Esensi
hadirnya bank pada dasarnya adalah bagaimana mengelola sumber dan pengelolaan
dana sehingga memperoleh tingkat keuntungan “optimalisasi” dengan tetap
mempertimbangkan resiko likuiditas. Oleh karena itu, pembahasan yang saya
posting kali ini berfokus pada Optimalisasi serta Likuiditas dalam Manajemen
bank dimana saya dapatkan pengetahuan baru lagi akan dunia perbankan dari Dosen Bank & Lembaga Keuangan 2 saya yakni Dr. Prihantoro.
Sebagai lembaga keuangan yang mengemban fungsi intermediasi. Bank harus melakukan sebuah kebijakan dimana ujung pangkalnya dapat memberikan profitabilitas kembali lagi pada bank agar dapat terus memberikan pelayanan produk maupun jasa kepada masyarakat. Kebijakan konservatif, moderate, ataupun ekspansif merupakan pilihan-pilihan alternative bagi perbankan guna terus menjalankan kegiatan operasionalnya. Kebijakan- kebijakan bank tersebut terkait terhadap penggunaan alokasi Loan to Deposit Ratio (LDR). Loan to Deposit Ratio merupakan kredit yang disalurkan oleh bank kepada masyarakat dimana berasal dari dana masyarakat yang dihimpun oleh bank atau yang biasa disebut Dana Pihak Ketiga.
Apabila
sebuah bank melakukan kebijakan ekspansif maka bank dapat memberikan persentase
Loan Deposit Ratio kepada masyarakat hingga sebesar 110 persen. Dengan memilih
kebijakan ekpansif ini sebuah bank dapat memperoleh Interest Spread yang lebih tinggi sebab jumlah kredit yang
disalurkan pun semakin banyak sebanding dengan tingkat keuntungan bunga yang
diperoleh hal ini dikarenakan adanya selisih antara surplus unit dimana
merupakan bagian dari Source of fund
bank yang terdiri dari Dana Pihak Ketiga dengan Defisit Unit dimana merupakan Use of fund bank yang terdiri dari
berbagai bentuk kredit baik dalam bentuk credit
card, Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), maupun Kredit Tanpa Agunan (KTA). Seperti
yang pernah saya bahas pada postingan materi sebelumnya “Penyaluran
Dana Pada Bank dan Pasar Modal”.
Bank
untuk dapat terus berjalan atau biasa yang disebut dengan “Going Concern” mengandalkan Interest Revenue serta Fee Based. Dimana
Interest Revenue dan fee based ini
merupakan bagian dari Revenue atau
Pendapatan yang diperoleh bank. Namun terdapat perbedaaan dari kedua macam
pendapatan bank ini. Dan dapat dlihat perbedaaannya pada tabel dibawah ini.
Secara ilmu ekonomi , keuntungan merupakan selisih antara
Pendapatan dengan biaya.
Oleh
karena itu dalam setiap sektor industri.
Apabila hendak mendapatkan keuntungan yang tinggi dapat melakukan strategi
optimalisasi dan efisiensi dimana optimalisasi merupakan meningkatkan tingkat
pendapatan yang diperoleh sedangkan efisiensi merupakan menurunkan tingkat
biaya yang dikeluarkan.
Berikut
strategi dari Optimalisasi dan Efisiensi tersebut sebagai berikut :
1. Mengoptimalkan
dalam memperoleh interest based yakni memberikan
tingkat persentase Loan Debt Ratio yang disalurkan kepada masyarakat sebab hal
ini dapat menambah tingkat keutungan bunga atau interest spread yang akan
diperoleh oleh bank. Namun langkah ini harus dilakukan dengan prinsip
prudential atau hati-hati sebab dengan memberikan Loan Debt Ratio kepada
masyarakat dalam jumlah yang tidak kecil
akan memiliki tingkat risiko yang tinggi
sehingga bank harus memiliki tingkat modal yang cukup besar dan tingkat
persentase Capital Adequacy Ratio (CAR) yang tinggi sebab rasio CAR menentukan kapasitas
bank dalam hal memenuhi kewajiban dan resiko bank. Meskipun disamping langkah
tersebut terdapat pengaruh positif bagi perbankan yakni dapat melakukan
kebijakan lebih ekspansif sehingga dapat memilih tingkat interest spread yang
lebih tinggi.
