Kamis, 12 Desember 2013

PENGARUH KONSEP BUDGET DAN KEPUASAN OPTIMAL TERHADAP PERILAKU KONSUMEN & PRODUSEN

 PENGARUH KONSEP BUDGET & KEPUASAN OPTIMAL TERHADAP PERILAKU KONSUMEN DAN PRODUSEN   

DI SUSUN OLEH :

NOOR MUTIA (25212366)


1.  Perilaku Konsumen dalam Kegiatan Konsumsi

Akibat adanya keterbatasan pendapatan dan keinginan untuk mengonsumsi barang dan jasa sehingga diperoleh kepuasan maksimal, maka muncul perilaku konsumen. Perilaku konsumen pada dasarnya menjelaskan bagaimana konsumen mendayagunakan sumber daya yang ada (uang) dalam memuaskan keinginan atau kebutuhan dari suatu atau beberapa produk. Dalam teori perilaku konsumen terdapat dua pendekatan utama untuk melakukan analisis mengenai perilaku konsumen dalam menikmati barang atau jasa untuk memuaskan kebutuhannya. Dua pendekatan tersebut adalah pendekatan kardinal dan pendekatan ordinal.

a.  Pendekatan Kardinal (Cardinal Approach)
Pendekatan kardinal merupakan gabungan dari beberapa pendapat para ahli ekonomi aliran subjektif seperti Herman Heinrich Gossen (1854), William Stanley Jevons (1871), dan Leon Walras
(1894). Pendekatan kardinal dapat dianalisis dengan menggunakan konsep utilitas marjinal (marginal utility). Asumsi dalam pendekatan ini antara lain:
1)       konsumen bertindak rasional (ingin memaksimalkan kepuasan sesuai dengan batas anggarannya);
2)       pendapatan konsumen tetap;
3)       uang memiliki nilai subjektif yang tetap.
Menurut pendekatan kardinal utilitas suatu barang dan jasa dapat

diukur dengan satuan util. Contoh, sebuah raket akan lebih berguna bagi pemain tenis daripada pemain sepak bola. Namun bagi pemain sepak bola, bola akan lebih berguna daripada raket. Beberapa konsep mendasar yang berkaitan perilaku konsumen melalui pendekatan kardinal adalah konsep utilitas total (total utility) dan utilitas marjinal (marginal utility). Utilitas total adalah yang dinikmati konsumen dalam mengonsumsi sejumlah barang atau jasa tertentu secara keseluruhan. Adapun utilitas marjinal adalah pertambahan utilitas yang dinikmati oleh konsumen dari setiap tambahan satu unit barang dan jasa yang dikonsumsi.

Sampai pada titik tertentu, semakin banyak unit komoditas yang dikonsumsi oleh individu, akan semakin besar kepuasan total yang diperoleh. Meskipun utilitas total meningkat, namun tambahan (utilitas) yang diterima dari mengonsumsi tiap unit tambahan komoditas tersebut biasanya semakin menurun.

Hal tersebut yang mendasari hukum utilitas marjinal yang semakin berkurang (the law of diminishing marginal utility). Menurut hukum ini jumlah tambahan utilitas yang diperoleh konsumen akan semakin menurun dengan bertambahnya konsumsi dari barang atau jasa tersebut. Hukum tersebut diperkenalkan pertama kali oleh H.H.Gossen (1810–1858), seorang ahli ekonomi dan matematika Jerman, dan selanjutnya hukum ini dikenal dengan nama Hukum Gossen I.

Sebagai contoh, jika Anda dalam keadaan haus, segelas teh manis atau dingin akan terasa sangat menyegarkan, gelas kedua masih terasa segar, sampai gelas ketiga mungkin Anda merasa kekenyangan bahkan mual. Contoh di atas memperlihatkan turunnya utilitas total sampai pada tingkat tertentu.
Contoh tersebut akan lebih jelas dengan menggunakan data kuantitatif, seperti Tabel 2.1.

