Kamis, 03 Juli 2014

Strategi Optimalisasi dan Likuiditas dalam Manajemen Perbankan

Esensi hadirnya bank pada dasarnya adalah bagaimana mengelola sumber dan pengelolaan dana sehingga memperoleh tingkat keuntungan “optimalisasi” dengan tetap mempertimbangkan resiko likuiditas. Oleh karena itu, pembahasan yang saya posting kali ini berfokus pada Optimalisasi serta Likuiditas dalam Manajemen bank dimana saya dapatkan pengetahuan baru lagi akan dunia perbankan dari Dosen Bank & Lembaga Keuangan 2 saya yakni Dr. Prihantoro.

Sebagai lembaga keuangan yang mengemban fungsi intermediasi. Bank harus melakukan sebuah kebijakan dimana ujung pangkalnya dapat memberikan  profitabilitas kembali lagi pada bank agar dapat terus memberikan pelayanan produk maupun  jasa kepada masyarakat. Kebijakan  konservatif, moderate,  ataupun ekspansif merupakan pilihan-pilihan alternative bagi perbankan guna terus menjalankan kegiatan operasionalnya. Kebijakan- kebijakan bank tersebut terkait terhadap penggunaan alokasi Loan to Deposit Ratio (LDR). Loan to Deposit Ratio merupakan  kredit yang disalurkan oleh bank kepada masyarakat dimana berasal dari dana masyarakat yang dihimpun oleh bank atau yang biasa disebut Dana Pihak Ketiga. 
             
Apabila sebuah bank melakukan kebijakan ekspansif maka bank dapat memberikan persentase Loan Deposit Ratio kepada masyarakat hingga sebesar 110 persen. Dengan memilih kebijakan ekpansif ini sebuah bank dapat memperoleh Interest Spread yang lebih tinggi sebab jumlah kredit yang disalurkan pun semakin banyak sebanding dengan tingkat keuntungan bunga yang diperoleh hal ini dikarenakan adanya selisih antara surplus unit dimana merupakan bagian dari Source of fund bank yang terdiri dari Dana Pihak Ketiga dengan Defisit Unit dimana merupakan Use of fund bank yang terdiri dari berbagai bentuk kredit baik dalam bentuk credit card, Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), maupun Kredit Tanpa Agunan (KTA). Seperti yang pernah saya bahas pada postingan materi sebelumnya “Penyaluran Dana Pada Bank dan Pasar Modal”. 
Bank untuk dapat terus berjalan atau biasa yang disebut dengan “Going Concern” mengandalkan Interest Revenue serta Fee Based. Dimana Interest Revenue dan fee based  ini merupakan bagian dari Revenue atau Pendapatan yang diperoleh bank. Namun terdapat perbedaaan dari kedua macam pendapatan bank ini. Dan dapat dlihat perbedaaannya pada tabel dibawah ini.



Secara ilmu ekonomi , keuntungan merupakan selisih antara Pendapatan dengan biaya.

Oleh karena itu dalam  setiap sektor industri. Apabila hendak mendapatkan keuntungan yang tinggi dapat melakukan strategi optimalisasi dan efisiensi dimana optimalisasi merupakan meningkatkan tingkat pendapatan yang diperoleh sedangkan efisiensi merupakan menurunkan tingkat biaya yang dikeluarkan.
Berikut strategi dari Optimalisasi dan Efisiensi tersebut sebagai berikut :
1.    Mengoptimalkan dalam  memperoleh interest based yakni memberikan tingkat persentase Loan Debt Ratio yang disalurkan kepada masyarakat sebab hal ini dapat menambah tingkat keutungan bunga atau interest spread yang akan diperoleh oleh bank. Namun langkah ini harus dilakukan dengan prinsip prudential atau hati-hati sebab dengan memberikan Loan Debt Ratio kepada masyarakat dalam  jumlah yang tidak kecil akan  memiliki tingkat risiko yang tinggi sehingga bank harus memiliki tingkat modal yang cukup besar dan tingkat persentase Capital Adequacy Ratio (CAR) yang tinggi sebab rasio CAR menentukan kapasitas bank dalam hal memenuhi kewajiban dan resiko bank. Meskipun disamping langkah tersebut terdapat pengaruh positif bagi perbankan yakni dapat melakukan kebijakan lebih ekspansif sehingga dapat memilih tingkat interest spread yang lebih tinggi.

2.     Mengoptimalkan dalam memperoleh fee based yakni dengan menfasilitasi berbagai pelayanan jasa yang telah ditawarkan oleh bank yakni kliring, valas, transfer, safe deposit box, inkaso, Letter of credit dan bilyet giro semuanya diberikan kemudahan dan kelancaran yakni terintegrasi dengan Teknologi dan Informasi (IT) melalui informasi data base.

3.      Menyentuh kegiatan operasional bank melalui fasilitas & kemudahan yakni Teknologi dan Informasi seperti hadirnya ATM sehingga langkah ini dapat menghemat jumlah biaya seperti biaya gaji yang dikeluarkan oleh perusahaan.

4.      Melakukan efisiensi melalui Human Resources. Saat  ini Human  Capital dianggap sebagai “Asset” bagi perusahaan apabila Human Capital tersebut memiliki elektabilitas dan kapabilitas (yang ditunjukkan dengan sertifikasi)  yang tinggi serta memiliki keahlian dalam multitasking bahkan multitalented sehingga langkah ini dapat mengefisiensi waktu kerja dan perusahaan dapat melakukan produktivitas lebih tinggi. Hal ini menyebabkan asumsi dari Productivity Paradoks tidak dapat di terima sebab mengatakan bahwa “Hadirnya Teknologi dan Informasi mengakibatkan keborosan sebab penggunaannya tidak dapat dihitung secara jelas” karena bentuk implementasi dari IT dapat memberikan manfaat jika ditempatkan pada sektor industry yang melayani masyarakat dalam jumlah yang banyak.


Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Perbankan dihadapkan pada berbagai risiko usaha yang harus dikelola sehingga dapat meminimalisir potensi kerugian. Salah satu risiko yang krusial adalah risiko likuiditas.

Salah satu bentuk manajemen likuiditas pada perbankan yakni dengan mengelola Legal Reserve Requirement (LRR) dengan mengalokasikan sebagian persentase dari jumlah deposit yakni bagi bank umum menyimpan deposit di Bank Indonesia minimal 2% dari deposito menjadi Reserve Requirement (RR)  dan sisanya menjadi Excess Reverse (ER). Sehingga, bank umum memiliki Rekening Koran pada Bank Indonesia. Apabila Rekening Koran pada BI memiliki jumlah yang tinggi akan memunculkan Unloanable Fund hal ini menyebabkan Safe Liquidity pada bank sebab bank tidak mengalami Shock apabila terjadi rush yakni kegiatan nasabah dalam melakukan penarikan uang tunai secara besar-besaran baik dalam jumlah nasabah ataupun jumlah penarikannya. Namun apabila Rekening Koran pada BI memiliki jumlah yang kecil akan memunculkan Loanable Fund hal ini menyebabkan Shock  pada bank apabila terjadi rush.

Oleh karena itu, dalam mengukur manajemen tingkat risiko Bank Indonesia membuat regulasi pada peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011  bahwa setiap perbankan di Indonesia harus memiliki sertifikasi yang menyatakan penilaian tingkat kesehatan bank dengan prinsip manajemen resiko yakni RGEC.


Fenomena Konglomerasi Modern


Baru-baru ini issue Konglomerasi  terdengar muncul, Berikut fenomena konglomerasi modern yang terjadi dalam kegiatan ekonomi :





Keterangan :
1. BANK SEJAHTERA merupakan sebuah bank yang ingin melakukan ekspansi usaha namun tidak menginginkan mengeluarkan modal dalam jumlah yang cukup banyak, oleh karena itu ia membuat sebuah PT JAMIN yang bergerak dibidang leasing.

2. PT JAMIN melakukan kegiatan usaha leasingnya bekerjasama dengan memberikan pinjaman modal serta bantuan fasilitas penjualan produk dari FAST COMPANY dimana merupakan perusahaan yang menjual kendaraan bermotor.

3. Singkat cerita kegiatan usaha pun berjalan dengan baik namun guna kedua perusahaan tersebut agar kegiatan usahanya “Going Concern”, Customer dari PT JAMIN dan FAST COMPANY ditawarkan oleh PT JAMIN untuk menginvestasikan uangnya sebagian sebagai Premi sebesar Rp. 10,000 apabila mengalami meninggal dunia, pembayaran produk atau jasa dari PT JAMIN dan FAST COMPANY dapat ditangguhkan oleh PT AMAN dimana merupakan perusahaan yang bergerak dibidang asuransi.

4. Aliran perputaran uang pun berada disekitar BANK SEJAHTERA. BANK SEJAHTERA memanfaatkan keadaan tersebut “lagi” dengan melihat peluang untuk membeli sebagian saham kepemilikan PT AMAN sehingga singkat cerita sebagian besar modal kepemilikan PT AMAN menjadi miliki BANK SEJAHTERA.

