat diklasifikasikan menjadi Idle Fund dan Operable Fund. Idle Fund adalah dana yang masih menganggur atau belum digunakan pada alokasi yang produktif bagi Bank sedangkan Operable Fund adalah dana yang sudah dioperasikan oleh Bank terutama dalam bentuk kredit yang diberikan pada debitur. Bank selalu berusaha meminimalkan idle fund atau memperbesar operable fund untuk mengoptimalkan keuntungan. Klasifikasi penggunaan dana ini sangat diperlukan untuk menghitung biaya dana yang harus dikeluarkan Bank (Cost of Fund) yang terdiri dari beberapa cara perhitungan. Berdasarkan Cost Of Fund ini Bank bisa menetapkan harga produk Banknyadengan memperhitungakan interest spead yang diinginkan.

  1. COST OF OPERABLE  FUND
Merupakan  dana yang sudah dioperasikan oleh Bank terutama dalam bentuk kredit    yang diberikan pada debitur
    


Berikut perhitungan biaya dana Bank “X”
Metode Perhitungan Biaya Bank “X” Periode Desember 2012
1.      Cost of Mixed Fund (CoF)
Dik      : Biaya Bunga = 4,379,310
               Dana Pihak Ketiga : Giro, Tabungan, Deposito
= 13,139,690  + 21,101,387 + 41,541,453
= 75,782,530










2.      Cost of Money (CoM)
Dik      : Biaya Bunga = 4,379,310
              Biaya Operasional Lainnya = 3,438,296
              Dana Pihak Ketiga : Giro, Tabungan, Deposito
= 13,139,690  + 21,101,387 + 41,541,453
= 75,782,530








3.      Cost of Loanable Fund (CoL)
Dik      : Biaya Bunga = 4,379,310
              Biaya Operasional Lainnya = 3,438,296
              Dana Pihak Ketiga :   Giro, Tabungan, Deposito
= 13,139,690  + 21,101,387 + 41,541,453
= 75,782,530
   Unloanable Fund     : Kas + Cadangan Kerugian + GWM di BI + Aktiva Tetap-akm + Aktiva Non-Produktif                                                                 = 694,941 + 997,283 + 18,165,181 + (2,626,540-1,043,728) + 10,173
= 21,450,390


4.      Cost of Oparable Fund (CoP)
Dik      : Biaya Bunga = 4,379,310
              Biaya Operasional Lainnya = 3,438,296
              Aktiva Produktif       : Surat Berharga + Kredit + Penyertaan
= 5,844,507 + 75,410,705 + -
                                                = 81,255,212












Sumber Referensi   :
Hermana Budi dan Margianti E.S (2011).Manajemen Dana Bank : Prinsip dan Regulasi di Indonesia. Depok : Penerbit Gunadarma 









                              
 
Noor Mutia Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template