Teori Ekonomi 1
Disusun Oleh:
1. Anyssa Riyan Puteri (21212010)
2. Dini Labibah (22212196)
3. Eka Vidiaztuti Untari (22212420)
4. Noor Mutia (25212366)
5. Trisna Nugraha Pamungkas (27212481)
Laporan yang Disusun untuk
Memenuhi Tugas Teori Ekonomi 1
mengenai Analisis Jurnal Ilmiah dengan Tema Ekonomi
Dosen: Dr.
Prihantoro
SMAK’6
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2013
A.
Consumption
Konsumsi, Harta benda, dan Utang
dalam Konteks Ketidakpastian: Konsumsi yang Memenuhi Fungsi Teori Portofolio
Jurnal yang dibuat oleh David Bywaters dan D. Gareth Thomas (2006) ini
membahas analisa hutang konsumen secara empiris dengan mengintegrasikan teori
Portfolio dan model konsumsi Life-Cycle Hypothesis (LCH). Pada pendahuluan
dijelasakan terlebih dahulu oleh mereka mengenai teori Portfolio Modern, teori Life Cycle Ekonomi, dan Modal Penetapan
Harga Aset.
Menurut Y. C. Yin dari Universitas
Hertfordshire – Inggris, teori Portofolio Modern (modern portfolio theory)
adalah pendekatan untuk membuat keputusan investasi yang berfokus pada imbal hasil potensial dalam kaitannya dengan potensi risiko. Strateginya adalah mengevaluasi dan memilih setiap
sekuritas sebagai bagian dari portofolio secara keseluruhan, bukannya terpaku
pada kualitas investasi mereka sendiri. Alokasi aset adalah taktik utama, menurut praktisi teori
ini, karena memungkinkan investor untuk membuat portofolio yang mendapatkan
imbal hasil terbaik tanpa terekspos oleh tingkat risiko yang lebih besar
daripada yang mereka dapat terima.
Teori Life-Cycle Konsumsi adalah yang paling sering digunakan untuk
menjelaskan hipotesis individu atau belanja rumah tangga adalah Life-Cycle
model [Guariglia, tahun 2001 ], yang melibatkan maximization dari sebuah
utilitas fungsi perihal untuk seumur hidup anggaran kendala. Dalam ketiadaan
sebarang pinjaman atau pinjaman, konsumen identitas akuntansi untuk
masing-masing periode t, di mana t =1 untuk n, berpendapat bahwa:
Sedangkan Model Penetapan Harga Aset Modal (CAPM) adalah sebuah alat untuk
memprediksi keseimbangan imbal hasil yang diharapkan dari suatu asset beresiko.
Model CAPM diperkenalkan oleh Treynor, Sharpe dan Litner. Model CAPM merupakan
pengembangan teori portofolio yang dikemukan oleh Markowitz dengan
memperkenalkan istilah baru yaitu risiko sistematik (systematic risk) dan
risiko spesifik/risiko tidak sistematik (spesific risk /unsystematic risk).
Pada tahun 1990, William Sharpe memperoleh nobel ekonomi atas teori pembentukan
harga aset keuangan yang kemudian disebut Capital Asset Pricing Model (CAPM).
Capital Asset Pricing Model
menyatakan bahwa dalam keadaan ekuilibrium, portofolio pasar adalah tangensial
dari rata-rata varians portofolio. Sehingga strategi yang efisien adalah
passive strategy. Capital Asset Pricing Model berimplikasi bahwa premium risiko
dari sembarang aset individu atau portofolio adalah hasil kali dari risk
premium pada portofolio pasar dan koefisien.
Di sisi kelompok berpenghasilan rendah wajah
ketidakpastian terbatas karena mereka adalah menjatah kredit, dan dengan
demikian, mengkonsumsi dari saat ini dan manfaat tenaga kerja pendapatan yang konstan
untuk mempertahankan tingkat konsumsi. Ini diperkuat oleh fungsi stabilisator
otomatis, seperti pendapatan-support system, atau kesejahteraan negara, dengan
manfaat pengangguran dan kredit, bersama dengan pajak progresif
instrumen-pemerintah lokal dan nasional, untuk memberikan kepastian terhadap
memburuknya tenaga kerja di saat ini pendapatan [Muellbauer, tahun 1994 ].
Hasil akhir bagi hipotesis ini adalah bahwa built-in fiskal fleksibilitas tidak
mengurangi elemen ketidakpastian dan risiko yang berkaitan dengan aset yang
menghasilkan pendapatan yang timbul dari portofolio aset dan hutang diadakan
untuk membiayai konsumsi jalan.
Diskusi ini mengesankan bahwa likuiditas
hambatan bersama dengan sistem kesejahteraan bertindak sebagai otomatis
stabilisator
untuk konsumsi tertentu dari keluarga. Harapan di masa depan
diabaikannya pendapatan akan menambahkan derajat dari ketidakpastian karena
berbagai tingkat kembali. Ketidakamanan aset yang disalurkan ke pasar properti
bersama dengan nilai pendapatan. Dalam kata lain, aset tidak likuid senilai
seperti ekuitas, perumahan, dan tanah menghargai dan melemah sesuai dengan
kesehatan dan ketidakpastian ekonomi serta tergantung pada tingkat kembali.