PT AMAN serta BANK SEJAHTERA menanggung uang penanggungan sebesar Rp 10.000.000 untuk Customer dari PT JAMIN dan FAST COMPANY  tentu saja hal ini cukup memberatkan bagi PT AMAN dan BANK SEJAHTERA.

5. Dikarenakan uang tanggungan yang harus ditutupi oleh PT AMAN dan BANK SEJAHTERA cukup besar, PT AMAN melakukan Reasuransi kepada PT SEHAT dengan mengalokasikan tanggungan yang ia harus penuhi awalnya sebesar Rp 10,000,000 menjadi Rp. 8,000,000. PT AMAN hanya bersedia menerima premi dari customer sebesar Rp 2,000 dan memenuhi uang penanggungan sebesar Rp 2,000,000

6. Dikarenakan sisa uang tanggungan yang harus ditutupi oleh PT SEHAT cukup besar, PT SEHAT melakukan Retrocessi kepada PT MAKMUR  dengan mengalokasikan tanggungan yang ia harus penuhi awalnya sebesar Rp 8,000,000 menjadi Rp. 6,000,000. PT AMAN hanya bersedia menerima premi dari customer sebesar Rp 2,000 dan memenuhi uang penanggungan sebesar Rp 2,000,000.

PT MAKMUR merupakan perusahaan jenis Retrocessi dimana jenis perusahaan ini belum ada di Indonesia dikarenakan dibutuhkan modal yang cukup besar dalam membuat perusahaan jenis ini.

PT MAKMUR menanggung uang penanggungan sebesar Rp 6,000,000 dari PT AMAN dan menerima premi dari customer sebesar Rp 6,000 .

7. BANK SEJAHTERA ketika berada dalam “Comfort Zone”  seperti itu mengandalkan keuntungan hanya dengan melakukan kegiatan jual beli saham di Initial Public Offering (IPO).

8.  PT Makmur melakukan ekspansi usaha dengan membuat Subsidiary Company (Perusahaan Anak) yakni PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR.
Singkat cerita PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR membeli saham sebesar 25%, 20%, 15% di IPO dimana BANK SEJAHTERA pun melakukan kegiatan jual beli saham di IPO.

PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR melakukan kegiatan short selling oleh “pihak-pihak tertentu seakan dibiarkan karena perusahaan asing minimal membeli saham kepemilikan maksimal 30%.   secara terus-menerus tanpa disadari PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR jika dimergerkan total kepemilikan saham 60% dan hal ini tentu saja berimbas langsung kepada BANK SEJAHTERA dimana jumlah kepemilikan saham PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR di BANK SEJAHTERA sebesar 60 % otomatis segala bentuk kegiatan ekonomi entitas usaha BANK SEJAHTERA di kuasai oleh  PT MAKMUR yakni Holding Company (Perusahaan Induk) dari ketiga perusahaan tersebut sehingga seperti itulah fenomena KONGLOMERASI MODERN.

Referensi :
Margianti, E.S. dan Budi Hermana.2011. Manajemen Dana Bank : Prinsip dan Regulasi di Indonesia.Jakarta : Penerbit Universitas Gunadarma. 

Esensi hadirnya bank pada dasarnya adalah bagaimana mengelola sumber dan pengelolaan dana sehingga memperoleh tingkat keuntungan “optimalisasi” dengan tetap mempertimbangkan resiko likuiditas. Oleh karena itu, pembahasan yang saya posting kali ini berfokus pada Optimalisasi serta Likuiditas dalam Manajemen bank dimana saya dapatkan pengetahuan baru lagi akan dunia perbankan dari Dosen Bank & Lembaga Keuangan 2 saya yakni Dr. Prihantoro.

Sebagai lembaga keuangan yang mengemban fungsi intermediasi. Bank harus melakukan sebuah kebijakan dimana ujung pangkalnya dapat memberikan  profitabilitas kembali lagi pada bank agar dapat terus memberikan pelayanan produk maupun  jasa kepada masyarakat. Kebijakan  konservatif, moderate,  ataupun ekspansif merupakan pilihan-pilihan alternative bagi perbankan guna terus menjalankan kegiatan operasionalnya. Kebijakan- kebijakan bank tersebut terkait terhadap penggunaan alokasi Loan to Deposit Ratio (LDR). Loan to Deposit Ratio merupakan  kredit yang disalurkan oleh bank kepada masyarakat dimana berasal dari dana masyarakat yang dihimpun oleh bank atau yang biasa disebut Dana Pihak Ketiga. 
             
Apabila sebuah bank melakukan kebijakan ekspansif maka bank dapat memberikan persentase Loan Deposit Ratio kepada masyarakat hingga sebesar 110 persen. Dengan memilih kebijakan ekpansif ini sebuah bank dapat memperoleh Interest Spread yang lebih tinggi sebab jumlah kredit yang disalurkan pun semakin banyak sebanding dengan tingkat keuntungan bunga yang diperoleh hal ini dikarenakan adanya selisih antara surplus unit dimana merupakan bagian dari Source of fund bank yang terdiri dari Dana Pihak Ketiga dengan Defisit Unit dimana merupakan Use of fund bank yang terdiri dari berbagai bentuk kredit baik dalam bentuk credit card, Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), maupun Kredit Tanpa Agunan (KTA). Seperti yang pernah saya bahas pada postingan materi sebelumnya “Penyaluran Dana Pada Bank dan Pasar Modal”. 
Bank untuk dapat terus berjalan atau biasa yang disebut dengan “Going Concern” mengandalkan Interest Revenue serta Fee Based. Dimana Interest Revenue dan fee based  ini merupakan bagian dari Revenue atau Pendapatan yang diperoleh bank. Namun terdapat perbedaaan dari kedua macam pendapatan bank ini. Dan dapat dlihat perbedaaannya pada tabel dibawah ini.



Secara ilmu ekonomi , keuntungan merupakan selisih antara Pendapatan dengan biaya.

Oleh karena itu dalam  setiap sektor industri. Apabila hendak mendapatkan keuntungan yang tinggi dapat melakukan strategi optimalisasi dan efisiensi dimana optimalisasi merupakan meningkatkan tingkat pendapatan yang diperoleh sedangkan efisiensi merupakan menurunkan tingkat biaya yang dikeluarkan.
Berikut strategi dari Optimalisasi dan Efisiensi tersebut sebagai berikut :
1.    Mengoptimalkan dalam  memperoleh interest based yakni memberikan tingkat persentase Loan Debt Ratio yang disalurkan kepada masyarakat sebab hal ini dapat menambah tingkat keutungan bunga atau interest spread yang akan diperoleh oleh bank. Namun langkah ini harus dilakukan dengan prinsip prudential atau hati-hati sebab dengan memberikan Loan Debt Ratio kepada masyarakat dalam  jumlah yang tidak kecil akan  memiliki tingkat risiko yang tinggi sehingga bank harus memiliki tingkat modal yang cukup besar dan tingkat persentase Capital Adequacy Ratio (CAR) yang tinggi sebab rasio CAR menentukan kapasitas bank dalam hal memenuhi kewajiban dan resiko bank. Meskipun disamping langkah tersebut terdapat pengaruh positif bagi perbankan yakni dapat melakukan kebijakan lebih ekspansif sehingga dapat memilih tingkat interest spread yang lebih tinggi.

2.     Mengoptimalkan dalam memperoleh fee based yakni dengan menfasilitasi berbagai pelayanan jasa yang telah ditawarkan oleh bank yakni kliring, valas, transfer, safe deposit box, inkaso, Letter of credit dan bilyet giro semuanya diberikan kemudahan dan kelancaran yakni terintegrasi dengan Teknologi dan Informasi (IT) melalui informasi data base.

3.      Menyentuh kegiatan operasional bank melalui fasilitas & kemudahan yakni Teknologi dan Informasi seperti hadirnya ATM sehingga langkah ini dapat menghemat jumlah biaya seperti biaya gaji yang dikeluarkan oleh perusahaan.

4.      Melakukan efisiensi melalui Human Resources. Saat  ini Human  Capital dianggap sebagai “Asset” bagi perusahaan apabila Human Capital tersebut memiliki elektabilitas dan kapabilitas (yang ditunjukkan dengan sertifikasi)  yang tinggi serta memiliki keahlian dalam multitasking bahkan multitalented sehingga langkah ini dapat mengefisiensi waktu kerja dan perusahaan dapat melakukan produktivitas lebih tinggi. Hal ini menyebabkan asumsi dari Productivity Paradoks tidak dapat di terima sebab mengatakan bahwa “Hadirnya Teknologi dan Informasi mengakibatkan keborosan sebab penggunaannya tidak dapat dihitung secara jelas” karena bentuk implementasi dari IT dapat memberikan manfaat jika ditempatkan pada sektor industry yang melayani masyarakat dalam jumlah yang banyak.


Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Perbankan dihadapkan pada berbagai risiko usaha yang harus dikelola sehingga dapat meminimalisir potensi kerugian. Salah satu risiko yang krusial adalah risiko likuiditas.

Salah satu bentuk manajemen likuiditas pada perbankan yakni dengan mengelola Legal Reserve Requirement (LRR) dengan mengalokasikan sebagian persentase dari jumlah deposit yakni bagi bank umum menyimpan deposit di Bank Indonesia minimal 2% dari deposito menjadi Reserve Requirement (RR)  dan sisanya menjadi Excess Reverse (ER). Sehingga, bank umum memiliki Rekening Koran pada Bank Indonesia. Apabila Rekening Koran pada BI memiliki jumlah yang tinggi akan memunculkan Unloanable Fund hal ini menyebabkan Safe Liquidity pada bank sebab bank tidak mengalami Shock apabila terjadi rush yakni kegiatan nasabah dalam melakukan penarikan uang tunai secara besar-besaran baik dalam jumlah nasabah ataupun jumlah penarikannya. Namun apabila Rekening Koran pada BI memiliki jumlah yang kecil akan memunculkan Loanable Fund hal ini menyebabkan Shock  pada bank apabila terjadi rush.

Oleh karena itu, dalam mengukur manajemen tingkat risiko Bank Indonesia membuat regulasi pada peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011  bahwa setiap perbankan di Indonesia harus memiliki sertifikasi yang menyatakan penilaian tingkat kesehatan bank dengan prinsip manajemen resiko yakni RGEC.


Fenomena Konglomerasi Modern


Baru-baru ini issue Konglomerasi  terdengar muncul, Berikut fenomena konglomerasi modern yang terjadi dalam kegiatan ekonomi :





Keterangan :
1. BANK SEJAHTERA merupakan sebuah bank yang ingin melakukan ekspansi usaha namun tidak menginginkan mengeluarkan modal dalam jumlah yang cukup banyak, oleh karena itu ia membuat sebuah PT JAMIN yang bergerak dibidang leasing.

2. PT JAMIN melakukan kegiatan usaha leasingnya bekerjasama dengan memberikan pinjaman modal serta bantuan fasilitas penjualan produk dari FAST COMPANY dimana merupakan perusahaan yang menjual kendaraan bermotor.

3. Singkat cerita kegiatan usaha pun berjalan dengan baik namun guna kedua perusahaan tersebut agar kegiatan usahanya “Going Concern”, Customer dari PT JAMIN dan FAST COMPANY ditawarkan oleh PT JAMIN untuk menginvestasikan uangnya sebagian sebagai Premi sebesar Rp. 10,000 apabila mengalami meninggal dunia, pembayaran produk atau jasa dari PT JAMIN dan FAST COMPANY dapat ditangguhkan oleh PT AMAN dimana merupakan perusahaan yang bergerak dibidang asuransi.

4. Aliran perputaran uang pun berada disekitar BANK SEJAHTERA. BANK SEJAHTERA memanfaatkan keadaan tersebut “lagi” dengan melihat peluang untuk membeli sebagian saham kepemilikan PT AMAN sehingga singkat cerita sebagian besar modal kepemilikan PT AMAN menjadi miliki BANK SEJAHTERA.

PT AMAN serta BANK SEJAHTERA menanggung uang penanggungan sebesar Rp 10.000.000 untuk Customer dari PT JAMIN dan FAST COMPANY  tentu saja hal ini cukup memberatkan bagi PT AMAN dan BANK SEJAHTERA.

5. Dikarenakan uang tanggungan yang harus ditutupi oleh PT AMAN dan BANK SEJAHTERA cukup besar, PT AMAN melakukan Reasuransi kepada PT SEHAT dengan mengalokasikan tanggungan yang ia harus penuhi awalnya sebesar Rp 10,000,000 menjadi Rp. 8,000,000. PT AMAN hanya bersedia menerima premi dari customer sebesar Rp 2,000 dan memenuhi uang penanggungan sebesar Rp 2,000,000

6. Dikarenakan sisa uang tanggungan yang harus ditutupi oleh PT SEHAT cukup besar, PT SEHAT melakukan Retrocessi kepada PT MAKMUR  dengan mengalokasikan tanggungan yang ia harus penuhi awalnya sebesar Rp 8,000,000 menjadi Rp. 6,000,000. PT AMAN hanya bersedia menerima premi dari customer sebesar Rp 2,000 dan memenuhi uang penanggungan sebesar Rp 2,000,000.

PT MAKMUR merupakan perusahaan jenis Retrocessi dimana jenis perusahaan ini belum ada di Indonesia dikarenakan dibutuhkan modal yang cukup besar dalam membuat perusahaan jenis ini.

PT MAKMUR menanggung uang penanggungan sebesar Rp 6,000,000 dari PT AMAN dan menerima premi dari customer sebesar Rp 6,000 .

7. BANK SEJAHTERA ketika berada dalam “Comfort Zone”  seperti itu mengandalkan keuntungan hanya dengan melakukan kegiatan jual beli saham di Initial Public Offering (IPO).

8.  PT Makmur melakukan ekspansi usaha dengan membuat Subsidiary Company (Perusahaan Anak) yakni PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR.
Singkat cerita PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR membeli saham sebesar 25%, 20%, 15% di IPO dimana BANK SEJAHTERA pun melakukan kegiatan jual beli saham di IPO.

PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR melakukan kegiatan short selling oleh “pihak-pihak tertentu seakan dibiarkan karena perusahaan asing minimal membeli saham kepemilikan maksimal 30%.   secara terus-menerus tanpa disadari PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR jika dimergerkan total kepemilikan saham 60% dan hal ini tentu saja berimbas langsung kepada BANK SEJAHTERA dimana jumlah kepemilikan saham PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR di BANK SEJAHTERA sebesar 60 % otomatis segala bentuk kegiatan ekonomi entitas usaha BANK SEJAHTERA di kuasai oleh  PT MAKMUR yakni Holding Company (Perusahaan Induk) dari ketiga perusahaan tersebut sehingga seperti itulah fenomena KONGLOMERASI MODERN.

Referensi :
Margianti, E.S. dan Budi Hermana.2011. Manajemen Dana Bank : Prinsip dan Regulasi di Indonesia.Jakarta : Penerbit Universitas Gunadarma. 

Selasa, 01 Juli 2014

PERAN DAN FUNGSI KLIRING PADA LEMBAGA KEUANGAN BANK

Noor Mutia
25212366
Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Gunadarma

Fungsi bank yang paling utama adalah bagaimana bank dapat memperoleh sumber dana (Source of funds) dari surplus unit dan selanjutnya dana tersebut dialokasikan dan disalurkan lagi ke defisit unit atau yang membutuhkan pembiayaan dari bank (Use of funds). Dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk deposit berupa Saving Deposit, Demand Deposit, Time Deposit. Ketiga bentuk deposit tersebut disebut dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Bank Umum lah merupakan salah jenis bagian perbankan yang melakukan jasa perbankan lalu lintas moneter serta mengalokasikan simpanan masyarakat yakni Demand Deposit dalam bentuk giral dengan menggunakan cek atau bilyet giro.
Dasawarsa kini, tingkat  keinginan masyarakat untuk “menanamkan” uangnya di  bank mengalami kenaikan. Tentu saja hal ini otomatis  mempengaruhi banyaknya lalu lalang  transaksi moneter. Sesuai Undang-Undang Bank Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tugas Bank Indonesia yaitu mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.  Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal yang mendukung stabilitas sistem keuangan maka sesuai Pasal 16 UU BI, Bank Indonesia menyelenggarakan sistem kliring antar bank yang dikenal dengan  nama Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia atau dikenal dengan nama SKNBI.  Sistem Kliring ini dibuat sebagai tujuan kelancaran mekanisme pelayanan pembayaran moneter.
Menurut Bank Indonesia, Kliring adalah  suatu  tata  cara  perhitungan  utang  piutang  dalam  bentuk  surat-surat  dagang  dan  surat-surat  berharga  dari  suatu  bank  terhadap  bank  lainnya,  dengan  maksud  agar  penyelesaiannya  dapat  terselenggara  dengan  mudah dan  aman,  serta  untuk  memperluas  dan  memperlancar  lalu  lintas  pembayaran  giral.
Sedangkan menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Kliring merupakan Proses perhitungan pelunasan dan pertukaran warkat-warkat kliring antar bank anggota yang dikoordinasi Bank Indonesia.  
Serta Menurut The New Grolier Webmaster International Dictionary of The English Language, Kliring merupakan Kegiatan tukar-menukar warkat dari bank satu dengan bank lainnya dan menetapkan perbedaan-perbedaanya. Lalu  lintas  pembayaran  giral  yang terjadi merupakan suatu  proses  kegiatan  bayar  membayar  dengan  warkat  atau  nota  kliring,  yang  dilakukan  dengan  cara  saling  memperhitungkan  diantara  bank-bank,  baik  atas  beban  maupun  untuk  keuntungan  nasabah.
Dalam sistem  kliring ini terdapat peserta dimana peserta  kliring  dapat  dibedakan  menjadi  dua  macam  yakni :
1.      Peserta  langsung,  yaitu  :  bank-bank  yang sudah  tercatat  sebagai  peserta  kliring  dan  dapat  memperhitungkan  warkat  atau  notanya  secara  langsung  dengan  B I  atau  melalui  PT  Trans  Warkat  sebagai  perantara  dengan  B I. 
Contoh :  Bank Umum, Bank  Retail,  Bank  Devisa
2.      Peserta  tidak  langsung,  yaitu  :  bank-bank  yang  belum  terdaftar  sebagai  peserta  kliring  akan  tetapi  mengikuti  kegiatan  kliring  melaui  bank  yang  telah  terdaftar  sebagai  peserta  kliring.
Contoh :  Bank Perkreditan Rakyat
Sedangkan Pelaku Kliring secara lebih rinci terbagi menjadi.Pembayar (remitter), Bank Umum dimana terdiri dari:  Bank Pengirim (remitting bank), Bank Pembayar (paying bank) serta Penerima (payee)