2. Mengoptimalkan
dalam memperoleh fee based yakni dengan menfasilitasi berbagai pelayanan jasa
yang telah ditawarkan oleh bank yakni kliring, valas, transfer, safe deposit
box, inkaso, Letter of credit dan bilyet giro semuanya diberikan kemudahan dan
kelancaran yakni terintegrasi dengan Teknologi dan Informasi (IT) melalui
informasi data base.
3. Menyentuh
kegiatan operasional bank melalui fasilitas & kemudahan yakni Teknologi dan
Informasi seperti hadirnya ATM sehingga langkah ini dapat menghemat jumlah
biaya seperti biaya gaji yang dikeluarkan oleh perusahaan.
4. Melakukan
efisiensi melalui Human Resources. Saat ini
Human Capital dianggap sebagai “Asset”
bagi perusahaan apabila Human Capital tersebut memiliki elektabilitas dan
kapabilitas (yang ditunjukkan dengan sertifikasi) yang tinggi serta memiliki keahlian dalam
multitasking bahkan multitalented sehingga langkah ini dapat mengefisiensi
waktu kerja dan perusahaan dapat melakukan produktivitas lebih tinggi. Hal ini
menyebabkan asumsi dari Productivity
Paradoks tidak dapat di terima sebab mengatakan bahwa “Hadirnya Teknologi
dan Informasi mengakibatkan keborosan sebab penggunaannya tidak dapat dihitung
secara jelas” karena bentuk implementasi dari IT dapat memberikan manfaat jika
ditempatkan pada sektor industry yang melayani masyarakat dalam jumlah yang
banyak.
Sebagai
lembaga kepercayaan masyarakat yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
Perbankan dihadapkan pada berbagai risiko usaha yang harus dikelola sehingga
dapat meminimalisir potensi kerugian. Salah satu risiko yang krusial adalah
risiko likuiditas.
Salah
satu bentuk manajemen likuiditas pada perbankan yakni dengan mengelola Legal
Reserve Requirement (LRR) dengan mengalokasikan sebagian persentase dari jumlah
deposit yakni bagi bank umum menyimpan deposit di Bank Indonesia minimal 2%
dari deposito menjadi Reserve Requirement
(RR) dan sisanya menjadi Excess Reverse (ER). Sehingga, bank umum
memiliki Rekening Koran pada Bank Indonesia. Apabila Rekening Koran pada BI
memiliki jumlah yang tinggi akan memunculkan Unloanable Fund hal ini
menyebabkan Safe Liquidity pada bank sebab bank tidak mengalami Shock apabila terjadi rush yakni kegiatan nasabah dalam
melakukan penarikan uang tunai secara besar-besaran baik dalam jumlah nasabah
ataupun jumlah penarikannya. Namun apabila Rekening Koran pada BI memiliki
jumlah yang kecil akan memunculkan Loanable Fund hal ini menyebabkan Shock pada bank apabila terjadi rush.
Oleh
karena itu, dalam mengukur manajemen tingkat risiko Bank Indonesia membuat
regulasi pada peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 bahwa setiap perbankan di Indonesia harus
memiliki sertifikasi yang menyatakan penilaian tingkat kesehatan bank dengan
prinsip manajemen resiko yakni RGEC.
Fenomena
Konglomerasi Modern
Baru-baru
ini issue Konglomerasi terdengar muncul,
Berikut fenomena konglomerasi modern yang terjadi dalam kegiatan ekonomi :
Keterangan :
1. BANK
SEJAHTERA merupakan sebuah bank yang ingin melakukan ekspansi usaha namun tidak
menginginkan mengeluarkan modal dalam jumlah yang cukup banyak, oleh karena itu
ia membuat sebuah PT JAMIN yang bergerak dibidang leasing.
2. PT
JAMIN melakukan kegiatan usaha leasingnya bekerjasama dengan memberikan
pinjaman modal serta bantuan fasilitas penjualan produk dari FAST COMPANY
dimana merupakan perusahaan yang menjual kendaraan bermotor.