Tujuan dari analisa dalam karya ini adalah
untuk mengintegrasikan teori Portofolio modern dengan Life-Cycle hipotesis
konsumsi. Kemudian teori dapat menunjukkan bagaimana konsumsi dipertahankan
atas seumur hidup oleh berbagai proporsi pendapatan dan kekayaan. Teori lama,
khususnya, Model Penetapan Harga Aset Modal, menunjukkan bagaimana seorang
investor harus memperoleh kekayaan (atau pinjaman) sebagai holding yang berbagi pasar portofolio aset beresiko, bersama dengan
bebas risiko asset atau uang pertanggungan.
Karya tulis ini, berdasarkan sebuah teori
dalam kerangka kerja konsumsi, holding
aset, dan hutang yang dapat dianalisis di bawah kondisi ketidakpastian. Rumah
tangga individu dapat menghadapi ketidakpastian yang lebih besar dibandingkan
pribadi atau sektor rumah tangga di dalam sektor ekonomi, jadi tiap masalah
membutuhkan fokus tiap individu, seperti hutang konsumen, sehingga dapat
memberikan keuntungan yang lebih besar lagi seperti konsumsi agregat, meskipun
mereka juga harus mendapatkan keuntungan.
B.
Investment
Firm Risk,
Investment, Employment Growth
Pada Analisis
jurnal ini, kelompok kami akan membahas tentang hubungan investasi terhadap
resiko yang akan diambil perusahaan setelah melakukan investasi dan
perkembangan yang terjadi pada karyawan di sebuah perusahaan yang melakukan
investasi.
Pada analisis yang kami
buat, kita juga akan membahas tentang hubungan resiko dan keputusan yang
diambil perusahaan untuk investasi yang nyata menggunakan beberapa teori
ekonomi dan keuangan. Menurut McDonald
and Siegel (1986), Pindyck (1988), and Dixit and Pindyck (1994), menjelaskan
tentang model investasi yang tidak bisa diubah hanya mengandalkan gagasan yang
memuat penyataan bahwa perusahaan memiliki pilihan pengembalian investasi yang
diharapkan diprediksi akan mengalami peningkatan ketdakpastian yang justru
berakibat pada berkurangnya investasi perusahaan. Pernyataan diatas bisa
terjadi jika perusahaan memiliki fleksibilitas dalam hal waktu sehubungan
dengan keputusan investasi karena perusahaan memiliki opsi untuk menunggu
ketidakpastian yang harus diselesaikan sebelum pilihan untuk berinvestasi
dilaksanakan.
Sebelum kita membahas
tentang hubungan investasi, resiko perusahaan serta perkembangan pegawai, kita
akan membahas kemungkinan terjadi hubungan investasi dengan ketidakpastian
resiko yang terjadi. Menurut jurnal yang terdapat didalamnya, hubungan
ketidapastian erat kaitannya dengan investasi, namun para ahli menganggap bahwa
hubungan investasi-ketidakpastian adalah ambigu menurut teori. Meskipun
hubungan investasi ketidakpastian dikenakan ambiguitas dalam teori, bukti
empirisn menunjuk ke sebuah hubungan negatif antara ketidakpastian (resiko) dan
investasi. Sebagai contoh, temuan Leahy dan Whited (1996), Minton dan Schrand
(1999), Ghosal dan Loungnni (2000), dan Bu / an (2001) memberikan dukungan bagi
hubungan negatif antara ketidakpastian dan investasi ketika ketidakpastian
diukur baik oleh arus kas, laba, atau volatilitas ekuitas.
Dari penjelasan diatas,
ternyata jika ketidakpastian dan invetasi memiliki hubungan yang negatif, maka
akan berpengaruh pada hubungan investasi itu sendiri dengan resiko yang diambil
perusahaan yang mempengaruhi pertumbuhan perusahaan. Jika makin besar
ketidakpastian terhadap investasi yang dijalankan, maka resiko yang diambil
perusahaan akan semakin besar. Jika resiko yang diambil terlalu besar maka pertumbuhan
perusahaan akan terganggu. Ada juga beberapa bukti langsung tentang bagaimana
risiko mempengaruhi kekayaan pemegang saham dalam berinvestasi. Menurut Shin
dan Stulz (2000), menemukan bahwa kekayaan pemegang saham dalam berinvestasi
berhubungan negatif dengan volatilitas harga saham (sebagai proksi volatilitas
arus kas), hasilnya dikaitkan dengan biaya financial distress. Akhirnya, untuk
memberikan bukti tambahan (dan sebagai ujian bagi ketahanan) pada hubungan
antara risiko dan pertumbuhan perusahaan, model keputusan diskrit digunakan
untuk memeriksa bagaimana risiko mempengaruhi pertumbuhan perusahaan (keputusan
untuk secara bersamaan meningkatkan atau menurunkan investasi dan lapangan
kerja). Hasil tes ini meyakinkan temuan umum kertas yang menunjukkan bahwa finn
(total dan sistematis) risiko mengurangi investasi dan pertumbuhan lapangan
kerja, sedangkan risiko perusahaan sistematis tidak secara umum ditemukan untuk
mendorong keputusan ini.
