Makalah Tugas Akhir
Teori Ekonomi 1
Teori Ekonomi 1
Disusun Oleh:
1. Anyssa Riyan Puteri (21212010)
2. Dini Labibah (22212196)
3. Eka Vidiaztuti Untari (22212420)
4. Noor Mutia (25212366)
5. Trisna Nugraha Pamungkas (27212481)
Laporan
yang Disusun untuk Memenuhi Tugas Teori Ekonomi 1 mengenai Analisis Pengaruh Elastisitas Harga
terhadap Penawaran dan Permintaan Barang Primer
Dosen:
Dr. Prihantoro
Dr. Prihantoro
SMAK’6
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2013
Pengaruh Elastisitas Harga terhadap Penawaran dan Permintaan Barang Primer
Dalam ilmu ekonomi, elastisitas adalah
perbandingan perubahan proporsional dari sebuah variabel dengan perubahan
variable lainnya. Dengan kata lain, elastisitas mengukur seberapa besar besar
kepekaan atau reaksi konsumen terhadap perubahan harga.
Secara spesifik,
elastisitas adalah suatu bilangan yang menunjukkan presentase perubahan yang
tejadi pada satu variable sebagai reaksi atas setiap satu persen kenaikan pada variable lain. Misalnya, elastisitas
permintaan Karen harga (price elasticity of demand) mengukur kepekaan jumlah
permintaan karena perubahan-perubahan harga. Elastisitas permintaan tersebut
menunjukkan persentase perubaha yang terjadi dalam jumlah permintaan untuk
suatu barang yang akan diikuti dengan setiap kenaikan sebesar satu persen pada harga barang tersebut.
Elastisitas permintaan
karena harga secara lebih rinci dapat dinyatakan dalam sebuah persamaan. Dengan
menyatakan jumlah dan harga masing-masing dengan Q dan P, maka elastisitas
permintaan karena harga dapat dinyatakan sebagai berikut.
Dimana (%D∆Q) berarti “persentase
perubahan pada Q” dan (%D∆P) berarti “persentase perubahan pada P”. Secara
umum, elastisitas permintaan karena harga dapat dinyatakan sebagai berikut.
Dimana:
Ep = Elastisitas harga permintaan
∆Q = Perubahan
barang yang diminta
∆P = Perubahan harga
P = Harga barang
Q = Jumlah barang yang diminta
Elastisitas permintaan karena harga
biasanya merupakan bilangan yang negative. Jika harga suatu barang naik, maka
permintaan akan turun. Apabila elastisitas harga (price elastic) lebih dari
satu (Ep>1) dapat dikatakan permintaan itu elastis terhadap harga, karena penurunan presentase jumlah
permintaan lebih besar daripada peningkatan presentase harga. Jika besar
elastisitas harga kurang dari satu (Ep<1), permintaan itu dikatakan inelastic/tidak elastis terhadap harga.
Ini terjadi ketika perubahan permintaan (dalam presentase) lebih kecil daripada
perubahan harga. Jika besar elastisitas sama dengan satu (Ep=1), itu merupakan
elastisitas unitary/elastisitas
tunggal. Hal ini terjadi apabila harga naik 10%, maka permintaan barang akan
turun 10% juga. Apabila elastisitas permintaan sama dengan nol (Ep=0),
merupakan inelastic sempurna. Hal itu
terjadi ketika berapapun harga suatu barang, orang akan tetap membeli jumlah
yang dibutuhkan, contohnya garam. Selanjutya, apabila elastisitas permintaan
sama dengan tak terhingga (Ep=∞), permitaan itu dikatakan sebagai elasitis tak terhingga. Ini terjadi
ketika perubahan harga sedikit saja menyebabkan perbahan permintaan tak
terbilang besarnya.
Berkaitan dengan komoditi barang
kebutuhan primer, elastisitas yang berlaku adalah ketika elastisitas permintaan
kurang dari satu (Ep<1) atau keadaan inelastic.
Mengapa demikian? Seperti dijelaskan sebelumnya, keadaan inelastic terjadi ketika perubahan
permintaan (dalam presentase) lebih kecil daripada perubahan harga. Sebagai Contoh, permintaan tidak elastis ini dapat dilihat
diantaranya pada produk kebutuhan. Misalnya beras, meskipun harganya naik,
orang akan tetap membutuhkan konsumsi beras sebagai makanan pokok. Karenanya,
meskipun mungkin dapat dihemat penggunaannya, namun cenderung tidakakan sebesar
kenaikan harga yang terjadi. Sebaliknya pula, jika harga beras turun konsumen
tidak akan menambah konsumsinya sebesar penurunan harga. Ini karena konsumsi
beras memiliki keterbatasan (misalnya rasa kenyang). Contoh lainnya yang
sejenis adalah bensin. Jika harga bensin naik, tingkat penurunan penggunaannya
biasanya tidak sebesar tingkat kenaikan harganya. Ini karena kita tetap
membutuhkan bensin untuk bepergian. Sama halnya, ketika harganya turun, kita
juga tidak mungkin bepergian terus menerus demi menikmati penurunan harga
tersebut. Karakteristik produk yang seperti ini mengakibatkan permintaan
menjadi tidak elastis.
Jika digambar dalam bentuk grafik, akan
terlihat sebagai berikut.
Mula-mula pada harga P1, jumlah
barang yang diminta adalah Q1. Dengan demikian tercipta titik
keseimbangan pada A. Ketika harga berubah dari P1 ke P2
sebesar Px, maka barang yang diminta
berubah dari Q1 ke Q2 sejumlah Qx
dan titik keseimbangan bergeser dari A ke B. Dengan demikian, terlihat bahwa
pergeseran Qx lebih kesil dari Px.