3. Singkat
cerita kegiatan usaha pun berjalan dengan baik namun guna kedua perusahaan
tersebut agar kegiatan usahanya “Going Concern”, Customer dari PT JAMIN dan
FAST COMPANY ditawarkan oleh PT JAMIN untuk menginvestasikan uangnya sebagian
sebagai Premi sebesar Rp. 10,000 apabila mengalami meninggal dunia, pembayaran
produk atau jasa dari PT JAMIN dan FAST COMPANY dapat ditangguhkan oleh PT AMAN
dimana merupakan perusahaan yang bergerak dibidang asuransi.
4. Aliran
perputaran uang pun berada disekitar BANK SEJAHTERA. BANK SEJAHTERA
memanfaatkan keadaan tersebut “lagi” dengan melihat peluang untuk membeli
sebagian saham kepemilikan PT AMAN sehingga singkat cerita sebagian besar modal
kepemilikan PT AMAN menjadi miliki BANK SEJAHTERA.
PT
AMAN serta BANK SEJAHTERA menanggung uang penanggungan sebesar Rp 10.000.000
untuk Customer dari PT JAMIN dan FAST COMPANY tentu saja hal ini cukup memberatkan bagi PT
AMAN dan BANK SEJAHTERA.
5. Dikarenakan
uang tanggungan yang harus ditutupi oleh PT AMAN dan BANK SEJAHTERA cukup
besar, PT AMAN melakukan Reasuransi
kepada PT SEHAT dengan mengalokasikan tanggungan yang ia harus penuhi awalnya sebesar
Rp 10,000,000 menjadi Rp. 8,000,000. PT AMAN hanya bersedia menerima premi dari
customer sebesar Rp 2,000 dan memenuhi uang penanggungan sebesar Rp 2,000,000
6. Dikarenakan
sisa uang tanggungan yang harus ditutupi oleh PT SEHAT cukup besar, PT SEHAT
melakukan Retrocessi kepada PT MAKMUR
dengan mengalokasikan tanggungan yang ia
harus penuhi awalnya sebesar Rp 8,000,000 menjadi Rp. 6,000,000. PT AMAN hanya
bersedia menerima premi dari customer sebesar Rp 2,000 dan memenuhi uang
penanggungan sebesar Rp 2,000,000.
PT
MAKMUR merupakan perusahaan jenis Retrocessi dimana jenis perusahaan ini belum
ada di Indonesia dikarenakan dibutuhkan modal yang cukup besar dalam membuat
perusahaan jenis ini.
PT
MAKMUR menanggung uang penanggungan sebesar Rp 6,000,000 dari PT AMAN dan
menerima premi dari customer sebesar Rp 6,000 .
7. BANK
SEJAHTERA ketika berada dalam “Comfort Zone” seperti itu mengandalkan keuntungan hanya
dengan melakukan kegiatan jual beli saham di Initial Public Offering (IPO).
8. PT
Makmur melakukan ekspansi usaha dengan membuat Subsidiary Company (Perusahaan
Anak) yakni PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR.
Singkat
cerita PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR membeli saham sebesar 25%, 20%, 15% di
IPO dimana BANK SEJAHTERA pun melakukan kegiatan jual beli saham di IPO.
PT
SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR melakukan kegiatan short selling oleh “pihak-pihak
tertentu seakan dibiarkan karena perusahaan asing minimal membeli saham
kepemilikan maksimal 30%. secara terus-menerus tanpa disadari PT
SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR jika dimergerkan total kepemilikan saham 60% dan
hal ini tentu saja berimbas langsung kepada BANK SEJAHTERA dimana jumlah
kepemilikan saham PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR di BANK SEJAHTERA sebesar 60
% otomatis segala bentuk kegiatan ekonomi entitas usaha BANK SEJAHTERA di
kuasai oleh PT MAKMUR yakni Holding
Company (Perusahaan Induk) dari ketiga perusahaan tersebut sehingga seperti
itulah fenomena KONGLOMERASI MODERN.
Referensi :
Margianti, E.S. dan Budi Hermana.2011. Manajemen Dana Bank : Prinsip dan Regulasi di Indonesia.Jakarta : Penerbit Universitas Gunadarma.
Referensi :
Margianti, E.S. dan Budi Hermana.2011. Manajemen Dana Bank : Prinsip dan Regulasi di Indonesia.Jakarta : Penerbit Universitas Gunadarma.