Metodologi penelitian yang diambil :
·
Mengukur
Risiko Perusahaan
Pada
bab sebelumnya, diketahui bahwa hubungan investasi ketidakpastian telah
memanfaatkan sejumlah langkah-langkah alternatif risiko perusahaan termasuk
laba, arus kas, dan volatilitas ekuitas. Saat ini, risiko perusahaan diperkirakan oleh
volatilitas ritus pengembalian ekuitas. Keuntungan menggunakan metode
pengukuran pengembalian investasi akan
lebih mudah dibandingkan dengan mengukur risiko berdasarkan informasi akuntansi
diakui secara luas.
·
Spesifikasi
empiris
Untuk
membuktikan masalah yang terjadi, yaitu bagaimana risiko perusahaan
mempengaruhi investasi intensitas dan kerja pertumbuhan, model yang digunakan :
Investasi
= f { Resiko [ - 1 ] ( +1- ) , leverage ( - ) , arus kas ( + ) , investasi [ -
1 ] ( + ) ,
pertumbuhan
lapangan kerja ( + ) , pertumbuhan penjualan ( + ) , Tobin " s Q ( + ) ,
ukuran perusahaan ( - ) } ( i )
Pertumbuhan
pekerjaan = f { Risiko [ -1 ] ( + / - ) , leverage ( - ) , arus kas ( + ) ,
investasi ( + ) ,
pertumbuhan
lapangan kerja [ -1 ] ( + ) , pertumbuhan penjualan ( + ) , Tobin ' s Q ( + ) ,
luas lahan ( - ) } ( 2 )
Sumber data :
Data akuntansi
perusahaan yang diperoleh dari Kesearch Institut Ekonomi Finlandia (Etla). Data
return saham, yang terdiri dari f'n-m total return saham, dikumpulkan dari
database Swedia Sekolah Ekonomi dan Administrasi Bisnis (SSEBA).
Hasil kesimpulan :
Pertama, Jurnal ini
mempelajari hubungan antara risiko perusahaan dan pertumbuhan beberapa
perusahaan di finlandia. Sejumlah teori telah disajikan dalam literatur
mengenai hubungan antara ketidakpastian (resiko) dan investasi, dan dari sudut
pandang teoritis hubungan tersebut adalah ambigu. Namun, penelitian ini
biasanya membatasi analisis untuk keputusan investasi modal. Data-data dari
jurnal yang dibuat ini diambil dengan cara memeriksa bagaimana risiko
perusahaan mempengaruhi pertumbuhan lapangan kerja di samping penanaman modal
keputusan. Memanfaatkan ukuran berbasis saham-return risiko didekomposisi
menjadi komponen sistematis dan komponen tidak sistematis, hasilnya menunjukkan
hubungan negatif yang signifikan antara risiko (jumlah perusahaan risiko dan
tidak sistematis) dan intensitas investasi.
Kedua, jurnal ini
menganalisis apakah insentif manajerial mempengaruhi hubungan investasi
ketidakpastian. Literatur keuangan perusahaan berpendapat bahwa manajer resiko
mungkin berusaha untuk mengurangi risiko modal manusia mereka diinvestasikan
dalam perusahaan, sehingga menimbulkan lembaga biaya karena perbedaan preferensi
risiko dari orang perwakilan (terdiversifikasi) pemegang saham.
Dan yang terakhir,
bahwa resiko yang akan diambil perusahaan untuk memutuskan investasi akan
berpengaruh juga pada mengambil keputusan untuk berinvestasi. Investasi
dikatakan berhasil jika resiko yang diterima perusahaan kecil serta diiringi
dengan meningkatnya kemampuan karyawan dalam segi skill (kemampuan) dan
enterpreunership. Untuk meningkatkan kemampuan karyawan dibidang tersebut,
perlu adanya insentif,asuransi dan fasilitas yang menunjang kesejahteraan
karyawan.
C.
Governments Expenditur
Pengeluaran
Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi di Nigeria: Sebuah Investigasi Empiris
(1961-2009)
Jurnal ini menganalisa
hubungan dan arahan dari akibat serta kekonsistenan antara pengeluaran
pemerintah dan pertumbuhan ekonomi tahunan di Nigeria menggunakan data dari
1961-2009.
Variabel pengeluaran
pemerintah tersebut adalah pengeluaran total pemerintah pada tingkat agregat
dan total pengeluaran berulang , total belanja modal , administrasi , pelayanan
sosial dan masyarakat , layanan ekonomi dan transfer di tingkat disaggregate.
Metode analisis dalam
penelitian ini adalah Cointegration test
dan Granger Causality test. Analisis Cointegration test (Johansen test) bertujuan untuk melihat hubungan pengeluaran
pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Nigeria dalam jangka panjang. Sedangkan
analisis Granger Causality test adalah
untuk melihat hubungan timbal balik (causal) antara pengeluaran pemerintah dan
pertumbuhan ekonomi di Nigeria.