Jika dilihat dari sisi penawaran.
Sama halnya dengan sisi permintaan, apabila harga berubah, maka besar perubahan
penawaran tidak sebesar perubahan harga. Dengan demikian, dapat disimpulan
bahwa ketika terjadi perubahan harga pada komoditi barang primer akan
menimbulkan perubahan baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran.
Akan tetapi, besar perubahan sisi permintaan ataupun penawaran tidak sebesar
perubahan harga.
Faktor Penentu
Elastisitas Perintaan
1. Produk
substitusi
Semakin banyak produk pengganti
(substitusi), permintaan akan semakin elastis. Hal ini dikarenakan konsumen
dapat dengan mudah berpindah ke produk substitusi jika terjadi kenaikan harga,
sehingga permintaan akan produk akan sangat sensitif terhadap perubahan harga.
2. Prosentase
pendapatan yang dibelanjakan
Semakin tinggi bagian pendapatan yang
digunakan untuk membelanjakan produk tersebut, maka permintaan semakin elastis.
Produk yang harganya mahal akan membebani konsumen ketika harganya naik,
sehingga konsumen akan mengurangi permintaannya. Sebaliknya pada produk yang
harganya murah.
3. Produk
mewah versus kebutuhan
Permintaan akan produk kebutuhan
cenderung tidak elastis, dimana konsumen sangat membutuhkan produk tersebut dan
mungkin sulit mencari substitusinya. Akibatnya, kenaikan harga cenderung tidak
menurunkan permintaan. Sebaliknya, permintaan akan produk mewah cenderung
elastis, dimana barang mewah bukanlah sebuah kebutuhan dan substitusinya lebih
mudah dicari. Akibatnya, kenaikan harga akan menurunkan permintaan.
4. Jangka
waktu permintaan dianalisis
Semakin lama jangka waktu permintaan
dianalisis, semakin elastis permintaan akan suatu produk. Dalam jangka pendek,
kenaikan harga yang terjadi di pasar mungkin belum disadari oleh konsumen,
sehingga mereka tetap membeli produk yang biasa dikonsumsi. Dalam jangka
panjang, konsumen telah menyadari kenaikan harga, sehingga mereka akan pindah
ke produk substitusi yang tersedia. Selain itu, dalam jangka panjang kualitas
dan desain produk juga berubah, sehingga lebih mudah menyebabkan konsumen
pindah ke produk lain.
_________________________________________________________________________________
Referensi:
- Rahardja, Pratama dan Mandala, Manurung.
Pengantar Ilmu Ekonomi, edisi ketiga.
Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2008.
-
Sukirno, Sadono. Mikro Ekonomi, edisi ketiga. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.
-
Pindyck, Robert. Mikroekonomi, edisi keenam Jilid 1. Jakarta: Indeks, 2007.
===================================================================
===================================================================
Analisis Pengaruh Elastisitas Harga pada Kurva Supply & Demand Produk Sekunder
Berbicara tentang elastisitas sangat lebih dikenal dalam ilmu matematika & ilmu fisika. Namun seiring berkembangnya zaman, ilmu ekonomi pun menggunakan elastisitas untuk mengukur pengaruh berapa persen satu variabel akan berubah, bila satu variabel lain berubah satu persen?. Analisis ini disebut analisis sensitivitas atau elastisitas. Konsep elastisitas ini digunakan untuk meramalkan apa yang akan barang/jasa dinaikkan. Angka elastisitas (koefisien elastisitas) adalah bilangan yang menunjukkan berapa persen satu variabel tak bebas akan berubah, sebagai reaksi karena satu variabel lain (variabel bebas) berubah satu persen.
Pada analisis kali ini, kelompok kami akan membahas tentang pengaruh elastisitas harga terhadap pemintaan & penawaran produk sekunder. Sebelum kita membahas lebih jauh, kami akan menjelaskan mengenai Elastisitas Harga itu sendiri. Definisi Elastisitas Harga adalah elastisitas mengukur berapa persen permintaan terhadap suatu barang berubah bila harganya berubah sebesar satu persen. Berikut rumus Elastisitas Harga (Price Elasticity of Demand) :
Berikut macam-macam angka elastisitas harga :
1. Inelastis (Ep < 1)
Perubahan permintaan (dalam persentase) lebih kecil daripada perubahaan harga. Kalau harga naik sebesar 10%, menyebabkan permintaan turun sebesar 5-6%. Artinya, walaupun harga naik sudah cukup besar, namun permintaan akan barang tersebut juga tidak berkurang terlalu banyak (tidak terlalu signifikan). Contoh barang yang memiliki permintaan inelastic adalah permintaan barang pokok seperti beras, minyak dll.
2. Elastis (Ep > 1)
Permintaan terhadap suatu barang dikatakan elastis bila perubahan harga suatu barang menyebabkan perubahan permintaan yang besar. Misalnya,bila harga turun 10% menyebabkan naik 20% . karena itu nilai EP lebih besar dari satu. Barang mewah seperti mobil umumnya permintaannya elastis.
3. Elastis Uniter (Ep = 1)
Adalah ini merupakan tingkat yang paling tinggi dari kemungkinan elastisitas, dimana respon yang paling besar dari jumlah barang yang diminta terhadap harga, artinya jika harga naik 10%, permintaan barang turun 10% juga.
4. Inelastis Sempurna (Ep = 0)
Kebalikan dari Inelastis Sempurna, tingkat paling rendah dari elastisitas, dimana respon yang jumlah permintaan barang terhadap perubahan harga adalah sangat kecil, artinya berapapun harga suatu barang, orang akan tetap membeli jumlah yang dibutuhkan.