Berikut skema dari Pelaku Kliring yang terdapat pada gambar dibawah ini :
                        
                          
                   Warkat atau  Nota kliring merupakan alat  atau  sarana  yang  digunakan  dalam  lalu lintas pembayaran  giral,  yaitu  surat  berharga  atau  surat  dagang  seperti   cek,  bilyet  giro,  wesel  bank  untuk  trasfer  atau  wesel  unjuk,  bukti-bukti  penerimaan  transfer  dari  bank-bank,  nota  kredit,  dan  surat-surat  lainnya  yang  disetujui  oleh  penyelenggara Bank Indonesia.
                 Jenis – jenis  warkat  kliring  :
                1. Warkat  debet  keluar  merupakan   warkat  bank  lain  yang  disetorkan  oleh  nasabah  sendiri  untuk  keuntungan  rekening  nasabah  yang  bersangkutan.
                2. Warkat  debet  masuk  merupakan  warkat  yang  diterima  oleh  suatu  bank  dari  bank  lain  melalui  BI atas  warkat  atau  cek  bank  sendiri  yang  ditarik  oleh  nasabah  sendiri  dan  atas  beban  nasabah  yang  bersangkutan.
                 3. Warkat  kredit  keluar merupakan  warkat  dari  nasabah  sendiri  untuk  disetorkan  kepada  nasabah  bank  lain  pada  bank  lain.   Bank  yang  menyerahkan  warkat  tersebut  akan  mengkreditkan  rekening  giro  BI  dan  mendebet  giro  nasabah.
                 4. Warkat  kredit  masuk merupakan warkat  yang  diterima  oleh  suatu  bank  untuk  keuntungan  rekening  nasabah  bank  tersebut.  

Transaksi Kliring
                        Kliring memiliki peranan penting dalam proses kelancaran system pembayaran moneter dan juga merupakan salah satu bagian dari pelayanan yang diberikan oleh suatu lembaga keuangan bank. Namun bagaimana bentuk implementasi manfaat dari sebuah kliring dapat dirasakan oleh pengguna jasa bank, berikut transaksi kliring yang terjadi dalam kehidupan nyatanya :

                Transaksi Kliring I :
                                      Berikut diilustrasikan Tn. Alvin merupakan nasabah dari Bank BCA  memiliki rekening giro memberikan Cek sebesar 50 Jt guna membeli suatu  barang  kepada Nn. Lia dimana merupakan nasabah dari Bank Mandiri yang memiliki tabungan. Guna mencairkan cek dari Tn. Alvin. Nn. Lia mengajukan cek tersebut kepada Bank Mandiri dan Bank Mandiri mengeluarkan Debet Nota untuk diajukan ke Bank Indonesia.  Kemudian Bank BCA menerima Debit Nota masuk dari Bank Indonesia.
                                         Tentu saja hal ini membuat  Bank Indonesia mendebet Rekening Koran Bank BCA sebesar 50 jt dan menkredit Bank Mandiri sebesar 50 jt. Sehingga  ini menyebabkan, Bagi Bank BCA mendebet Rekening Koran Tn. Alvin sebesar 50 jt dan menkredit Rekening Koran Bank Indonesia sebesar 50 jt. Sedangkan Bagi Bank Mandiri mendebet Rekening Koran Bank Indonesia sebesar 50 jt dan menkredit Tabungan Nn. Lia sebesar 50 jt.


                Transaksi Kliring II :


                                    Berikut diilustrasikan kembali dengan kondisi yang sebaliknya, Nn. Lia memiliki tabungan sebesar 50 Jt pada Bank Mandiri dan berniat untuk memberikan 30 juta kepada Tn. Alvin dimana memiliki rekening giro pada Bank BCA. Guna  dapat menerima uang sebesar 30 juta. Nn. Lia melalui Bank Mandiri mengeluarkan kredit nota ke Bank Indonesia. Kemudian Bank BCA menerima kredit nota masuk dari Bank Indonesia. Tentu saja hal ini membuat Bank Indonesia mendebet Rekening Koran pada Bank Mandiri sebesar 30 Juta dan menkredit Rekening Koran pada Bank BCA sebesar 30 Jt.
                                 Sehingga hal ini menyebabkan bagi Bank Mandiri mendebet Rekening Koran pada Bank Indonesia sebesar 30 juta dan menkredit Tabungan Nn. Lia sebesar 30 Jt. Sedangkan bagi Bank BCA mendebet Rekening Koran Tn. Alvin sebesar 30 Jt dan menkredit Rekening pada Bank Indonesia sebesar 30 Jt.

                Jenis-Jenis Kliring
                 Kliring terbagi jenis-jenis menjadi tiga macam yakni:
      1.    Kliring  umum,  adalah  sarana  perhitungan  warkat-warkat  antar  bank  yang  pelaksanaannya  diatur  oleh  BI.
      2.      Kliring  lokal  adalah   sarana  perhitungan  warkat-warkat  antar  bank  yang  berada  dalam  suatu  wilayah  kliring  (wilayah  yang  ditentukan).
     3.  Kliring  antar  cabang  adalah  sarana  perhitungan  warkat  antar  kantor  cabang  suatu  bank  peserta  yang  biasanya  berada  dalam  satu  wilayah  kota.  Kliring  ini  dilakukan  dengan  cara  mengumpulkan  seluruh  perhitungan  dari  sauatu  kantor  cabang  untuk  kantor  cabang  lainnya  yang  bersangkutan  pada  kantor  induk  yang  bersangkutan.
          Berikut bentuk mekanisme kliring yang terjadi antar wilayah :


Surya adalah pengguna jasa bank BRI di Jakarta. Ia ingin mentransfer sejumlah uang untuk Wati yang berada di Wonokromo dimana ia menggunakan jasa Bank BNI Surabaya. Berikut adalah proses atau mekanisme kliring yang terjadi. Seperti yang terlihat pada gambar diatas, tabungan awalnya didebet oleh bank BRI Jakarta. Kemudian, uang tersebut ditransfer ke BRI yang berada di Surabaya. Kemudian, melalui proses kliring ke BNI Surabaya, dan akhirnya uang tersebut ditransfer ke BNI Surabaya cabang Wonokromo untuk dimasukan ke rekening Wati. Sebagai catatan, uang tersebut harus ditransfer dahulu ke BRI Surabaya karena di Surabaya terdapat cabang Bank BNI Wonokromo. Intinya, bank harus mencari bank tujuannya yang berada di daerah yang sama agar proses kliring dapat berjalan.


               
                      Di dalam kondisi kedua ini, akan dibahas tentang kliring antar daerah. Berbeda dengan kondisi sebelumnya, kali ini Surya merupakan  pengguna jasa Bank Lippo Jakarta, sedangkan Wati tetap merupakan pengguna BNI Surabaya di Wonokromo. Sayangnya, di Indonesia tidak ada satupun lokasi yang didalamnya terdapat kedua bank ini. Oleh sebab itu, proses transfer harus menggunakan perantara lagi ketika Surya ingin mengirimkan uang kepada Wati.
                          Disini, dapat dilihat  bahwa mekanismenya hampir sama dengan kliring antar wilayah sebelumnya. Namun dapat dilihat, kali ini Bank Lippo Jakarta harus melewati proses kliring dahulu ke Bank BRI Jakarta. Kemudian, Bank BRI Jakarta mentransfernya ke Bank BRI Surabaya. Lalu, proses kliring dilakukan kembali dan tujuannya adalah BNI Surabaya. Setelah itu, baru BNI Surabaya mentransfer uangnya ke BPD Surabaya cabang Wonokromo, yang selanjutnya akan masuk ke giro atau tabungan Wati.