Berikut analisa yang
telah saya buat yang berdasarkan The
Journal of Economic Analysis (2012), VOLUME III,
ISSUE I, PAGES 38-51, Louis Nkwatoh Sevitenyi, Universitas
Ahmadu Bello
Memahami hubungan
antara kebijakan fiskal dan pertumbuhan ekonomi telah dibangkitkan perdebatan
besar kedua di teori dan kerangka kerja empiris. Belanja Publik dan pendapatan
nasional telah menjadi fokus public keuangan, karena besarnya belanja publik
telah meningkatkan waktu di hampir semua negara di dunia. Oleh karena itu,
perlu bagi pemerintah untuk mengetahui penyebabnya hubungan antara dua. Hal ini
sangat penting karena hal ini merupakan suatu kepercayaan umum bahwa pemerintah
memainkan peranan yang penting dalam pembangunan sebuah negara. Menurut Omoke
(2009) Implikasinya adalah peningkatan belanja pemerintah akan menghasilkan
peningkatan yang positif dalam pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan
pendapatan nasional, terutama apabila menyuntik dalam program pembangunan.
Di Nigeria, pengeluaran
pemerintah telah pada naik berkat yang besar tanda terima dari produksi dan
penjualan minyak mentah, dan meningkatnya permintaan untuk publik (utilitas) barang
seperti jalan, komunikasi, daya, pendidikan, dan kesehatan. Selain itu, ada
peningkatan kebutuhan untuk memberikan keamanan internal dan eksternal untuk
orang-orang dan bangsa. Sayangnya, pengeluaran pemerintah tidak diterjemahkan
ke dalam bermakna pertumbuhan dan pembangunan, Nigeria pangkat di antara negara
termiskin di dunia. Selain itu, banyak Nigerians terus berguling-guling dalam
kemelaratan, sementara lebih dari 50 persen hidup pada kurang dari US$ 2 per
hari. Dengan pasangan ini, yang bobrok infrastruktur (khususnya jalan dan catu
daya) yang telah menyebabkan kehancuran dari banyak industri, termasuk tinggi
tingkat pengangguran dan meninggalkan gajah proyek. Lebih jauh lagi, indikator
ekonomi makro seperti neraca pembayaran, impor kewajiban, laju inflasi, nilai
tukar, dan penghematan nasional mengungkapkan bahwa Nigeria telah tidak tumbuh
baik dalam beberapa tahun terakhir.
Masalah lain telah ke
saluran belanja publik ke wilayah-wilayah perekonomian di mana pengaruhnya akan
optimal dalam hal pertumbuhan, konsumsi dan distribusi. Misalnya peluncuran
satelit yang telah menjadi proyek antara Tepi One Phantom hari ini, sejumlah
besar uang diinvestasikan ke dalam olah raga tanpa manfaat dan host dari orang
lain. Namun, besar dari volume riset empiris berdasarkan mengenali arti penting
dari pengeluaran publik pada pertumbuhan ekonomi telah dilakukan di Nigeria
walaupun dengan hasil yang bertentangan. Jadi, lebih kontributor telah
menghancurkan hubungan antara komponen tertentu dari pengeluaran publik dan
pertumbuhan ekonomi.
Menurut Omoke (2009),
Arah akibat serta kekonsistenan antara belanja Pemerintah (GE) dan Pendapatan
Nasional (NI) di Nigeria menggunakan data tahunan. Ia digunakan ko-integrasi
dan Granger Akibat serta kekonsistenan pengujian untuk periode tahun 1970
-2005. Ia menunjukkan bahwa tidak ada hasil jangka panjang ada hubungan antara
belanja pemerintah dan pendapatan nasional di Nigeria. Akibat serta
kekonsistenan yang Granger tes mengungkapkan bahwa akibat serta kekonsistenan
lari dari pengeluaran pemerintah untuk pendapatan nasional dengan itu
menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah memainkan peran penting dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi di Nigeria.
Menurut Olugbenga dan
Owoye (2007) menyelidiki hubungan antara belanja pemerintah dan pertumbuhan
ekonomi untuk sebuah kelompok yang terdiri dari 30 negara OECD, menggunakan
data tahunan selama periode tahun 1970 -2005. Variabel yang menarik adalah
totalpengeluaran gove rnment (TGE) dan produk domestik bruto (PDB) dengan
menggunakan co-integrasi dan Granger akibat serta kekonsistenan tes. Hasil
tersebut menunjukkan keberadaan jangka panjang hubungan antara belanja
pemerintah dan pertumbuhan ekonomi. Lebih dari itu, para penulis yang diamati
satu arah akibat serta kekonsistenan dari pengeluaran pemerintah untuk
pertumbuhan untuk hanya 16 negara, maka mendukung Keynesian hipotesis. Namun,
akibat serta kekonsistenan dijalankan dari pertumbuhan ekonomi untuk belanja
pemerintah dalam 10 di antara 30 negara, membenarkan Wagner hukum. Terakhir, bi-causal
hubungan antara belanja pemerintah dan pertumbuhan ekonomi, untuk empat negara
telah ditemukan.
Menurut Singh dan Sahni
(1984) diselidiki hubungan antara pendapatan nasional dan pengeluaran
masyarakat di India. Data Tahunan for total (himpunan) serta disaggregate
pengeluaran untuk periode tahun 1950 -1981 telah digunakan. Variabel yang telah
tekanan udara sama sekali dengan menggunakan mutlak pendapatan nasional tolok
ukur sambil menggunakan granger akibat serta kekonsistenan tes. Penelitian
menemukan penyebabnya tidak ada hubungan di antara variabel yang menunjukkan
kegagalan kedua Wagner hukum dan Keynes hipotesis dalam menjelaskan penyebab
hubungan antara pendapatan nasional dan belanja publik di India.