5.Elastisitas tak terhingga (Ep = oo)
Perubahan harga sedikit saja menyebabkan perubahan permintaan tak terbilang besarnya. Elastisitas semacam ini jarang terjadi pada kehidupan bisnis.
Setelah membahas secara detail, pada paragraph selanjutnya kita akan membahas tentang factor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap permintaan barang sekunder :
- Tersedia atau tidaknya barang pengganti di pasar.
- Jumlah pengguna atau tingkat kebutuhan dari barang tersebut
- Proporsi kenaikan harga terhadap pendapatan konsumen
- Periode waktu yang tersedia untuk menyesuaikan terhadap perubahan harga /periode waktu penggunaan barang tersebut.
Selanjutnya, setelah mengetahui factor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap barang sekunder, kita akan membahas factor-faktor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap penawaran barang sekunder :
- Jenis Produk
- Sifat Perubahan Biaya Produksi
- Jangka waktu
Kesimpulan tentang analisis diatas bahwa pengaruh elastisitas harga pada permintaan barang sekunder akan mengalami kurva yang elastis (Ep > 1) sebab orang akan tetap cenderung membeli karena barang tersebut biasanya merupakan bahan pelengkap atau cenderung hamper bisa disebut juga barang sekunder bagi sebagian orang, contohnya : televisi, motor, handphone dll. Sama halnya dengan permintaan, pengaruh elastisitas harga terhadap penawaran barang sekunder cenderung elastis, (Ep > 1). Hal ini terjadi disebabkan bahwa jika perusahaan ingin memasarkan produk sekunder mereka akan memilih mengeluarkan biaya tambahan untuk pemasaran yang tidak terlalu besar agar harga yang dilepas ke pasaran dapat bersaing dengan harga dari produk lain.
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
Sumber :
- Buku Teori Ekonomi Mikro, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
- http://dhanidhani.wordpress.com/2011/10/13/pendahuluan-perilaku-konsumen/
- Buku Teori Ekonomi Mikro, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
- http://dhanidhani.wordpress.com/2011/10/13/pendahuluan-perilaku-konsumen/
- http://abdelhafiz93.blogspot.com/
===================================================================
===================================================================
Analisis Pengaruh Elastisitas Harga pada Kurva Supply & Demand Produk Tersier
Pada analisis kali ini, kelompok kami akan membahas tentang pengaruh elastisitas harga terhadap pemintaan & penawaran produk tersier. Sebelum kita membahas lebih jauh, kami akan menjelaskan mengenai Elastisitas Harga itu sendiri. Definisi Elastisitas Harga adalah elastisitas mengukur berapa persen permintaan terhadap suatu barang berubah bila harganya berubah sebesar satu persen. Berikut rumus Elastisitas Harga (Price Elasticity of Demand) :
Berikut macam-macam angka elastisitas harga :
1. Inelastis (Ep < 1)
Perubahan permintaan (dalam persentase) lebih kecil daripada perubahaan harga. Kalau harga naik sebesar 10%, menyebabkan permintaan turun sebesar 5-6%. Artinya, walaupun harga naik sudah cukup besar, namun permintaan akan barang tersebut juga tidak berkurang terlalu banyak (tidak terlalu signifikan). Contoh barang yang memiliki permintaan inelastic adalah permintaan barang pokok seperti beras, minyak dll.
2. Elastis (Ep > 1)
Permintaan terhadap suatu barang dikatakan elastis bila perubahan harga suatu barang menyebabkan perubahan permintaan yang besar. Misalnya,bila harga turun 10% menyebabkan naik 20% . karena itu nilai EP lebih besar dari satu. Barang mewah seperti mobil umumnya permintaannya elastis.
3. Elastis Uniter (Ep = 1)
Adalah ini merupakan tingkat yang paling tinggi dari kemungkinan elastisitas, dimana respon yang paling besar dari jumlah barang yang diminta terhadap harga, artinya jika harga naik 10%, permintaan barang turun 10% juga.
4. Inelastis Sempurna (Ep = 0)
Kebalikan dari Inelastis Sempurna, tingkat paling rendah dari elastisitas, dimana respon yang jumlah permintaan barang terhadap perubahan harga adalah sangat kecil, artinya berapapun harga suatu barang, orang akan tetap membeli jumlah yang dibutuhkan.
5. Elastisitas tak terhingga (Ep = oo )
Perubahan harga sedikit saja menyebabkan perubahan permintaan tak terbilang besarnya.
Setelah membahas secara detail, pada paragraph selanjutnya kita akan membahas tentang factor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap permintaan barang tersier :
- Tersedia atau tidaknya barang pengganti di pasar
- Jumlah pengguna atau tingkat kebutuhan dari barang tersebut
- Proporsi kenaikan harga terhadap pendapatan konsumen
- Periode waktu yang tersedia untuk menyesuaikan terhadap perubahan harga /periode waktu penggunaan barang tersebut.
Selanjutnya, setelah mengetahui factor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap barang sekunder, kita akan membahas factor-faktor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap penawaran barang tersier :
- Jenis Produk
- Sifat Perubahan Biaya Produksi
- Jangka waktu
Kesimpulan tentang analisis diatas bahwa pengaruh elastisitas harga pada permintaan barang tersier akan mengalami kurva yang elastis (Ep > 1) sebab orang akan tetap cenderung membeli karena barang tersebut biasanya orang tersebut sudah memenuhi kebutuhan hidupnya seperti kebutuhan primer dan sekunder, sehingga dia akan membeli produk tersier sebagai pengalihan kekayaannya (investasi). Ada 2 motivasi seseorang membuat permintaan terhadap barang tersier, yaitu karena memang unuk keperluan pribadi, seperti mobil pribadi, serta yang kedua karena lingkungan social seseorang sehingga orang tersebut harus membeli barang tersier tersebut untuk menambah gengsi orang tersebut.