Kasus Kliring Kalah Menang

                           Sebelum Pertemuan Kliring I (Kliring Penyerahan), warkat kliring yang ada pada masing - masing Bank adalah sebagai berikut :

                  
                 Berikut Bagan Proses Kliring :


                   Pertemuan I merupakan dimana pertukaran kliring antar bank. 
               
                 Pertemuan II dimana merupakan penyerahan warkat yang ditolak.
                Jika tidak ada tolakan, maka hasilnya :
               
                 Jika ada tolakan cek Tn. Rinal 12 jt, maka hasilnya :

                   Hal ini menunjukkan bahwa Bank BCA menang Kliring dan Bank Mandiri Kalah Kliring. 
               Berikut Surat-surat dalam transaksi kliring dimana dapat menentukkan saldo pada Bank Indonesia maupun Bank itu sendiri.


                        Mengingat dalam aturan Bank Indonesia, setiap bank yang melakukan kliring harus memiliki simpanan deposit di Bank Indonesia minimal 2% dari deposito bank tersebut. Apabila sebuah bank mengalami kekalahan dalam kliring serta tidak dapat tidak dapat menutupi kekalahannya, maka akan terkena sangsi dari bank Indonesia. Oleh karena itu, agar tidak terkena sangsi akibat kekurangan likuiditas, bank tersebut dapat meminjam  uang dari bank lain yang disebut dengan “Call Money” dimana  merupakan kredit atau pinjaman yang harus segera dilunasi/dibayar apabila sudah ada tagihan atau panggilan dari pihak pemberi dana ( kreditor ). Jangka waktu kredit berkisar antara 1 hari sampai dengan 7 hari. Pemberian call money dapat berbentuk one day call money ( overnigh ) dimana harus dilunasi dalam 1 hari. Guna menghindari call money seyogyanya Bank yang mengalami kekalahan sebelumnya memiliki prinsip prudential yakni dengan mengalokasikan sebagian persentase dari jumlah depositnya menjadi Reserve Requirement dan sisanya menjadi Excess Reverse.


                       Sebagai kesimpulan, Kliring merupakan suatu  istilah dalam dunia bank dan keuangan menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut. Dimana memiliki peran yang sangat penting dalam mempengaruhi system pelayanan pembayaran moneter baik dalam sisi memajukan ataupun memperlancar lalu lintas pembayaran giral antar bank di seluruh Indonesia, Membantu perhitungan penyelesaian utang-piutang dapat dilaksanakan lebih mudah, aman dan efisien tanpa harus menggunakan uang tunai. 


Sumber Referensi  :
 [1]      Hamzah Maulana.2009. Optimalisasi Peran Dual Banking System Melalui Fungsi Strategis JUB Dalam Rangka Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan di Indonesia. Jurnal Ekonomi Islam Vol. III, No. 2, Desember 2009 : 197-221.http://fis.uii.ac.id/images/la-riba-vol3-no2-2009-06-hamzah.pdf. , diakses 01 Juli 2014.

[2]         Tanaya, Velliana. 2013. Peran dan Fungsi Lembaga Kliring Penjamin Dalam Transaksi Bursa Pasar Modal Indonesia. Universitas Pelita Harapan. http://djpp.kemenkumham.go.id/files/doc/2513_jl22013.pdf#page=101., diakses 01 Juli 2014.

[3]        Fitriani, Meilia Bernadeta.2010.Penerapan Pelayanan Prima Pada PT. Bank Tabungan Negara (PERSERO) Cabang Surakarta.Universitas Sebelas Maret. http://eprints.uns.ac.id/3416/1/161552508201003311.pdf ., diakses pada 01 Juli 2014.

[4]            Margianti, E.S. dan Budi Hermana.2011. Manajemen Dana Bank : Prinsip dan Regulasi di Indonesia.Jakarta : Penerbit Universitas Gunadarma.

[5]       Susilo, Y.Sri, Sigit Triandaru dan A. Totok Budi Santoso. 2000.Bank dan Lembaga Keuangan Lain.Jakarta: Salemba Empat

[6]           http://www.bi.go.id/id/sistempembayaran/edukasi/Pages/edukasi_SIKILAT.aspx

[7]            http://kamusbisnis.com/arti/call-money/

Noor Mutia
25212366
Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Gunadarma

Fungsi bank yang paling utama adalah bagaimana bank dapat memperoleh sumber dana (Source of funds) dari surplus unit dan selanjutnya dana tersebut dialokasikan dan disalurkan lagi ke defisit unit atau yang membutuhkan pembiayaan dari bank (Use of funds). Dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk deposit berupa Saving Deposit, Demand Deposit, Time Deposit. Ketiga bentuk deposit tersebut disebut dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Bank Umum lah merupakan salah jenis bagian perbankan yang melakukan jasa perbankan lalu lintas moneter serta mengalokasikan simpanan masyarakat yakni Demand Deposit dalam bentuk giral dengan menggunakan cek atau bilyet giro.
Dasawarsa kini, tingkat  keinginan masyarakat untuk “menanamkan” uangnya di  bank mengalami kenaikan. Tentu saja hal ini otomatis  mempengaruhi banyaknya lalu lalang  transaksi moneter. Sesuai Undang-Undang Bank Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tugas Bank Indonesia yaitu mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.  Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal yang mendukung stabilitas sistem keuangan maka sesuai Pasal 16 UU BI, Bank Indonesia menyelenggarakan sistem kliring antar bank yang dikenal dengan  nama Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia atau dikenal dengan nama SKNBI.  Sistem Kliring ini dibuat sebagai tujuan kelancaran mekanisme pelayanan pembayaran moneter.
Menurut Bank Indonesia, Kliring adalah  suatu  tata  cara  perhitungan  utang  piutang  dalam  bentuk  surat-surat  dagang  dan  surat-surat  berharga  dari  suatu  bank  terhadap  bank  lainnya,  dengan  maksud  agar  penyelesaiannya  dapat  terselenggara  dengan  mudah dan  aman,  serta  untuk  memperluas  dan  memperlancar  lalu  lintas  pembayaran  giral.
Sedangkan menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Kliring merupakan Proses perhitungan pelunasan dan pertukaran warkat-warkat kliring antar bank anggota yang dikoordinasi Bank Indonesia.  
Serta Menurut The New Grolier Webmaster International Dictionary of The English Language, Kliring merupakan Kegiatan tukar-menukar warkat dari bank satu dengan bank lainnya dan menetapkan perbedaan-perbedaanya. Lalu  lintas  pembayaran  giral  yang terjadi merupakan suatu  proses  kegiatan  bayar  membayar  dengan  warkat  atau  nota  kliring,  yang  dilakukan  dengan  cara  saling  memperhitungkan  diantara  bank-bank,  baik  atas  beban  maupun  untuk  keuntungan  nasabah.
Dalam sistem  kliring ini terdapat peserta dimana peserta  kliring  dapat  dibedakan  menjadi  dua  macam  yakni :
1.      Peserta  langsung,  yaitu  :  bank-bank  yang sudah  tercatat  sebagai  peserta  kliring  dan  dapat  memperhitungkan  warkat  atau  notanya  secara  langsung  dengan  B I  atau  melalui  PT  Trans  Warkat  sebagai  perantara  dengan  B I. 
Contoh :  Bank Umum, Bank  Retail,  Bank  Devisa
2.      Peserta  tidak  langsung,  yaitu  :  bank-bank  yang  belum  terdaftar  sebagai  peserta  kliring  akan  tetapi  mengikuti  kegiatan  kliring  melaui  bank  yang  telah  terdaftar  sebagai  peserta  kliring.
Contoh :  Bank Perkreditan Rakyat
Sedangkan Pelaku Kliring secara lebih rinci terbagi menjadi.Pembayar (remitter), Bank Umum dimana terdiri dari:  Bank Pengirim (remitting bank), Bank Pembayar (paying bank) serta Penerima (payee)

Berikut skema dari Pelaku Kliring yang terdapat pada gambar dibawah ini :
                        
                          
                   Warkat atau  Nota kliring merupakan alat  atau  sarana  yang  digunakan  dalam  lalu lintas pembayaran  giral,  yaitu  surat  berharga  atau  surat  dagang  seperti   cek,  bilyet  giro,  wesel  bank  untuk  trasfer  atau  wesel  unjuk,  bukti-bukti  penerimaan  transfer  dari  bank-bank,  nota  kredit,  dan  surat-surat  lainnya  yang  disetujui  oleh  penyelenggara Bank Indonesia.
                 Jenis – jenis  warkat  kliring  :
                1. Warkat  debet  keluar  merupakan   warkat  bank  lain  yang  disetorkan  oleh  nasabah  sendiri  untuk  keuntungan  rekening  nasabah  yang  bersangkutan.
                2. Warkat  debet  masuk  merupakan  warkat  yang  diterima  oleh  suatu  bank  dari  bank  lain  melalui  BI atas  warkat  atau  cek  bank  sendiri  yang  ditarik  oleh  nasabah  sendiri  dan  atas  beban  nasabah  yang  bersangkutan.
                 3. Warkat  kredit  keluar merupakan  warkat  dari  nasabah  sendiri  untuk  disetorkan  kepada  nasabah  bank  lain  pada  bank  lain.   Bank  yang  menyerahkan  warkat  tersebut  akan  mengkreditkan  rekening  giro  BI  dan  mendebet  giro  nasabah.
                 4. Warkat  kredit  masuk merupakan warkat  yang  diterima  oleh  suatu  bank  untuk  keuntungan  rekening  nasabah  bank  tersebut.  