Kuantitas Barang yang dikonsumsi
(unit)
Total Utility
(util)
Marginal Utility
(util)
0
0
-
1
4
4
2
7
3
3
9
2
4
10
1

Dari Tabel 2.1 terlihat bahwa utilitas total (TU) meningkat sejalan dengan kenaikan konsumsi, akan tetapi dengan laju pertumbuhan yang semakin menurun. Adapun utilitas marjinal (MU) semakin menurun sejalan dengan adanya kenaikan konsumsi. Jika seseorang mengonsumsi dua unit barang, utilitas marjinalnya adalah 7–4=3 util, dan jika mengonsumsi tiga unit barang, utilitas marjinalnya adalah 9–7=2 util, begitu seterusnya.

Tabel 2.1 dapat digambarkan dalam Kurva 2.1, yaitu sebagai berikut.



Dari Kurva 2.1 terlihat bahwa utilitas total meningkat seiring dengan bertambahnya konsumsi, akan tetapi dengan proporsi yang semakin menurun. Adapun utilitas marjinal dari setiap tambahan barang akan menurun sejalan dengan meningkatnya konsumsi.
Selanjutnya kebutuhan manusia tidak hanya terdiri atas satu atau dua kebutuhan, tetapi berbagai jenis kebutuhan. Oleh karena itu, bagaimana manusia dapat mengatur kebutuhannya untuk memuaskan kebutuhan atas berbagai jenis barang atau jasa? Gossen menjelaskan bahwa konsumen akan memuaskan kebutuhan yang beragam tersebut sampai memiliki tingkat intensitas yang sama. Dengan tegas, Gossen menyatakan bahwa konsumen akan melakukan konsumsi sedemikian rupa sehingga rasio antara utilitas marjinal dan harga setiap barang atau jasa yang dikonsumsi besarnya sama. Selanjutnya, pernyataan ini dikenal dengan Hukum Gossen II.
Hukum Gossen II menunjukkan adanya upaya setiap orang untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhannya berbanding harga barang hingga memperoleh tingkat optimalisasi konsumsinya. Dengan tingkat pendapatan tertentu seorang konsumen akan berusaha men dapatkan kombinasi berbagai macam kebutuhan hingga rasio antara utilitas marjinal (MU) dan harga sama untuk semua barang atau jasa yang dikonsumsinya.

b.  Pendekatan Ordinal (Ordinal Approach)
Pendekatan ordinal kali pertama diperkenalkan oleh Francis Edgeworth dan Vilfredo Pareto. Asumsi yang dipergunakan dalam pendekatan ini antara lain:
1)       konsumen bertindak rasional (ingin memaksimumkan kepua-sannya);
2)       konsumen memiliki pola pilihan (preferensi) terhadap barang yang disusun berdasarkan urutan besar kecilnya (pilihan) nilai guna;
3)       konsumen memiliki sejumlah uang tertentu;
4)       konsumen konsisten dengan pilihannya. Jika ia memilih A
dibanding B, memilih B dibanding C, maka ia akan memilih A dibanding C.
Pendekatan ordinal menganggap bahwa utilitas suatu barang tidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat urutan tinggi rendahnya utilitas yang diperoleh dari mengonsumsi sejumlah barang atau jasa. Selanjutnya konsumsi dipandang sebagai upaya optimalisasi dalam konsumsinya.

Pendekatan ordinal dapat dianalisis dengan menggunakan kurva indiferen (indifference curve) dan garis anggaran (budget line).

1)   Kurva Indiferen
Kurva indiferen adalah kurva yang menunjukkan kombinasi dua macam barang konsumsi yang memberikan tingkat utilitas yang sama.
Seorang konsumen membeli sejumlah barang, misalnya, makanan dan pakaian dan berusaha mengombinasikan dua kebutuhan yang menghasilkan utilitas yang sama, digambarkan dalam Tabel 2.2, yaitu sebagai berikut.