Berbeda halnya dengan permintaan, pengaruh elastisitas harga terhadap penawaran barang tersier cenderung Inelastis, (Ep < 1). Hal ini terjadi disebabkan produk tersier memiliki biaya pemasaran yang mahal dan biasanya peusahaan akan memasarkan produknya melalui televisi atau pertemuan secara ekslusif agar pembeli merasa bahwa produk tersebut sangat special sehingga pembeli yang notabene orang kaya akan tertarik untuk membeli produk tersier untuk menambah gensi seseorang.
_____________________________________________________________________
_____________________________________________________________________
Sumber :
- Buku Teori Ekonomi Mikro, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
- http://dhanidhani.wordpress.com/2011/10/13/pendahuluan-perilaku-konsumen/
- http://dhanidhani.wordpress.com/2011/10/13/pendahuluan-perilaku-konsumen/
- http://abdelhafiz93.blogspot.com/
===================================================================
===================================================================
ANALISIS PENGARUH
PEMBATASAN SUBSIDI BBM TERHADAP M1 & M2 SERTA INCOME PERKAPITA
Subsidi harga BBM
(Bahan Bakar Minyak) dihitung sebagai selisih antara penjualan dalam negeri
produk BBM dengan komponen biaya pokok pengadaan
BBM.
Komponen biaya pokok tersebut, yaitu:
(1)
biaya pengadaan minyak mentah dan bahan baku lain,
(2)
biaya pembelian produk BBM,
(3)
biaya operasi pengadaan dan distribusi BBM,
(4)
biaya operasional, dan
(5)
faktor pengurang nilai produk BBM.
Sedangkan
biaya operasional dibedakan ke dalam tujuh komponen, yaitu:
1. biaya
pengolahan dan fee,
2. biaya
angkutan laut,
3. biaya
distribusi dan fee,
4. biaya
overhead,
5. bunga,
6. depresiasi,
dan
7. perubahan
persediaan.
Pada Maret
2013 Indonesia kembali mengeluarkan kebijakan yang tidak populer, yaitu akan
menaikkan harga BBM premium dan solar. Keputusan ini diambil karena harga BBM
internasional trendnya selalu naik. Akan tetapi, harga minyak Indonesia
mencapai US$ 107,42 per barel. Ini berarti turun US$ 7,44 per barel dari US$
114,86 pada bulan Februari 2013. Sedangkan harga tukar rupiah adalah Rp 9700/1
USD. Sebab besarnya subsidi harga BBM juga bergantung
nilai tukar rupiah yang digunakan.
Beban
anggaran subsidi harga BBM ini telah diputuskan oleh pemerintah
untuk dikurangi secara bertahap. Beberapa alasan dapat dikemukakan.
Pertama, dalam jangka pendek, subsidi harga BBM menimbulkan meluasnya
gejala moral hazard. Ini antara lain ditunjukkan oleh praktek penyelundupan
BBM ke luar negeri, mengalirnya BBM bersubsidi ke non-targeted consumers
serta
penggunaan BBM oleh industri dan masyarakat secara tidak efisien (over
consumption). Kedua, dalam jangka panjang, subsidi
harga BBM dapat mendorong berkembangnya industri
dalam negeri yang rapuh dan vulnerable terhadap kenaikan
harga BBM.
Kebijakan
pengurangan anggaran subsidi harga BBM ini menimbulkan pandangan
pro dan kontra dalam masyarakat. Bahkan dari kalangan anggota DPR dan BI. Sebab
pengurangan subsidi BBM otomatis akan membuat harga BBM naik. Permasalahan yang
dihawatirkan mayoritas kalangan akan terjadi sebagai dampak kenaikan harga BBM
adalah:
1.
Tingkat kemiskinan Negara
Indonesia akan meningkat, karena apabila pemerintah memang benar – benar
memberlakukan kebijakan tersebut dapat di pastikan akan lebih banyak angkatan
kerja yang kehilangan pekerjaan ( PHK ) dan makin banyak pengangguran di
Indonesia.
2.
Harga bahan pokok seperti
beras, gula, cabe, garam, dan lain – lain akan naik drastis.
3.
Tingkat Kriminalitas
bertambah, di karenakan masyarakat kecil yang terdesak dan bingung bagaimana
cara mereka memperoleh makanan sedangkan harga makanan naik, lalu mereka akan
melakukan tindakan kriminal.
4.
Akan terjadi banyak
kerusuhan, dapat di pastikan kembali semua golongan akan menolak kebijakan
pemerintah ini. Maka golongan – golongan tersebut seperti mahasiswa ormas – ormas
masa, serikat – serikat rakyat akan mengadakan demo agar aspirasi mereka untuk
masalah bbm ini dapat di perbaiki. Aksi demonstrasi ini terkadang disusupi pula
oleh kepentingan politik tertentu.
Permasalahan lainnya, kenaikan BBM ini
akan menyebabkan uang yang beredar di masyarakat menjadi semakin banyak. Karena
walaupun harga nya yang melambung tinggi, namun masyarakat akan tetap
membelinya sebab BBM merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Meningkatnya
peredaran uang di masyarakat, biasanya menyebabkan inflasi yang tinggi. Inflasi
ini lah penyebab tingkat kemiskinan semakin tinggi.