Menurut Yohanes dan
George (2005) diperiksa apakah ukuran relatif dari pemerintah (iaitu
berbagi dari total pengeluaran dalam GNP dapat ditentukan untuk Granger
menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi, atau jika laju pertumbuhan ekonomi
dapat ditentukan untuk Granger menyebabkan ukuran relatif dari pemerintah. Ia
menggunakan bivariate error correction model Granger orang korban dirawat di
dalam sebuah kerangka kerja, serta menambahkan pengangguran dan inflasi (secara
terpisah) sebagai penjelasan variabel, menciptakan sebuah sederhana 'trivariate
analisis untuk setiap dua variabel ini. Gabungan dari bivariate analisis dan
trivariate tes menawarkan menu yang kaya dari pola mungkin penyebabnya. Dengan
menggunakan data di Yunani, Inggris dan Irlandia, analisa menunjukkan bahawa:
aku) pemerintah ukuran Granger menyebabkan pertumbuhan ekonomi di semua negara
dari contoh dalam jangka pendek dan jangka panjang untuk Ireland dan Inggris,
ii) pertumbuhan ekonomi Granger menyebabkan kenaikan dalam ukuran relatif
pemerintahan di Yunani, dan, bila inflasi telah disertakan, di Inggris.
Menurut Ergun dan Tuck
(2006) belajar ke arah akibat serta kekonsistenan antara pendapatan nasional
dan pengeluaran pemerintah untuk Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan
Thailand. Tes Granger akibat serta kekonsistenan yang digunakan untuk
menyelidiki penyebab hubungan antara dua variabel. Waktu Tahunan seri data dari
1960-2002 dibuat menggunakan. Dukungan untuk hipotesis akibat serta
kekonsistenan yang dijalankan dari pengeluaran pemerintah untuk pendapatan
nasional telah ditemukan hanya pada kasus dari Filipina. Tidak ada bukti bagi
hipotesis ini dan urutan terbalik untuk negara lain.
Di Nigeria, rezim
politik yang berbeda telah memainkan peran utama dalam penyediaan publik
(utilitas) barang seperti jalan, komunikasi, kekuasaan, pendidikan, dan
kesehatan, serta peningkatan pada pembangunan ekonomi di seluruh negara.
Secara umum,
pengeluaran pemerintah di Nigeria dapat digolongkan ke dalam dua komponen:
belanja dan belanja modal. Pada belanja barang dan jasa adalah belanja, yang tidak
hasil di dalam penciptaan atau akuisisi ditetapkan sebagaiset (baru atau
kedua-tangan) terdiri atas terutama pengeluaran upah, gaji dan suplemen,
pembelian barang dan jasa dan konsumsi modal tetap (depresiasi) (Data perumahan
Nasional Bantuan Kamus).
Dengan
diperkenalkannya program penyesuaian struktural yang menandai era
post-liberalisasi, tindakan tegas diletakkan di tempat untuk mengurangi belanja
pemerintah: pengurangan gaji tagihan, pengurangan subsidi pemerintah, membatasi
atau menunda investasi proyek, privatisasi/komersialisasi dengan
pertumbuhan meningkat 8.3 %. Namun,
pada tempo 1990-1995, 1990-1995,
1990-1995, 1990-1995 dan 1990-1995 melihat rezim tersebut upaya untuk memerangi
inflasi maka defisit anggaran besar telah dihindari yang membuat anggaran
belanja pemerintah lebih efektif biaya konsisten dengan bangsa-bangsa
sumber daya. Pada akhir tahun 1990 untuk tahun 2000 menyaksikan kebijakan
fiskal yang ketat dengan pengenalan dimodifikasi pajak pertambahan nilai dan
juga subsidinya industri lokal. Tingkat belanja modal lebih tinggi dalam
pra-liberalisasi era (1973-1984) dari pasca-liberalisasi era. Hal ini dapat
disebabkan oleh sebagian ke tingkat korupsi di negara tersebut sebagian besar
terutama sebagai Nigeria sekali dinilai sebagai yang paling korup bangsa dalam era
post-liberalisasi
.
Gambar 1: Persentase
Laju pertumbuhan belanja Pemerintah
Gambar
2: Laju Pertumbuhan Ekonomi
Dalam laju pertumbuhan
ekonomi dibandingkan dengan pertumbuhan belanja pemerintah riil dari tahun 1961
sampai tahun 2009. Dua grafik menunjukkan hubungan yang positif antara laju
pertumbuhan ekonomi yangkedua perubahan dalam belanja pemerintah di Nigeria
iaitu peningkatan belanja pemerintah memimpin kenaikan laju pertumbuhan di
dalam dianggap sebagai masa.