Transaksi Kliring
                        Kliring memiliki peranan penting dalam proses kelancaran system pembayaran moneter dan juga merupakan salah satu bagian dari pelayanan yang diberikan oleh suatu lembaga keuangan bank. Namun bagaimana bentuk implementasi manfaat dari sebuah kliring dapat dirasakan oleh pengguna jasa bank, berikut transaksi kliring yang terjadi dalam kehidupan nyatanya :

                Transaksi Kliring I :
                                      Berikut diilustrasikan Tn. Alvin merupakan nasabah dari Bank BCA  memiliki rekening giro memberikan Cek sebesar 50 Jt guna membeli suatu  barang  kepada Nn. Lia dimana merupakan nasabah dari Bank Mandiri yang memiliki tabungan. Guna mencairkan cek dari Tn. Alvin. Nn. Lia mengajukan cek tersebut kepada Bank Mandiri dan Bank Mandiri mengeluarkan Debet Nota untuk diajukan ke Bank Indonesia.  Kemudian Bank BCA menerima Debit Nota masuk dari Bank Indonesia.
                                         Tentu saja hal ini membuat  Bank Indonesia mendebet Rekening Koran Bank BCA sebesar 50 jt dan menkredit Bank Mandiri sebesar 50 jt. Sehingga  ini menyebabkan, Bagi Bank BCA mendebet Rekening Koran Tn. Alvin sebesar 50 jt dan menkredit Rekening Koran Bank Indonesia sebesar 50 jt. Sedangkan Bagi Bank Mandiri mendebet Rekening Koran Bank Indonesia sebesar 50 jt dan menkredit Tabungan Nn. Lia sebesar 50 jt.


                Transaksi Kliring II :


                                    Berikut diilustrasikan kembali dengan kondisi yang sebaliknya, Nn. Lia memiliki tabungan sebesar 50 Jt pada Bank Mandiri dan berniat untuk memberikan 30 juta kepada Tn. Alvin dimana memiliki rekening giro pada Bank BCA. Guna  dapat menerima uang sebesar 30 juta. Nn. Lia melalui Bank Mandiri mengeluarkan kredit nota ke Bank Indonesia. Kemudian Bank BCA menerima kredit nota masuk dari Bank Indonesia. Tentu saja hal ini membuat Bank Indonesia mendebet Rekening Koran pada Bank Mandiri sebesar 30 Juta dan menkredit Rekening Koran pada Bank BCA sebesar 30 Jt.
                                 Sehingga hal ini menyebabkan bagi Bank Mandiri mendebet Rekening Koran pada Bank Indonesia sebesar 30 juta dan menkredit Tabungan Nn. Lia sebesar 30 Jt. Sedangkan bagi Bank BCA mendebet Rekening Koran Tn. Alvin sebesar 30 Jt dan menkredit Rekening pada Bank Indonesia sebesar 30 Jt.

                Jenis-Jenis Kliring
                 Kliring terbagi jenis-jenis menjadi tiga macam yakni:
      1.    Kliring  umum,  adalah  sarana  perhitungan  warkat-warkat  antar  bank  yang  pelaksanaannya  diatur  oleh  BI.
      2.      Kliring  lokal  adalah   sarana  perhitungan  warkat-warkat  antar  bank  yang  berada  dalam  suatu  wilayah  kliring  (wilayah  yang  ditentukan).
     3.  Kliring  antar  cabang  adalah  sarana  perhitungan  warkat  antar  kantor  cabang  suatu  bank  peserta  yang  biasanya  berada  dalam  satu  wilayah  kota.  Kliring  ini  dilakukan  dengan  cara  mengumpulkan  seluruh  perhitungan  dari  sauatu  kantor  cabang  untuk  kantor  cabang  lainnya  yang  bersangkutan  pada  kantor  induk  yang  bersangkutan.
          Berikut bentuk mekanisme kliring yang terjadi antar wilayah :


Surya adalah pengguna jasa bank BRI di Jakarta. Ia ingin mentransfer sejumlah uang untuk Wati yang berada di Wonokromo dimana ia menggunakan jasa Bank BNI Surabaya. Berikut adalah proses atau mekanisme kliring yang terjadi. Seperti yang terlihat pada gambar diatas, tabungan awalnya didebet oleh bank BRI Jakarta. Kemudian, uang tersebut ditransfer ke BRI yang berada di Surabaya. Kemudian, melalui proses kliring ke BNI Surabaya, dan akhirnya uang tersebut ditransfer ke BNI Surabaya cabang Wonokromo untuk dimasukan ke rekening Wati. Sebagai catatan, uang tersebut harus ditransfer dahulu ke BRI Surabaya karena di Surabaya terdapat cabang Bank BNI Wonokromo. Intinya, bank harus mencari bank tujuannya yang berada di daerah yang sama agar proses kliring dapat berjalan.


               
                      Di dalam kondisi kedua ini, akan dibahas tentang kliring antar daerah. Berbeda dengan kondisi sebelumnya, kali ini Surya merupakan  pengguna jasa Bank Lippo Jakarta, sedangkan Wati tetap merupakan pengguna BNI Surabaya di Wonokromo. Sayangnya, di Indonesia tidak ada satupun lokasi yang didalamnya terdapat kedua bank ini. Oleh sebab itu, proses transfer harus menggunakan perantara lagi ketika Surya ingin mengirimkan uang kepada Wati.
                          Disini, dapat dilihat  bahwa mekanismenya hampir sama dengan kliring antar wilayah sebelumnya. Namun dapat dilihat, kali ini Bank Lippo Jakarta harus melewati proses kliring dahulu ke Bank BRI Jakarta. Kemudian, Bank BRI Jakarta mentransfernya ke Bank BRI Surabaya. Lalu, proses kliring dilakukan kembali dan tujuannya adalah BNI Surabaya. Setelah itu, baru BNI Surabaya mentransfer uangnya ke BPD Surabaya cabang Wonokromo, yang selanjutnya akan masuk ke giro atau tabungan Wati.


Kasus Kliring Kalah Menang

                           Sebelum Pertemuan Kliring I (Kliring Penyerahan), warkat kliring yang ada pada masing - masing Bank adalah sebagai berikut :

                  
                 Berikut Bagan Proses Kliring :


                   Pertemuan I merupakan dimana pertukaran kliring antar bank. 
               
                 Pertemuan II dimana merupakan penyerahan warkat yang ditolak.
                Jika tidak ada tolakan, maka hasilnya :
               
                 Jika ada tolakan cek Tn. Rinal 12 jt, maka hasilnya :

                   Hal ini menunjukkan bahwa Bank BCA menang Kliring dan Bank Mandiri Kalah Kliring. 
               Berikut Surat-surat dalam transaksi kliring dimana dapat menentukkan saldo pada Bank Indonesia maupun Bank itu sendiri.


                        Mengingat dalam aturan Bank Indonesia, setiap bank yang melakukan kliring harus memiliki simpanan deposit di Bank Indonesia minimal 2% dari deposito bank tersebut. Apabila sebuah bank mengalami kekalahan dalam kliring serta tidak dapat tidak dapat menutupi kekalahannya, maka akan terkena sangsi dari bank Indonesia. Oleh karena itu, agar tidak terkena sangsi akibat kekurangan likuiditas, bank tersebut dapat meminjam  uang dari bank lain yang disebut dengan “Call Money” dimana  merupakan kredit atau pinjaman yang harus segera dilunasi/dibayar apabila sudah ada tagihan atau panggilan dari pihak pemberi dana ( kreditor ). Jangka waktu kredit berkisar antara 1 hari sampai dengan 7 hari. Pemberian call money dapat berbentuk one day call money ( overnigh ) dimana harus dilunasi dalam 1 hari. Guna menghindari call money seyogyanya Bank yang mengalami kekalahan sebelumnya memiliki prinsip prudential yakni dengan mengalokasikan sebagian persentase dari jumlah depositnya menjadi Reserve Requirement dan sisanya menjadi Excess Reverse.


                       Sebagai kesimpulan, Kliring merupakan suatu  istilah dalam dunia bank dan keuangan menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut. Dimana memiliki peran yang sangat penting dalam mempengaruhi system pelayanan pembayaran moneter baik dalam sisi memajukan ataupun memperlancar lalu lintas pembayaran giral antar bank di seluruh Indonesia, Membantu perhitungan penyelesaian utang-piutang dapat dilaksanakan lebih mudah, aman dan efisien tanpa harus menggunakan uang tunai. 