Jenis-Jenis Uang Beredar
di Indonesia terdiri dari DUA macam
:
1.
Uang beredar dalam arti sempit (M1) yaitu kewajiban sistem moneter
(bank sentral dan bank umum) terhadap sektor swasta domestik (penduduk)
meliputi uang kartal (C) dan uang giral (D).
2.
Uang beredar dalam arti luas (M2) disebut juga Likuiditas
Perekonomian yaitu kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik
meliputi M1 ditambah uang kuasi (T). Uang kuasi contohnya cek, giro, dll.
Disini, dampak kenaikan BBM mempengaruhi
uang beredar dalam arti sempit maupun arti luas. Semakin banyak M1 beredar,
maka M2 juga mengalami hal yang sama. Namun kenaikan peredaran uang ini tidak
sejalan dengan naiknya pendapatan perkapita masyarakat. Karena pendapatan
masyarakat yang mayoritas tetap, sedangkan harga kebutuhan semakin tinggi,
membuat masyarakat tidak bisa menambah anggaran untuk saving maupun investasi.
Lebih buruk lagi, inflasi yang telah
dijelaskan tadi, membuat perusahaan/investor mengalami kerugian sehingga harus
mengurangi karyawan (pekerja)nya. PHK dimana-mana membuat tingkat kemiskinan
semakin tinggi.
Apabila masyarakat tidak memiliki
pekerjaan/penghasilan, maka bagaimana mereka akan memenuhi kebutuhannya? Hal
ini dapat memicu meningkatnya kriminalitas, dan kesejahteraan masyarakat
semakin rendah.
Oleh sebab itulah, kebijakan pengurangan
subsidi BBM ini menjadi keputusan yang sangat alot untuk didiskusikan. Banyak
pertimbangan yang membuat pemerintah sulit untuk memutuskan apakah harus
mengurangi subsidi BBM atau tidak. Sebab dari keputusan ini banyak dampak
beruntun yang akan terjadi. Sekalipun disetujui, pembatasan anggaran ini akan
dilakukan bertahap, untuk mengurangi resikonya.
Berikut gambaran mengenai Pengaruh
Pembatasan/Pengurangan Subsidi BBM terhadap M1 & M2 serta Pendapatan
Perkapita:
___________________________________________________________________________SUMBER:
===================================================================
ANALISIS
PENGARUH AFTA TERHADAP INDUSTRI SEKTOR RILL DAN SEKTOR TENAGA KERJA
Indonesia bersama negara anggota
ASEAN lainnya telah menandatangani Deklarasi ASEAN pada 20 November 2007 lalu
di Singapura guna menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015
mendatang. Namun, sebelum proses tersebut dilakukan sebuah kesepakatan ASEAN Free Trade Area
(AFTA) dilaksanakan yang ditandatangani di Singapura pada 28 Januari 1992.
AFTA di bentuk dengan tujuan agar menjadikan
kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN
memiliki daya saing kuat di pasar global, dan menarik lebih banyak Foreign
Direct Investment (FDI) yaitu penanaman modal asing yang direpresentasikan di
dalam asset riil seperti: tanah, bangunan, peralatan dan teknologi, serta meningkatkan
perdagangan antar negara anggota ASEAN.
Dalam
mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, diberlakukanlah penurunan tarif barang
perdagangan dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0–5 %) maupun hambatan
non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN melalui skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area (
CEPT-AFTA) dimana selain penurunan tarif juga dimaksudkan untuk penghapusan
pembatasan kuantitatif (kouta) dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.
Pemberlakuan AFTA secara penuh pada 1 Januari 2003 ditujukan kepada enam Negara
yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand.
Diharapkan melalui kesepakatan tersebut seluruh Negara anggota dapat mencapai
kesejahteraan seiring dengan peningkatan kegiatan perdagangan dalam AFTA.
Namun,
bagaimanakah pengaruh AFTA terhadap industri sektor riil dan sektor tenaga
kerja bagi negara Indonesia? Atas dasar itu, berikut dilakukan kajian analisis
jurnal singkat yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh AFTA terhadap industri
sektor riil dan sektor tenaga kerja bagi negara Indonesia.
Inti dari CEPT dalam persetujuan AFTA adalah
pengurangan berbagai tarif impor dan penghapusan hambatan non-tarif atas
perdagangan dalam lingkup ASEAN. Hal ini membawa implikasi bagi Indonesia sendiri. Pertama, AFTA merupakan kerjasama yang menguntungkan sebab AFTA merupakan peluang bagi kegiatan eksport
komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan di Indonesia dan sekaligus menjadi suatu tantangan
tersendiri untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif dengan pasar regional AFTA sendiri. Peningkatan
daya saing ini akan mendorong perekonomian Indonesia untuk semakin berkembang.
AFTA juga merangsang para pelaku usaha di Indonesia untuk menghasilkan barang
yang berkualitas sehingga dapat bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan
oleh negara-negara ASEAN lainnya.
AFTA juga dianggap dapat memberikan
peluang bagi pengusaha kecil dan menengah di Indonesia untuk mengekspor
barangnya. Hal ini membuat para pelaku usaha tersebut mendapatkan pasar untuk
melempar produk-produknya selain di pasar dalam negeri. Adanya kesempatan besar
bagi para pelaku usaha di Indonesia untuk lebih meningkatkan produk barangnya
dari segi mutu juga mendorong kesadaran para pengusaha-pengusaha di Indonesia
untuk memiliki daya saing usaha yang kuat.