Esensi
hadirnya bank pada dasarnya adalah bagaimana mengelola sumber dan pengelolaan
dana sehingga memperoleh tingkat keuntungan “optimalisasi” dengan tetap
mempertimbangkan resiko likuiditas. Oleh karena itu, pembahasan yang saya
posting kali ini berfokus pada Optimalisasi serta Likuiditas dalam Manajemen
bank dimana saya dapatkan pengetahuan baru lagi akan dunia perbankan dari Dosen Bank & Lembaga Keuangan 2 saya yakni Dr. Prihantoro.
Sebagai lembaga keuangan yang mengemban fungsi intermediasi. Bank harus melakukan sebuah kebijakan dimana ujung pangkalnya dapat memberikan profitabilitas kembali lagi pada bank agar dapat terus memberikan pelayanan produk maupun jasa kepada masyarakat. Kebijakan konservatif, moderate, ataupun ekspansif merupakan pilihan-pilihan alternative bagi perbankan guna terus menjalankan kegiatan operasionalnya. Kebijakan- kebijakan bank tersebut terkait terhadap penggunaan alokasi Loan to Deposit Ratio (LDR). Loan to Deposit Ratio merupakan kredit yang disalurkan oleh bank kepada masyarakat dimana berasal dari dana masyarakat yang dihimpun oleh bank atau yang biasa disebut Dana Pihak Ketiga.
Apabila
sebuah bank melakukan kebijakan ekspansif maka bank dapat memberikan persentase
Loan Deposit Ratio kepada masyarakat hingga sebesar 110 persen. Dengan memilih
kebijakan ekpansif ini sebuah bank dapat memperoleh Interest Spread yang lebih tinggi sebab jumlah kredit yang
disalurkan pun semakin banyak sebanding dengan tingkat keuntungan bunga yang
diperoleh hal ini dikarenakan adanya selisih antara surplus unit dimana
merupakan bagian dari Source of fund
bank yang terdiri dari Dana Pihak Ketiga dengan Defisit Unit dimana merupakan Use of fund bank yang terdiri dari
berbagai bentuk kredit baik dalam bentuk credit
card, Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), maupun Kredit Tanpa Agunan (KTA). Seperti
yang pernah saya bahas pada postingan materi sebelumnya “Penyaluran
Dana Pada Bank dan Pasar Modal”.
Bank
untuk dapat terus berjalan atau biasa yang disebut dengan “Going Concern” mengandalkan Interest Revenue serta Fee Based. Dimana
Interest Revenue dan fee based ini
merupakan bagian dari Revenue atau
Pendapatan yang diperoleh bank. Namun terdapat perbedaaan dari kedua macam
pendapatan bank ini. Dan dapat dlihat perbedaaannya pada tabel dibawah ini.
Secara ilmu ekonomi , keuntungan merupakan selisih antara
Pendapatan dengan biaya.
Oleh
karena itu dalam setiap sektor industri.
Apabila hendak mendapatkan keuntungan yang tinggi dapat melakukan strategi
optimalisasi dan efisiensi dimana optimalisasi merupakan meningkatkan tingkat
pendapatan yang diperoleh sedangkan efisiensi merupakan menurunkan tingkat
biaya yang dikeluarkan.
Berikut
strategi dari Optimalisasi dan Efisiensi tersebut sebagai berikut :
1. Mengoptimalkan
dalam memperoleh interest based yakni memberikan
tingkat persentase Loan Debt Ratio yang disalurkan kepada masyarakat sebab hal
ini dapat menambah tingkat keutungan bunga atau interest spread yang akan
diperoleh oleh bank. Namun langkah ini harus dilakukan dengan prinsip
prudential atau hati-hati sebab dengan memberikan Loan Debt Ratio kepada
masyarakat dalam jumlah yang tidak kecil
akan memiliki tingkat risiko yang tinggi
sehingga bank harus memiliki tingkat modal yang cukup besar dan tingkat
persentase Capital Adequacy Ratio (CAR) yang tinggi sebab rasio CAR menentukan kapasitas
bank dalam hal memenuhi kewajiban dan resiko bank. Meskipun disamping langkah
tersebut terdapat pengaruh positif bagi perbankan yakni dapat melakukan
kebijakan lebih ekspansif sehingga dapat memilih tingkat interest spread yang
lebih tinggi.