Sumber Referensi  :
 [1]      Hamzah Maulana.2009. Optimalisasi Peran Dual Banking System Melalui Fungsi Strategis JUB Dalam Rangka Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan di Indonesia. Jurnal Ekonomi Islam Vol. III, No. 2, Desember 2009 : 197-221.http://fis.uii.ac.id/images/la-riba-vol3-no2-2009-06-hamzah.pdf. , diakses 01 Juli 2014.

[2]         Tanaya, Velliana. 2013. Peran dan Fungsi Lembaga Kliring Penjamin Dalam Transaksi Bursa Pasar Modal Indonesia. Universitas Pelita Harapan. http://djpp.kemenkumham.go.id/files/doc/2513_jl22013.pdf#page=101., diakses 01 Juli 2014.

[3]        Fitriani, Meilia Bernadeta.2010.Penerapan Pelayanan Prima Pada PT. Bank Tabungan Negara (PERSERO) Cabang Surakarta.Universitas Sebelas Maret. http://eprints.uns.ac.id/3416/1/161552508201003311.pdf ., diakses pada 01 Juli 2014.

[4]            Margianti, E.S. dan Budi Hermana.2011. Manajemen Dana Bank : Prinsip dan Regulasi di Indonesia.Jakarta : Penerbit Universitas Gunadarma.

[5]       Susilo, Y.Sri, Sigit Triandaru dan A. Totok Budi Santoso. 2000.Bank dan Lembaga Keuangan Lain.Jakarta: Salemba Empat

[6]           http://www.bi.go.id/id/sistempembayaran/edukasi/Pages/edukasi_SIKILAT.aspx

[7]            http://kamusbisnis.com/arti/call-money/

Kamis, 26 Juni 2014

Review Bank dan Lembaga Keuangan 2 : Penyaluran Dana pada Bank dan Pasar Modal

Noor Mutia -25212366
Universitas Gunadarma 

Arus perbankan di Indonesia dalam dasawarsa terakhir ini cenderung meningkat. Hadirnya berbagai lembaga keuangan formal yakni Bank maupun non-keuangan bank  yang beredar di publik seakan menjadi salah satu jawaban pasti bagi masyarakat dalam membutuhkan dana segar maupun dimana menyimpan dana mereka yang tepat. 
Alasannya sederhana seseorang menginginkan menabung ataupun meminjam dana di dalam sebuah lembaga keuangan Bank yaitu :
1. Tingkat permainan bunga yang cenderung menarik perhatian dan hasrat masyarakat untuk menabung (i)
2. Adanya rasa “aman” serta “trusted” serta “dana yang tersedia” (Double Coincidence) yang dirasakan oleh masyarakat kepada bank sehingga kecil tingkat risiko yang ditanggung masyarakat apabila terjadi hal yang tidak diingikan berhubungan dengan dana mereka investasikan di Bank
3. Serta alasan utamanya yakni untuk melakukan Investasi guna menambah capital or wealth bagi pihak bank maupun masyarakat dan dapat menambah kapasitas atau cash flows bagi pihak bank maupun masyarakat.
Ketika dana tersebut sudah terkumpul di Bank. Bank menghimpun dana masyarakat tersebut menjadi Source of Funds yang terdiri dari Tabungan, Giro, serta Deposito.
Serta menyalurkan dana tersebut menjadi Use of Funds yakni terdiri dari kredit baik dalam bentuk credit card, Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), maupun Kredit Tanpa Agunan (KTA).
Skema tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah berikut ini :


Dari, hasil kegiatan apa yang dilakukan oleh Bank kini kita dapat memiliki pemahaman akan bank secara esensinya.
1. Bank merupakan Badan usaha menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dalam bentuk-bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
2. Bank untuk dapat Going Concern harus memperoleh Interest Spread dimana Use of Funds yang disalurkan kepada masyarakat oleh bank memberikan tingkat bunga setinggi mungkin (i1) hingga dapat menguntungkan bagi bank dibandingkan dengan Source of Funds yang dihimpun oleh bank dari masyarakat dengan tingkat bunga serendah mungkin hingga dapat menguntungkan pula bagi bank (i2)

 



Lalu bagaimana dengan Lembaga Keuangan Non-Bank ?
Salah satu Lembaga Keuangan Non-Bank yang kini kian marak di geluti oleh masyarakat dalam Investasi yakni Pasar Modal.
Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang dapat diperjualbelikan yakni dapat berupa surat utang (obligasi) , ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya.
Pasar modal untuk dapat Going Concern memberikan tingkat bunga (i3) lebih kecil dari Use of Funds (i2) lebih besar dari Source of Funds (i1)

 



Pelaku instrument keuangan saham mengharapkan keutungan yang biasa disebut Dividen.
Dividen ini dapat diperoleh laba bersih dikurangi laba yang ditahan dikurangi bonus dibagi dengan jumlah saham yang beredar.
Dividen = [Laba Bersih – Laba yang ditahan] – Bonus / ∑ Jumlah saham yang beredar
Contijency Theory dapat terjadi apabila adanya konflik antara pihak owner dengan pihak manajemen. Contijency berhubungan dengan pembagian retained earnings yang diakan didapatkan untuk owner serta bonus yang didapatkan untuk pihak manajemen.
Untuk dapat lebih memahami bagaimana kegiatan pasar modal. Berikut mekanisme transaksi Instrumen Keuangan Saham :


Misalnya : diasumsikan Perusahaan A dan Perusahaan B sebagai bagian dari pelaku pasar modal, anggota bursa. Perusahaan A merupakan kreditor yang memiliki dana lebih dan Perusahaan B merupakan debitor yakni pihak yang sedang membutuhkan dana. Keduanya bekerja sama menjalankan kegiatan usaha dalam pasar modal yakni saham dimana si B mengharapkan keuntungan berupa deviden, Dividen  merupakan pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki pada perusahaan A.
Kondisi Pertama :
Ketika di Bursa Efek Indonesia, tanggal 26 Juni 2014 pukul 11.00 AM Perusahaan A melakukan penawaran Jual saham perusahaan mereka sebesar Rp 10.000/ Lembar dan Si B melakukan transaksi pembelian saham A pada harga tersebut dan pukul 14.00 PM harga saham perusahaan A naik  berada pada Rp. 11.000/ Lembar hal ini menunjukkan Potential Gain bagi Perusahaan B sebesar Rp. 1.000/ Lembar. Namun apabila BEI sudah melakukan sesi penutupan. Secara riil hal ini memberikan Capital Gain Bagi Perusahaan B dari transaksi short-selling sebesar Rp. 1.000/ Lembar
Kondisi Kedua :
Ketika di Bursa Efek Indonesia, tanggal 26 Juni 2014 Perusahaan B mengharapkan keuntungan dari hasil pembelian saham sebesar Rp. 1.500/ Lembar. pukul 16.00 AM harga saham perusahaan A sebesar Rp. 9.500/Lembar, hal ini menunjukkan Potential Loss bagi Perusahaan B sebesar Rp. 500/Lembar dikarenakan adanya Potential Loss Perusahaan A melakukan salah satu strategi trading yakni Hedging yaitu “membatasi” ataupun “melindungi” dana trader dari fluktuasi nilai tukar mata uang yang tidak menguntungkan. Hedging memberi kesempatan bagi trader untuk melindungi diri dari kemungkinan rugi (loss) meski ia tengah melakukan transaksi.
Tanggal 27 Juni 2014, Ketika melakukan sesi pembukaan harga saham A mengalami penurunan lagi sebesar Rp. 9.200/Lembar hal ini menjadikan secara riil Perusahaan B mengalami Capital Loss sebesar Rp. 800/Lembar.
Oleh karena itu dalam melakukan Investasi saham terdapat banyak hal yang perlu perhatikan bagi seorang Investor agar tidak mengalami “Capital Loss” yakni :
1.      Teknik Analisis, Investor memperhatikan dan menganalisa fluktuasi harga saham yang membentuk trend sebab fluktuasi harga saham terjadi dipengaruhi oleh suatu “event” misalnya Pemilu, Inflasi yang tejadi ketika masa bulan ramadhan sebab ketika salah satu event tersebut muncul hal ini dapat memberikan respon pada pasar harga saham baik mengalami kenaikan secara terus menerus ataupun sebaliknya
2.      Analisis Fundamental, Investor menganalisis berbagai factor yang berhubungan dengan saham yang telah dipilih melalui historical perusahaan, track record harga perusahaan tersebut.
3.      Di dampingi oleh pialang saham (Broker), disinilah salah satu strategi cukup ampuh dalam investasi saham sebab  mayoritas investor tidak memiliki waktu untuk terus mengikuti perkembangan pasar modal dan juga para investor mayoritas tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk melakukan keputusan-keputusan investasi yang baik. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya capital loss akibat ketidaktepatannya Investor dalam melakukan teknik analisis. Pialang dapat memberikan “nasihat-nasihat” investasi atau Insider Information serta memantau perkembangan efek yang dibeli atau dimiliki oleh sang investor, sehingga dapat memberitahukan kapan waktu yang tepat untuk membeli atau menjual efek tertentu dan capital loss pun dapat terhindarkan.