Selain itu para
pengusaha/produsen Indonesia akan lebih rendah mengeluarkan biaya produksi,
dimana diketahui bahwa beberapa produk Indonesia ada juga yang membutuhkan
barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya sehingga
dengan adanya pembebasan tarif akan lebih meringankan pengeluaran biaya
produksi yang juga akan secara bersamaan mengurangi biaya pemasaran, sehingga
harga produk Indonesia tersebut dapat lebih ditekan yang akhirnya dengan
kualitas yang baik produk Indonesia dapat dipasarkan dengan harga terjangkau
yang kemudian akan memberikan keuntungan sebab para konsumen akan lebih
tertarik dengan nilai harga yang ditawarkan.
Sehingga menyebabkan pengusaha/produsen Indonesia
mengalami keuntungan hal ini menyebabkan upah mengalami kenaikan sehingga
menaikkan pasar tenaga kerja sesuai dengan kurva penwaran tenaga kerja yakni seseorang
akan memasuki pasar kerja jika upah yang ditawarkan melebihi dari upah
reservasi. Pada tingkat upah
diatas upah reservasi, kurva penawaran tenaga kerja memiliki slope positif
sampai pada titik tertentu.
Bukan hanya itu
implikasi positif lainnya pada sektor tenaga kerja di Indonesia yakni terbukanya
kerjasama dalam menjalankan bisnis dengan beraliansi bersama pelaku bisnis di negara
anggota ASEAN lainnya. Melalui aliansi ini, para pebisnis Indonesia akan lebih
memperluas jaringannya, yang kelak akan mengantarkan mereka tidak hanya
berbisnis di area ASEAN saja tetapi juga dapat menjadi batu loncatan ke pasar
global, hal ini akan sangat bermanfaat untuk prosuden-produsen rumahan, yang
akan lebih meningkatkan kesejahteraan para pekerjanya serta memberikan
keuntungan bagi negara dimana akan terbentuk pemahaman di benak konsumen luar
negeri bahwa produk-produk yang dihasilkan oleh pasar domestik Indonesia
memiliki kualitas internasional dengan penanganan yang berstandar tinggi.
AFTA bagaikan pisau bermata ganda bagi Indonesia. Selain dapat memberikan
keuntungan yang besar namun dapat pula mencengkeram dan memerasa tanpa henti
hingga akan berbalik memberikan kerugian jika tanpa maksimal dan dukungan penuh
oleh setiap pihak yang berpengaruh di dalamnya.
Selain manfaat yang didapatkan dari
sisi positif pengaruh AFTA. Munculnya AFTA dianggap dapat memunculkan persaingan yang tidak seimbang bagi negara
anggota ASEAN itu sendiri. Pasalnya,
Penurunan tarif barang bagi barang yang masuk dari negara anggota ASEAN
menimbulkan kerugian. Sebab, Ketidaksiapan pasar industri lokal juga yang
menjadi kendala bagi berjalannya AFTA dan penerapan penurunan tarif. Seperti negara-negara anggota ASEAN lainnya,
Indonesia pun mengalami hal yang sama. Daya
saing barang yang diperdagangkan kurang memenuhi standar yang ditetapkan, hal
ini mengakibatkan banyaknya industri-industri kecil dan menengah di Indonesia
mengalami kerugian yang besar. Persaingan produk dalam negeri dengan produk
yang masuk kedalam negeri membuat para pengusaha harus bisa meningkatkan
kualitas barang produksinya. Hal tersebut tidaklah mudah dengan keterbatasan
modal yang dimiliki oleh para pengusaha-pengusaha kecil dan menengah. Belum
lagi keterbatasan dari segi infrastruktur di Indonesia, keterbatasan tekhnologi
yang menunjang produksi para pengusaha kecil dan menengah di Indonesia juga
menjadi suatu masalah tersendiri. Dalam AFTA para pengusaha dipaksa untuk
memiliki daya saing yang tinggi, agar nantinya pengusaha-pengusaha dalam negeri
ini dapat mandiri.
Hal ini
terlihat dari banyaknya para pengusaha yang tergolong pengusaha kecil dan
menengah di Indonesia mengalami kerugian besar dan produksinya berhenti
dikarenakan kualitas barang mereka kalah dibandingkan dengan barang-barang yang
masuk dari Vietnam dan Cina. Contohnya industri rotan di Indonesia, biasanya
para pengusaha rota hanya mengirim berupa rotan yang belum diolah sehingga merugikan
pihak pengusaha rotan dalam negeri, sedangkan rotan yang masuk dari Cina dan
Vietnam biasanya telah diolah menjadi suatu produk yang memiliki nilai jual
lebih tinggi. Dari permasalah tersebut seharusnya pemerintah sudah memiliki
langkah yang pasti untuk melindungi para pengusaha rotan, caranya dengan
mengekspor produk rotan bukan sekedar bahan dasarnya saja tapi berupa rotan
yang telah di olah menjadi suatu produk yang harga jualnya lebih tinggi, sama
dengan yang diekspor Vietnam dan Cina. Jika sokongan pemerintah tidak penuh dan
maksimal dalam program AFTA sudah dapat di prediksikan para pengusaha besar,
menengah ataupun kecil mengalami kerugian bahkan gulung tikar dikarenakan
produknya kalah bersaing dengan produk dengan negara lain sebab faktanya produk-produk
ekspor andalan negara anggota AFTA secara umum lebih bersifat ‘subtitutif’
daripada ‘komplementer’, dalam arti produk-produk yang dihasilkan cenderung
serupa sehingga sulit diharapkan agar masing-masing anggota dapat menyerap
produk mereka satu sama lain dan juga memiliki nila tambah yang lebih tinggi.