Situasi
Makanan
Pakaian
A
4
2
B
3
4




Apabila konsumen menyatakan bahwa. 
a)        A>B, berarti makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali setahun lebih berdaya guna dan memuaskan konsumen daripada makan 3 kali sehari dan membeli pakaian 4 kali setahun.
b)       A<B, berarti makan 3 kali sehari dengan membeli pakaian 4 kali setahun lebih berdaya guna dan memuaskan konsumen daripada makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali setahun.
c)        A=B, berarti makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali setahun dan makan 3 kali sehari dengan membeli pakaian 4 kali
setahun memberikan utilitas yang sama kepada konsumen. Contoh situasi tersebut dapat digambarkan dalam kurva indiferen sebagaimana ditunjukkan dalam kurva 2.2.

Dari Kurva 2.2 terlihat bahwa dengan memperoleh lebih banyak barang yang satu akan menyebabkan kehilangan sebagian barang yang lain. Kombinasi makanan dan pakaian yang memberikan utilitas sama digambarkan sebagai kurva indiferen.
Ciri-ciri kurva indiferen adalah sebagai berikut.
a)        Turun dari kiri atas ke kanan bawah, hal ini berakibat pada terjadinya keadaan yang saling meniadakan (trade-off), yaitu jika konsumen ingin menambah konsumsi atas satu barang, ia harus mengurangi konsumsi atas barang lainnya.
b)       Cembung ke arah titik asal (angka 0), yang menunjukkan jika konsumen menambah konsumsi satu unit barang, jumlah barang lain yang dikorbankan semakin kecil. Dalam analisis ilmu ekonomi hal ini sering disebut sebagai tingkat substitusi marginal (marginal rate of substitution atau MRS), yaitu tingkat ketika barang X bisa disubstitusikan dengan barang Y dengan tingkat utilitas yang tetap.


c)        Kurva indiferen tidak saling berpotongan.
d)       Jika kombinasi barang yang dikonsumsi memiliki kualitas yang semakin banyak, maka akan memberikan utilitas yang semakin tinggi yang ditunjukan oleh kurva indiferen yang semakin menjauhi titik 0.

2)   Garis Anggaran (Budget Line)
Adanya keterbatasan pada pendapatan akan membatasi pengeluaran konsumen untuk mengonsumsi sejumlah barang. Hal ini digambarkan dalam garis anggaran (budget line), yaitu garis yang menunjukkan berbagai kombinasi dari dua macam barang yang berbeda oleh konsumen dengan pendapatan yang sama. Persamaan garis anggaran adalah: I = Px.X + Py.Y

Misalnya seorang konsumen mengonsumsi barang X dan Y, harga barang X (Px) dan harga barang Y (Py) adalah Rp1.000,00 dan pendapatan konsumen (I) pada saat itu adalah Rp10.000,00 dan semuanya dibelanjakan untuk barang X dan Y.
Jika konsumen membelanjakan semua pendapatannya untuk barang Y, dia dapat membeli sebanyak 10 unit barang X



, hal tersebut ditunjukkan oleh titik A. Sebaliknya








jika konsumen membelanjakan semua pendapatannya untuk barang
X, dia dapat membeli sebanyak 0 unit barang Y 






ditunjukkan oleh titik B. Menghubungkan titik A dan B dengan suatu garis lurus dapat diperoleh garis anggaran AB yang memperlihatkan kombinasi yang berbeda dari dua jenis barang yang dapat dibeli konsumen dengan tingkat pendapatan yang terbatas. Selanjutnya untuk mengetahui pada saat kapan konsumen optimalisasi dalam mengonsumsi secara optimal, yaitu pada saat kurva indiferen (IC2) bersinggungan dengan garis anggaran (AB), terjadi di titik (E). Adapun kurva indiferen (IC1) dan kurva indiferen (IC3) merupakan kurva yang tidak diharapkan oleh konsumen, karena kurva-kurva tersebut tidak menunjukkan keseimbangan barang dan jasa yang dikonsumsi.