2. Mengoptimalkan
dalam memperoleh fee based yakni dengan menfasilitasi berbagai pelayanan jasa
yang telah ditawarkan oleh bank yakni kliring, valas, transfer, safe deposit
box, inkaso, Letter of credit dan bilyet giro semuanya diberikan kemudahan dan
kelancaran yakni terintegrasi dengan Teknologi dan Informasi (IT) melalui
informasi data base.
3. Menyentuh
kegiatan operasional bank melalui fasilitas & kemudahan yakni Teknologi dan
Informasi seperti hadirnya ATM sehingga langkah ini dapat menghemat jumlah
biaya seperti biaya gaji yang dikeluarkan oleh perusahaan.
4. Melakukan
efisiensi melalui Human Resources. Saat ini
Human Capital dianggap sebagai “Asset”
bagi perusahaan apabila Human Capital tersebut memiliki elektabilitas dan
kapabilitas (yang ditunjukkan dengan sertifikasi) yang tinggi serta memiliki keahlian dalam
multitasking bahkan multitalented sehingga langkah ini dapat mengefisiensi
waktu kerja dan perusahaan dapat melakukan produktivitas lebih tinggi. Hal ini
menyebabkan asumsi dari Productivity
Paradoks tidak dapat di terima sebab mengatakan bahwa “Hadirnya Teknologi
dan Informasi mengakibatkan keborosan sebab penggunaannya tidak dapat dihitung
secara jelas” karena bentuk implementasi dari IT dapat memberikan manfaat jika
ditempatkan pada sektor industry yang melayani masyarakat dalam jumlah yang
banyak.
Sebagai
lembaga kepercayaan masyarakat yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
Perbankan dihadapkan pada berbagai risiko usaha yang harus dikelola sehingga
dapat meminimalisir potensi kerugian. Salah satu risiko yang krusial adalah
risiko likuiditas.
Salah
satu bentuk manajemen likuiditas pada perbankan yakni dengan mengelola Legal
Reserve Requirement (LRR) dengan mengalokasikan sebagian persentase dari jumlah
deposit yakni bagi bank umum menyimpan deposit di Bank Indonesia minimal 2%
dari deposito menjadi Reserve Requirement
(RR) dan sisanya menjadi Excess Reverse (ER). Sehingga, bank umum
memiliki Rekening Koran pada Bank Indonesia. Apabila Rekening Koran pada BI
memiliki jumlah yang tinggi akan memunculkan Unloanable Fund hal ini
menyebabkan Safe Liquidity pada bank sebab bank tidak mengalami Shock apabila terjadi rush yakni kegiatan nasabah dalam
melakukan penarikan uang tunai secara besar-besaran baik dalam jumlah nasabah
ataupun jumlah penarikannya. Namun apabila Rekening Koran pada BI memiliki
jumlah yang kecil akan memunculkan Loanable Fund hal ini menyebabkan Shock pada bank apabila terjadi rush.
Oleh
karena itu, dalam mengukur manajemen tingkat risiko Bank Indonesia membuat
regulasi pada peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 bahwa setiap perbankan di Indonesia harus
memiliki sertifikasi yang menyatakan penilaian tingkat kesehatan bank dengan
prinsip manajemen resiko yakni RGEC.
Fenomena
Konglomerasi Modern
Baru-baru
ini issue Konglomerasi terdengar muncul,
Berikut fenomena konglomerasi modern yang terjadi dalam kegiatan ekonomi :
Keterangan :
1. BANK
SEJAHTERA merupakan sebuah bank yang ingin melakukan ekspansi usaha namun tidak
menginginkan mengeluarkan modal dalam jumlah yang cukup banyak, oleh karena itu
ia membuat sebuah PT JAMIN yang bergerak dibidang leasing.
2. PT
JAMIN melakukan kegiatan usaha leasingnya bekerjasama dengan memberikan
pinjaman modal serta bantuan fasilitas penjualan produk dari FAST COMPANY
dimana merupakan perusahaan yang menjual kendaraan bermotor.