Dari berbagai analisa
yang telah di buat menurut saya, guna meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi
serta menekan pengeluaran pemerintah yakni
harus meningkatkan anti-korupsi lembaga-lembaga seperti Ekonomi dan
Keuangan Komisi Pidana (EFCC), dan praktik korupsi Komisi Independen (ICPC) untuk
checkmate, penangkapan dan penalize orang-orang yang berkhianat dalamurusan
harta rampasan perang dan mengalihkan dana publik. Dan juga pemerintah harus
dapat channel dana untuk proyek pada waktu yang tepat untuk memenuhi tuntutan
rakyat daripada belanja pada proyek raksasa yang tidak akan berarti
diterjemahkan ke dalam pertumbuhan ekonomi. Dan, terakhir, pemerintah harus berencana
sebelum pelaksanaan proyek untuk tidak meninggalkan proyek ini dalam jangka
panjang dan membuat sumber daya boros.
Referensi: http://users.ntua.gr/jea/JEA%20Vol.%20III,%20No,%20I,%202012/jea_volume3_issue1_pp38-51.pdf
D.
Export
Varietes KewirausahaanBerorientasi Ekspor
di Asia
Pengarang: Siri
Terjesen and Jolanda Hessels, Kelly School of
Business, Indiana University, 1209 E. 10th St., Bloomington, IN 47405,
USA
Asia
merupakan kawasan yang heterogen, dengan negara-negara yang berbeda-beda secara
luas dalam tingkat aktivitas mereka, pembangunan ekonomi kewirausahaan dan
orientasi ekspor. Misalnya yang diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB) per
kapita, Jepang, Singapura, dan Australia cukup kaya. Sementara India,
Indonesia, dan Filipina yang relatif miskin. (Lihat Dana, 2007, untuk gambaran
sejarah konteks ekonomi sosial budaya dan politik kewirausahaan di Asia).
Namun, demikian beberapa penyebut umum diantara negara-negara Asia. Pertama,
sejak 1960-an, negara-negara Asia telah mengalami percepan, sebagian besar
pemerintah yang dipimpin industrialisasi. Kedua, dari pertengahan tahun 1997,
negara-negara Asia mengalami berbagai tingkat krisis ekonoi, termasuk dari
pasar ekspor dan devaluasi mata uang (Carney & Gedajlovic, 2000). Krisis
mendorong panggilan untuk pemerintah Asia untuk meningkatkan investasi dalam
modal manusia dan teknologi dan untuk membangun struktur yang mendukung
mengejar peluang kewirausahaan pertumbuhan tinggi, namun sebagian besar wilayah
ini masih ditandai oleh lembaga yang belum berkembang (Carney & Gedajlovic,
2000).
Menurut
Gartner (1998), kewirausahaan adalah mesin utama pertumbuhan ekonomi di negara
maju dan berkembang. Pengusaha memperkenalkan inovasi yang dinilai di negara
asal mereka dan di luar negeri. Di seluruh dunia, pemerintah lokal, regional,
dan nasional telah mengambil langkah-langkah untuk merangsang pembentukan
perusahaan baru dan pertumbuhan perusahaan yang telah ada (Storey & Tether,
1998;OECD, 2003). Secara khusus, pemerintah tertarik dalam memfasilitasi
pengembangan perusahaan berbasis lokal yang akan ekspor ke luar negeri. Ekspor
membantu pertumbuhan kedua perusahaan (LU & Beamish, 2001) dan ekonomi
negara asal mereka dengan meningkatkan cadangan devisa suatu negara,
mengembangkan industri nasional dan menciptakan lapangan kerja (Gima, Greenwa,
&Kneller, 2004).
Data
yang digunakan dalam penelititan ini berasal dari Global Enterpreneurship
Monitor (GEM) survei tahun 2006 dan 2007 aktivitas kewirausahaan dan The Global
Competitiveness Report 2005-2006 (CGR) dari Word Economic Forum (WEF, 2007).
Metode Penelitian:
Penulisan
jurnal ini mengerjakan dua latihan empiris. Pertama, sebagai studinya adalah
perbandingan, grafis menggambarkan antara GEM pangsa ekspor besar dan lima
bidang kelembagaan untuk masing-masing dari 12 negara Asia menggunakan tes
kedua laba-laba plot. Seperti disebutkan di atas, GEM ‘’ekspor’’ adalah
persentase pengusaha tahap awal yang telah menunjukkan bahwa setidaknya satu
persen dari pelanggan mereka tinggal di luar negeri. GEM ‘’ espor substansial’’
menunjukkan presentase pengusaha tahap awal untuk perusahaan lebih dari
seperempat dari pelanggan mereka tinggal di luar negeri. Karena tidak semua
negara berpartisipasi dalam kedua tahun 2006 dan 2007, dataset adalah sebuah
panel tidak seimbang yang mengandung 83 pengamatan.
Kesimpulan,
penelititan ini menunjukkan bahwa kelembagaan yang berlaku memengaruhi proporsi
kegiatan kewirausahaan berorientasi ekspor di Asia dan tempat tinggal lain di
dunia. Sesuai dengan VoC kita menemukan bahwa lembaga-lembaga nasional
memengaruhi perilaku perusahaan dan ekspor perusahaan tertentu. Namun, sementara
VoC akan memprediksi berbagai yang secara nasional institusional set-up dapat menghasilkan
hasil yang sama untuk perilaku perusahaan antar bangsa, hasil kami menunjukkan
bahwa hubungan linear antara kualitas institusi suatu negara dan ekspor usaha
baru (yaitu hubungan ini posotif bagi hubungan industrial dan pendidikan dan
negatif untuk hubungan pekerja majikan). Kami mengkui kemungkinan hubungan
memutar sini bahwa ekspor membantu membangun lingkungan kelembagaan. Selain
itu, lembaga ini sangat tertanam dan ada keterkaitan antara struktur
kelembagaan. Kegiaatan yang berorientasi ekspor mungkin terkonsentrasi pada
sektor-sektor tertentu seperti elektronik di singapura dan pengembangan
perangkat lunak dalam india Firms dan dependensi jalur kelembagaan nasional
membentuk kemampuan pengusaha Asia untuk menangkap peluang pasar internasional.