2.  Perilaku Produsen dalam Kegiatan Produksi
Produksi merupakan hasil akhir dari proses kegiatan produksi atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa input (faktor produksi). Secara teknis kegiatan produksi dilakukan dengan mengombinasikan beberapa input untuk menghasilkan sejumlah output. Hubungan teknis antara input dan output dalam proses produksi dinamakan fungsi produksi.

Fungsi produksi adalah suatu persamaan yang menunjukkan jumlah maksimum yang dihasilkan dengan mengombinasikan input atau faktor produksi tertentu. Hubungan antara input dan output diformulasikan dalam sebuah fungsi produksi secara matematis sebagai berikut. _

Q = f (R, L, K, E ….) 
Di mana: Q = Output
R = Sumber daya alam (resources)
L = Tenaga Kerja (labor)
_
K = Modal (capital)
                        E = Keahlian atau kewirausahaan (entrepreneurship

Apabila input yang dipergunakan dalam proses produksi hanya terdiri atas input tetap (modal) dan input variabel (tenaga kerja),
formula persamaan matematisnya sebagai berikut.
Fungsi produksi di atas menunjukkan maksimum output yang dapat diproduksi dengan menggunakan pilihan kombinasi dari Modal (K) sebagai input tetap dan tenaga kerja (L) sebagai input variabel. Apabila kedua input yang digunakan adalah input variabel, disebut produksi jangka panjang dan ditulis sebagai berikut.

Dari sebuah fungsi produksi jangka pendek, dapat dipelajari tiga konsep penting dalam produksi. Ketiga konsep tersebut adalah sebagai berikut.
a)      Produk total (Total Product atau TP) menunjukkan total output yang diproduksi.
b)      Produk marjinal (Marginal Product atau MP) menunjukkan tambahan produk atau output yang diakibatkan oleh pertambahan satu unit input (dalam hal ini tenaga kerja), dengan menganggap faktor lainnya konstan (ceteris paribus). Secara matematis ditulis sebagai berikut.
c)      Produk rata-rata (Average Product atau AP) menunjukkan output total dibagi dengan unit total input (tenaga kerja). Secara matematis ditulis sebagai berikut.
Dari penjelasan di atas maka dapat dibuat tahap-tahap kurva produksi sebagai berikut.
Tahap produksi dilaksanakan dalam beberapa tahap.
      1) Tahap I   :  dimulai dari tenaga kerja (L)=0 sampai MP=AP
atau AP maksimum.
       2)  Tahap II   :  dimulai dari MP=AP atau AP maksimum sampai
 MP=0 atau TP maksimum.
 3) Tahap III : dimulai dari MP=0 ke kanan.
Kurva produksi jangka pendek berbentuk seperti gunung karena berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin menurun (law of diminishing returns), yang menyatakan bahwa apabila faktor produksi K tetap, semakin banyak faktor produksi L ditambah, awalnya hasil produksi akan bertambah, mencapai maksimum, dan selanjutnya menurun. law of diminishing returns terjadi secara berturut-turut pada MP, AP, dan TP.

Pentahapan produksi I, II, dan III ditentukan berdasarkan pola pikir rasional, yang dapat dijelaskan pada Tabel 2.3.
         
Tahap
Faktor Produksi L
TPL
Ada / Tidak
Eksternalitas
Rasional /
Tidak Rasional
Tahap I
Ditambah
Bertambah
Ada
Tidak Rasional
Tahap II
Ditambah
Bertambah
Tidak Ada
Rasional
Tahap III
Ditambah
Berkurang
Ada
Tidak Rasional

Tahap Produksi II adalah tahap produksi yang akan digunakan produsen yang rasional untuk melakukan produksinya karena (1) jika produsen menambah L dia akan memperoleh tambahan output (TPL), dan (2) seluruh proses produksi sepenuhnya berada dalam pengendaliannya karena tidak ada eksternalitas yang mengganggu jalannya proses produksi.

DAFTAR PUSTAKA :

2 komentar:

  1. mantap gan. bermanfaat sekali. ijin copas ya. makasih

    BalasHapus
  2. terimakasih gan. sangat bermanfaat. Good Bless You :)

    BalasHapus