3. Singkat
cerita kegiatan usaha pun berjalan dengan baik namun guna kedua perusahaan
tersebut agar kegiatan usahanya “Going Concern”, Customer dari PT JAMIN dan
FAST COMPANY ditawarkan oleh PT JAMIN untuk menginvestasikan uangnya sebagian
sebagai Premi sebesar Rp. 10,000 apabila mengalami meninggal dunia, pembayaran
produk atau jasa dari PT JAMIN dan FAST COMPANY dapat ditangguhkan oleh PT AMAN
dimana merupakan perusahaan yang bergerak dibidang asuransi.
4. Aliran
perputaran uang pun berada disekitar BANK SEJAHTERA. BANK SEJAHTERA
memanfaatkan keadaan tersebut “lagi” dengan melihat peluang untuk membeli
sebagian saham kepemilikan PT AMAN sehingga singkat cerita sebagian besar modal
kepemilikan PT AMAN menjadi miliki BANK SEJAHTERA.
PT
AMAN serta BANK SEJAHTERA menanggung uang penanggungan sebesar Rp 10.000.000
untuk Customer dari PT JAMIN dan FAST COMPANY tentu saja hal ini cukup memberatkan bagi PT
AMAN dan BANK SEJAHTERA.
5. Dikarenakan
uang tanggungan yang harus ditutupi oleh PT AMAN dan BANK SEJAHTERA cukup
besar, PT AMAN melakukan Reasuransi
kepada PT SEHAT dengan mengalokasikan tanggungan yang ia harus penuhi awalnya sebesar
Rp 10,000,000 menjadi Rp. 8,000,000. PT AMAN hanya bersedia menerima premi dari
customer sebesar Rp 2,000 dan memenuhi uang penanggungan sebesar Rp 2,000,000
6. Dikarenakan
sisa uang tanggungan yang harus ditutupi oleh PT SEHAT cukup besar, PT SEHAT
melakukan Retrocessi kepada PT MAKMUR
dengan mengalokasikan tanggungan yang ia
harus penuhi awalnya sebesar Rp 8,000,000 menjadi Rp. 6,000,000. PT AMAN hanya
bersedia menerima premi dari customer sebesar Rp 2,000 dan memenuhi uang
penanggungan sebesar Rp 2,000,000.
PT
MAKMUR merupakan perusahaan jenis Retrocessi dimana jenis perusahaan ini belum
ada di Indonesia dikarenakan dibutuhkan modal yang cukup besar dalam membuat
perusahaan jenis ini.
PT
MAKMUR menanggung uang penanggungan sebesar Rp 6,000,000 dari PT AMAN dan
menerima premi dari customer sebesar Rp 6,000 .
7. BANK
SEJAHTERA ketika berada dalam “Comfort Zone” seperti itu mengandalkan keuntungan hanya
dengan melakukan kegiatan jual beli saham di Initial Public Offering (IPO).
8. PT
Makmur melakukan ekspansi usaha dengan membuat Subsidiary Company (Perusahaan
Anak) yakni PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR.
Singkat
cerita PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR membeli saham sebesar 25%, 20%, 15% di
IPO dimana BANK SEJAHTERA pun melakukan kegiatan jual beli saham di IPO.
PT
SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR melakukan kegiatan short selling oleh “pihak-pihak
tertentu seakan dibiarkan karena perusahaan asing minimal membeli saham
kepemilikan maksimal 30%. secara terus-menerus tanpa disadari PT
SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR jika dimergerkan total kepemilikan saham 60% dan
hal ini tentu saja berimbas langsung kepada BANK SEJAHTERA dimana jumlah
kepemilikan saham PT SENTOSA, PT MAJU dan PT SUBUR di BANK SEJAHTERA sebesar 60
% otomatis segala bentuk kegiatan ekonomi entitas usaha BANK SEJAHTERA di
kuasai oleh PT MAKMUR yakni Holding
Company (Perusahaan Induk) dari ketiga perusahaan tersebut sehingga seperti
itulah fenomena KONGLOMERASI MODERN.
Referensi :
Margianti, E.S. dan Budi Hermana.2011. Manajemen Dana Bank : Prinsip dan Regulasi di Indonesia.Jakarta : Penerbit Universitas Gunadarma.
Referensi :
Margianti, E.S. dan Budi Hermana.2011. Manajemen Dana Bank : Prinsip dan Regulasi di Indonesia.Jakarta : Penerbit Universitas Gunadarma.