Bahkan di pasar produk-produk mereka akan bersaing dan dapat mematikan produk
yang tidak unggul secara komparatif. Sehingga menyebabkan banyak tejadi PHK dan
angka pengangguran naik dikarenakan ketidakmampuan perusahaan dalam membayar
upah tenaga kerja hal ini menyebabkan
penawaran tenaga kerja mengalami penurunan.
Table 1
Indeks Keunggulan Komparatif Produk
Negara ASEAN
Hal ini dibuktikan dengan Tabel 1 menunjukkan Index
keunggulan komparatif produk ekspor andalan anggota-anggota ASEAN yang
dinyatakan dalam skema CEPT. Dalam tabel tampak bahwa Indonesia tidak cukup
dominan dalam hal keunggulan komparatif produk-produk ekspornya, bahkan
dibandingkan dengan Kamboja yang terhitung sebagai pemain baru dalam transaksi
perdagangan regional. Dari seluruh produk unggulan, hanya produk kayu lapis dan
plywood yang tidak tersaingi oleh anggota lainnya dengan index 37, disusul kemudian oleh produk karet alam dimana Indonesia
hanya menduduki tempat ketiga setelah Kamboja dan Thailand. Prestasi
peningkatan volume ekspor Indonesia pada tahun 2000 seperti diuraikan di atas
tiada lain lebih merupakan hasil transaksi perdagangan Indonesia dengan pihak
di luar ASEAN, khususnya dengan Jepang dan Amerika Serikat. Sementara itu,
dalam transaksi perdagangan di kawasan, sepertinya Indonesia tidak bisa
berharap terlalu banyak. Terlebih jika mengingat bahwa produk kayu lapis dan
plywood berbahan dasar kayu hutan, dan bukan rahasia lagi bahwa luas hutan di
Indonesia mengalami penyusutan yang sangat drastis dari tahun ke tahun. Dengan
kata lain, secara ekonomi produk tersebut tidak akan dapat dijadikan produk
andalan dalam jangka menengah apalagi jangka panjang, mengingat semakin
langkanya bahan baku kayu.
Seperti
terlihat pada tabel, dari seluruh anggota AFTA hanya Singapura yang relatif
memiliki produk unggulan berbeda, yaitu di sektor-sektor menyangkut penggunaan
teknologi elektronik dan informatika, sisanya lebih menekankan pada pertanian
dan hasil alam. Pertanyaanya kemudian adalah, bagaimana agar di dalam
pelaksanaan AFTA negara anggota yang kurang memiliki variasi produk unggulan
tidak tenggelam dalam persaingan, dimana hal tersebut akan bertentangan dengan
tujuan awal dibentuknya organisasi ini. Tantangan inilah diantara yang harus
dijawab oleh AFTA dan anggota-anggotanya, khususnya Indonesia. Apabila
pemerintah mampu memecahkan persoalan ini dan dapat secara jeli memetakan dan
kemudian memanfaatkan pasar regional ASEAN yang saat ini mencapai lebih dari
setengah milyar jiwa, terdapat dua peluang besar terbuka bagi Indonesia terkait
dengan perdagangan, yaitu kesempatan untuk fully-recovered
pasca krisis ekonomi; dan yang kedua adalah kesempatan untuk memacu pertumbuhan
ekonomi yang stabil dan signifikan sebagaimana yang terjadi pada periode tahun
1970an hingga menjelang krisis ekonomi 1997.
Dengan pernyataan lain, dapat
dikatakan bahwa AFTA dapat memberikan pengaruh
yang positif dan menguntungkan bagi Indonesia, jika terdapat sinergi kerja
sama yang baik dan penuh antara para pengusaha dan pemerintah Indonesia. Sebab,
kerja sama dalam menemukan solusi yang jelas bagi para pengusaha di Indonesia
akan membantu Indonesia dalam menghadapi pasar bebas jenis apapun yang
diberlakukan yakni sebagian kecilnya adalah pemerintah memberikan modal bagi peningkatan kualitas
produksi dan standar mutu barang. Sehingga, Indonesia pun dapat bersaing dalam peningkatan kualitas barang
produksinya dengan produk-produk lain yang masuk ke pasar dalam negeri maupun
luar negeri region ASEAN.
___________________________________________________________________________
Referensi :
===================================================================
PENGARUH KENAIKAN HARGA EMAS
TERHADAP INFLASI
Berdasarkan data dari Poverty Brief olehTim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia Bulan
September 2013,
dengan
Idul Fitri jatuh di awal bulan, dampak kenaikan BBM pada bulan Juli, dan
depresiasi Rupiah, tidak mengherankan tingkat inflasi tetap tinggi pada Agustus
sebesar 1,1%, meskipun jauh lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi Juli
3,2%. Kontributor utama inflasi Agustus menggambarkan perkiraan tekanan harga:
harga bahan makanan lebih tinggi (dampak Ramadan dan Idul Fitri), kenaikan
harga emas (dampak imported inflation), dan kenaikan harga transportasi
(dampak harga BBM naik). Kenaikan musiman biaya sekolah juga berkontribusi pada
inflasi Agustus. Diperkirakan tekanan penurunan harga bahan makanan bulan
September, mewakili sisi lain peningkatan musiman harga makanan selama Ramadan.
Pada saat yang sama, penyesuaian terhadap kenaikan harga BBM seharusnya telah
selesai, menghilangkan sedikit tekanan terhadap inflasi.