Sebagai usaha baru mencari pasar internasional, mereka mungkin tumbuh menjadi
perusahaan multinasional besar.
Referensi: http://link.springer.com/article/10.1007/s10490-009-9138-3/fulltext.html
E.
Import
Perjanjian Perdagangan Khusus dan margin
Impor
Berikut analisa yang telah saya buat
yang berdasarkan Preferential
Trade Agreements and the Margins of Imports, Neil Foster
Pada
jurnal ini membahas mengenai pentingnya Preferential
Trade Agreements (PTAs) dalam meningkatkan perdagangan, sebagai contoh
perjanjian negara-negara pada tahun 1962-2000. Jurnal ini menganalisis
berdasarkan literature yang ada dengan memeriksa apakah dampak signifikan dari
PTAs yang terjadi melalui suatu perubahan dalam berbagai komoditi impor
(ekstensif marjin) atau melaui suatu perubahan dalam volume jumlah produk yang
sudah ada (intensive marjin). Kami menunjukkan bahwa impor berhasil merespon
positif pada pembentukan PTAs antara negara-negara dan ini terbukti dengan
adanya peningkatan impor marjin bersama yang luas.
Dalam
analisis ini membahas mengenai efek dari bentuk liberalisasi perdagangan, yaitu
keanggotaan dalam Perjanjian Khusus Perdagangan ini, pada jumlah volume impor
untuk sejumlah negara-negara anggota. Efek perdagangan PTA hingga saat ini terpusat
pada perdagangan dan perdagangan efek beralih dari PTA keanggotaan yang lebih
kecil dari karya mempertimbangkan dampak pada intra-industri perdagangan (Egger
et al. 2008;
Foster and Stehrer 2011) and
specialisation (Martincus and Estevadeordal 2009).
Dua
margin dari perdagangan ini yaitu sejaum mana negara berbeda volume perdagangan
(intensive marjin) atau yang lebih luas berbagai barang. Ini adalah terlepas dari kenyataan bahwa banyak memberikan
perhatian pada margin perdagangan dalam empiris teoritis dan kontribusi dalam
perdagangan internasional. Meningkatnya minat ini
sebagian merupakan hasil dari meningkatnya ekspektasi ketersediaan data perdagangan serta produk-level data
perdagangan di tingkat perusahaan dan sebagian karena kemajuan-kemajuan dalam
berbagai ukuran produk (Feenstra 199
4 ). Lebih penting lagi, perkembangan teori perdagangan internasional dan
pertumbuhan ekonomi menekankan pentingnya perdagangan dalam berbagai. Sejumlah
besar model teoritis, termasuk kontribusi awal Rivera-Batiz dan Romer (1991)
dan Grossman dan Helpman (1991) menekankan manfaat dari perdagangan
internasional dalam menyediakan akses ke produk baru atau varietas baru produk
yang sudah ada.
Dalam
menanggapi perbaikan dalam tingkat dan aksesibilitas data dan kemajuan dalam
teori ekonomi penelitian terbaru telah memeriksa pentingnya dan luasnya
berbagai perdagangan ( contoh menonjol termasuk Hummels dan Klenow 2005; Schott
2004; Funke dan Ruhwedel 2002; Feenstra dan kee 2008) . Sejumlah makalah dalam
literatur ini meneliti dampak dari beberapa bentuk liberalisasi perdagangan
pada volume dan berbagai barang yang diperdagangkan . Klenow dan Rodriguez -
Clare ( 1997 ) mempertimbangkan liberalisasi Kosta Rika antara 1986 dan 1992
dan menunjukkan bahwa liberalisasi didampingi oleh lonjakan berbagai impor .