Sebagai sebuah kesimpulan, Antara Lembaga Keuangan Bank dengan Lembaga Keuangan Non-Bank yakni pasar modal meskipun berbeda jenisnya Masing-masing memiliki tujuan yang sama yakni ingin meningkatkan taraf hiduf hidup masyarakat dan  masyarakat cenderung akan melakukan  transaksi yang dapat menguntungkan dirinya yakni apabila tingkat bunga bank lebih tinggi dibandingkan tingkat bunga investasi, masyarakat lebih melakukan menabung.

Referensi :
http://www.idx.co.id/id-id/beranda/informasi/bagiinvestor/pengantarpasarmodal.aspx 




Noor Mutia -25212366
Universitas Gunadarma 

Arus perbankan di Indonesia dalam dasawarsa terakhir ini cenderung meningkat. Hadirnya berbagai lembaga keuangan formal yakni Bank maupun non-keuangan bank  yang beredar di publik seakan menjadi salah satu jawaban pasti bagi masyarakat dalam membutuhkan dana segar maupun dimana menyimpan dana mereka yang tepat. 
Alasannya sederhana seseorang menginginkan menabung ataupun meminjam dana di dalam sebuah lembaga keuangan Bank yaitu :
1. Tingkat permainan bunga yang cenderung menarik perhatian dan hasrat masyarakat untuk menabung (i)
2. Adanya rasa “aman” serta “trusted” serta “dana yang tersedia” (Double Coincidence) yang dirasakan oleh masyarakat kepada bank sehingga kecil tingkat risiko yang ditanggung masyarakat apabila terjadi hal yang tidak diingikan berhubungan dengan dana mereka investasikan di Bank
3. Serta alasan utamanya yakni untuk melakukan Investasi guna menambah capital or wealth bagi pihak bank maupun masyarakat dan dapat menambah kapasitas atau cash flows bagi pihak bank maupun masyarakat.
Ketika dana tersebut sudah terkumpul di Bank. Bank menghimpun dana masyarakat tersebut menjadi Source of Funds yang terdiri dari Tabungan, Giro, serta Deposito.
Serta menyalurkan dana tersebut menjadi Use of Funds yakni terdiri dari kredit baik dalam bentuk credit card, Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), maupun Kredit Tanpa Agunan (KTA).
Skema tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah berikut ini :


Dari, hasil kegiatan apa yang dilakukan oleh Bank kini kita dapat memiliki pemahaman akan bank secara esensinya.
1. Bank merupakan Badan usaha menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dalam bentuk-bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
2. Bank untuk dapat Going Concern harus memperoleh Interest Spread dimana Use of Funds yang disalurkan kepada masyarakat oleh bank memberikan tingkat bunga setinggi mungkin (i1) hingga dapat menguntungkan bagi bank dibandingkan dengan Source of Funds yang dihimpun oleh bank dari masyarakat dengan tingkat bunga serendah mungkin hingga dapat menguntungkan pula bagi bank (i2)

 



Lalu bagaimana dengan Lembaga Keuangan Non-Bank ?
Salah satu Lembaga Keuangan Non-Bank yang kini kian marak di geluti oleh masyarakat dalam Investasi yakni Pasar Modal.
Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang dapat diperjualbelikan yakni dapat berupa surat utang (obligasi) , ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya.
Pasar modal untuk dapat Going Concern memberikan tingkat bunga (i3) lebih kecil dari Use of Funds (i2) lebih besar dari Source of Funds (i1)

 



Pelaku instrument keuangan saham mengharapkan keutungan yang biasa disebut Dividen.
Dividen ini dapat diperoleh laba bersih dikurangi laba yang ditahan dikurangi bonus dibagi dengan jumlah saham yang beredar.
Dividen = [Laba Bersih – Laba yang ditahan] – Bonus / ∑ Jumlah saham yang beredar
Contijency Theory dapat terjadi apabila adanya konflik antara pihak owner dengan pihak manajemen. Contijency berhubungan dengan pembagian retained earnings yang diakan didapatkan untuk owner serta bonus yang didapatkan untuk pihak manajemen.
Untuk dapat lebih memahami bagaimana kegiatan pasar modal. Berikut mekanisme transaksi Instrumen Keuangan Saham :


Misalnya : diasumsikan Perusahaan A dan Perusahaan B sebagai bagian dari pelaku pasar modal, anggota bursa. Perusahaan A merupakan kreditor yang memiliki dana lebih dan Perusahaan B merupakan debitor yakni pihak yang sedang membutuhkan dana. Keduanya bekerja sama menjalankan kegiatan usaha dalam pasar modal yakni saham dimana si B mengharapkan keuntungan berupa deviden, Dividen  merupakan pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki pada perusahaan A.
Kondisi Pertama :
Ketika di Bursa Efek Indonesia, tanggal 26 Juni 2014 pukul 11.00 AM Perusahaan A melakukan penawaran Jual saham perusahaan mereka sebesar Rp 10.000/ Lembar dan Si B melakukan transaksi pembelian saham A pada harga tersebut dan pukul 14.00 PM harga saham perusahaan A naik  berada pada Rp. 11.000/ Lembar hal ini menunjukkan Potential Gain bagi Perusahaan B sebesar Rp. 1.000/ Lembar. Namun apabila BEI sudah melakukan sesi penutupan. Secara riil hal ini memberikan Capital Gain Bagi Perusahaan B dari transaksi short-selling sebesar Rp. 1.000/ Lembar
Kondisi Kedua :
Ketika di Bursa Efek Indonesia, tanggal 26 Juni 2014 Perusahaan B mengharapkan keuntungan dari hasil pembelian saham sebesar Rp. 1.500/ Lembar. pukul 16.00 AM harga saham perusahaan A sebesar Rp. 9.500/Lembar, hal ini menunjukkan Potential Loss bagi Perusahaan B sebesar Rp. 500/Lembar dikarenakan adanya Potential Loss Perusahaan A melakukan salah satu strategi trading yakni Hedging yaitu “membatasi” ataupun “melindungi” dana trader dari fluktuasi nilai tukar mata uang yang tidak menguntungkan. Hedging memberi kesempatan bagi trader untuk melindungi diri dari kemungkinan rugi (loss) meski ia tengah melakukan transaksi.
Tanggal 27 Juni 2014, Ketika melakukan sesi pembukaan harga saham A mengalami penurunan lagi sebesar Rp. 9.200/Lembar hal ini menjadikan secara riil Perusahaan B mengalami Capital Loss sebesar Rp. 800/Lembar.
Oleh karena itu dalam melakukan Investasi saham terdapat banyak hal yang perlu perhatikan bagi seorang Investor agar tidak mengalami “Capital Loss” yakni :
1.      Teknik Analisis, Investor memperhatikan dan menganalisa fluktuasi harga saham yang membentuk trend sebab fluktuasi harga saham terjadi dipengaruhi oleh suatu “event” misalnya Pemilu, Inflasi yang tejadi ketika masa bulan ramadhan sebab ketika salah satu event tersebut muncul hal ini dapat memberikan respon pada pasar harga saham baik mengalami kenaikan secara terus menerus ataupun sebaliknya
2.      Analisis Fundamental, Investor menganalisis berbagai factor yang berhubungan dengan saham yang telah dipilih melalui historical perusahaan, track record harga perusahaan tersebut.
3.      Di dampingi oleh pialang saham (Broker), disinilah salah satu strategi cukup ampuh dalam investasi saham sebab  mayoritas investor tidak memiliki waktu untuk terus mengikuti perkembangan pasar modal dan juga para investor mayoritas tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk melakukan keputusan-keputusan investasi yang baik. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya capital loss akibat ketidaktepatannya Investor dalam melakukan teknik analisis. Pialang dapat memberikan “nasihat-nasihat” investasi atau Insider Information serta memantau perkembangan efek yang dibeli atau dimiliki oleh sang investor, sehingga dapat memberitahukan kapan waktu yang tepat untuk membeli atau menjual efek tertentu dan capital loss pun dapat terhindarkan.

Sebagai sebuah kesimpulan, Antara Lembaga Keuangan Bank dengan Lembaga Keuangan Non-Bank yakni pasar modal meskipun berbeda jenisnya Masing-masing memiliki tujuan yang sama yakni ingin meningkatkan taraf hiduf hidup masyarakat dan  masyarakat cenderung akan melakukan  transaksi yang dapat menguntungkan dirinya yakni apabila tingkat bunga bank lebih tinggi dibandingkan tingkat bunga investasi, masyarakat lebih melakukan menabung.

Referensi :
http://www.idx.co.id/id-id/beranda/informasi/bagiinvestor/pengantarpasarmodal.aspx 




 
Noor Mutia Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template