Namun
nyatanya pada bulan September 2013 lalu,nilai tukar rupiah sempat melemah
terhadap Dollar Amerika. Dan hal ini ternyata berpengaruh pada beberapa harga
barang komoditi diantaranyaemas. Emas yang semula dijual seharga Rp. 450 ribu per gram,
mengalami kenaikan Rp25 ribu per gramnya. Jika sebelumnya harga emas dijual Rp.
450 ribu per gram, pada saat itu naik menjadi Rp. 475 ribu per gramnya. Dampak
kenaikan harga emas juga mengakibatkan menurunnya omset penjualan pada pedagang
emas. Tak hanya itu, kenaikan harga emas juga menyebabkan inflasi di dalam
negeri. Lalu apakah hubungan kenaikan harga emas dan inflasi? Sebelumnya mari
kita pelajari apa yang menyebabkan harga emas terus naik dan diminati banyak
investor. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi harga emas, dikutip dari belajarinvestasi.com :
Pertama, Kenaikan Inflasi Melebihi Yang
Diperkirakan
Setiap Negara dalam menentukan kebijakan ekonomi biasanya
akan melihat tingkat inflasi. Prediksi berapa persen kah kira-kira inflasi di
Negara tersebut akan menjadi acuan dalam penetapan tingkat suku bunga dan lain-lain.
Nah jika prediksi tingkat inflasi itu meleset dan malah melibihi yang
diperkirakan biasanya harga emas akan melonjak tinggi.
Kedua, Terjadi Kepanikan Finansial
Kedua, Terjadi Kepanikan Finansial
Saat terjadi kepanikan finansial seperti saat krisis moneter
tahun 1998 dan juga tahun 2008, maka harga emas akan meroket tidak terkendali.
Hal ini terjadi karena masyarakat enggan memegang uang kertas dan lebih memilih
menyimpan kekayaanya dalam bentuk emas.
Ketiga, Harga Minyak Naik Secara Signifikan
Ketiga, Harga Minyak Naik Secara Signifikan
Harga emas, akan ikut naik jika harga minyak mentah dunia
mengalami lonjakan signifikan meski dampaknya sendiri tidak terjadi seketika.
Seperti saat terjadi invasi AS ke Irak di mana Irak adalah salah satu produsen
minyak terbesar di dunia. Akibat invasi itu harga minyak melonjak tajam yang kemudian
diikuti oleh naiknya harga emas. Begitupun yang terjadi saat ini, dimana Negara
sekutu yang dipimpin AS menyerang Libya. Harga minyak mentah kembali naik dan
menembus rekor baru. Akibatnya harga emaspun terangkat naik.
Keempat, Demand Terhadap Emas
Keempat, Demand Terhadap Emas
Sesuai hukum supply demand, naiknya permintaan emas dunia
yang tidak diikuti oleh naiknya pasokan emas mengakibatkan harganya akan naik
terus. Cina dan India adalah dua Negara yang paling besar menghabiskan uangnya
untuk membeli emas.
Kelima, Kondisi Politik Dunia
Kelima, Kondisi Politik Dunia
Ketegangan politik dunia, misalnya AS dengan Iran, AS dengan
Timur Tengah atau ketegangan lain yang membuat suhu politik dunia meninggi dan
mengakibatkan ketidakpastian ekonomi membuat harga emas naik. Para pelaku
pasar akan menarik investasinya di bursa saham, valas atau obligasi dan lebih
memilih investasi yang aman yakni emas. Sehingga permintaan terhadap emas pun
naik.
Dari poin-poin diatas dapat diketahui bahwa faktor
terpenting yang mengatur harga emas adalah nilai US Dollar. Dikutip dari hargaemas48.wordpress.com , Dolar AS
yang lebih kuat akan menjaga harga emas terkendali dan rendah. Pelemahan dolar
akan mempengaruhi harga emas untuk melambung tinggi. Ekonomi AS memainkan peran
penting dalam membentuk makroekonomi dunia. Ketika dolar yang kuat, orang akan
berinvestasi dan membeli dalam dolar. Namun, belakangan ini ekonomi AS banyak menderita
karena terjadinya krisis dunia. Dolar mulai goyah dan tidak bisa menjanjikan
kestabilannya, ini adalah alasan mengapa orang dan banyak negara mulai
penimbunan emas besar-besaran. Cadangan emas yang tinggi akan memperkuat
perekonomian nasional dan bertindak sebagai perlindungan nilai terhadap
inflasi.
Merujuk
alasan tersebut, banyak yang tidak menyadari permintaan yan berlebihan terhadap
emas juga akan memberikan dampak yang sama, inflasi. Ketika banyak permintaan
akan emas melonjak maka peredaran uang di pasar juga akan meningkat. Inilah
yang memulai indikasi inflasi tersebut. Namun tentunya kenaikan harga emas
adalah hal yang tidak bisa dihindari. Karena meningkatnya biaya produksi di
pertambangan emas, memburuknya situasi politik, peningkatan tajam harga minyak
paska perang Irak, penurunan dalam produksi pertambangan emas dalam catatan 5
tahun terakhir ini dan populasi penduduk dunia yang terus meningkat, sehingga
mempengaruhi keinginan alami manusia untuk menimbun emas guna mengamankan aset
kekayaan yang mereka miliki, semakin mempengaruhi kenaikan harga emas dari masa
ke masa.
_____________________________________________________________________Sumber : http://hargaemas48.wordpress.com/category/harga-emas/page/11 http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-internasional/pengaruh-harga-emas-terhadap-kurs-valuta asing/ http://tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Poverty%20Brief%20September%202013%20-%20Bahasa%20Indonesia%20(FINAL).pdf
0 komentar:
Posting Komentar