Feenstra dan Kee ( 2007 ) mempertimbangkan dampak dari penurunan tarif AS pada
berbagai ekspor Meksiko ke AS dan menemukan bukti yang mendukung pandangan
bahwa liberalisasi tarif karena NAFTA telah meningkatkan berbagai ekspor dari
Meksiko, menurut Goldberg ( 2008 ) mempertimbangkan pengalaman liberalisasi
India selama tahun 1990, dan menemukan bahwa liberalisasi perdagangan secara
dramatis meningkatkan akses perusahaan India untuk input impor baru, dua -
pertiga dari lonjakan impor terjadi pada input produk tidak diimpor sebelum
reformasi . Menurut Goldberg (2009) menemukan bahwa reformasi perdagangan di
India mendorong impor produk yang sebelumnya tidak tersedia dan varietas dalam
banyak produk yang bisa dibilang dapat dicirikan sebagai masukan penting bagi
perusahaan manufaktur . Menurut Debaere dan Mostashari (2010) menguji apakah
perubahan tarif dan preferensi tarif memengaruhi berbagai produk impor ke AS
selama periode 1989-2000 . Menggunakan model Probit untuk menjelaskan
kemungkinan bahwa baik diekspor ke Amerika Serikat pada akhir sampel mereka
menunjukkan bahwa penurunan tarif mempengaruhi marjin yang luas dengan
meningkatkan berbagai barang diekspor ke Amerika Serikat . Selain itu, penulis
menemukan bahwa preferensi tarif memiliki perdagangan mengalihkan efek pada
margin yang luas dengan mengurangi berbagai produk yang diekspor ke AS untuk negara-negara
dikecualikan. Menurut Hilberry dan McDaniel ( 2002) meneliti apakah peningkatan
perdagangan AS dengan mitra NAFTA sejak 1993 adalah karena meningkatnya volume
produk yang ada atau perdagangan produk-produk baru . Hasil penelitian ini
memberikan bukti keduanya, meskipun sebagian besar dari pertumbuhan perdagangan
AS sejak tahun 1993 dapat dijelaskan oleh peningkatan berbagai produk impor AS
dari Meksiko.
Sementara
sebagian besar studi di atas mempertimbangkan efek pada satu negara atau
episode liberalisasi tertentu, orang lain telah mempertimbangkan dampak
liberalisasi pada sampel yang lebih luas dari negara. Menurut Kehoe dan Ruhl
(2003) mempertimbangkan dampak dari enam liberalisations perdagangan utama di
18 negara pada margin ekstensif perdagangan menggunakan data bilateral. Mereka
menemukan menggunakan data perdagangan rinci bahwa barang yang diperdagangkan
setidaknya sebelum akun liberalisasi untuk tidak proporsional dalam perdagangan
menyusul pengurangan hambatan perdagangan. Mereka lebih lanjut menunjukkan
bahwa peningkatan besar dalam marjin ekstensif perdagangan bertepatan dengan
liberalisasi perdagangan. Baru-baru ini, Frensch (2010) meneliti hubungan
antara margin impor dan liberalisasi perdagangan untuk 36 negara dalam kerangka
gravitasi. Hasil lagi menunjukkan bahwa efek utama liberalisasi terjadi
sepanjang margin luas impor, dengan efek pada intermediate dan impor modal yang
kuat dibandingkan pada barang-barang konsumen.
Dalam
tulisan ini Neil Foster menggunakan data dari Feenstra ( 2005 ) selama periode
1962-2000 untuk membangun dua margin ekspor hingga 174 exporter. Ia lanjutkan
dengan mengikuti banyak literatur empiris yang ada mengingat efek perdagangan
penciptaan PTA , menggunakan model gravitasi akrab trade4 untuk meneliti dampak
kehadiran PTA pada tingkat impor antara PTA mitra serta pada kedua margin .
Jurnal ini berkonsentrasi pada dampak keanggotaan PTA pada impor , daripada
ekspor atau total perdagangan , karena banyak dari kontribusi teoritis
menunjukkan bahwa liberalisasi akan berdampak pada pertumbuhan dan
kesejahteraan melalui dampaknya terhadap import. Dalam model tersebut, akses
suatu negara untuk asing input meningkatkan tingkat produktivitas dan dapat
berdampak pada kesejahteraan konsumen sehingga menghasilkan keuntungan statis
dari perdagangan ( lihat misalnya Krugman 1980) . Input asing baru juga
menurunkan biaya inovasi , memungkinkan penciptaan varietas baru , dan ini
menghasilkan keuntungan yang dinamis dari perdagangan ( lihat misalnya Grossman
dan Helpman 1991) . Selain itu , Amiti dan Konings ( 2007) menunjukkan adanya
hubungan dari berbagai impor yang lebih tinggi dari input menengah untuk
peningkatan produktivitas pada tingkat perusahaan , sementara meningkatkan
berbagai barang modal yang diimpor dapat mengubah keadaan perekonomian
teknologi saat negara teknologi berkaitan dengan berbagai barang modal yang
tersedia untuk produksi ( lihat misalnya Romer 1990) . Pendekatan empiris kami
membutuhkan perawatan untuk mengendalikan memadai untuk endogenitas dalam model
empiris melalui penggunaan berbagai negara dan negara - pair efek tetap , dan
account untuk bisa potensial dalam model kami karena dengan mengesampingkan
pengamatan yang diamati perdagangan adalah nol . Metodologi ini memungkinkan
kita untuk mengidentifikasi dampak PTA pada impor dan untuk menguraikan efek
ini sepanjang margin intensif dan ekstensif. Hasil kami menunjukkan bahwa Trade Agreements meningkatkan tingkat
impor antara mitra PTA , PTA dengan meningkatkan keanggotaan impor bilateral antara
6 dan 46 % , tergantung spesifikasi . Sementara hasil kami menunjukkan bahwa
impor berkembang seiring kedua marjin intensif dan ekstensif , sebagian besar
peningkatan impor ( antara 59 dan 83 % tergantung pada spesifikasi ) yang
ditemukan terjadi sepanjang margin yang luas . Hasil tersebut menyembunyikan
banyak heterogenitas di Trade Agreements
yang berbeda.
Secara
keseluruhan tulisan ini kita akan mengkaji dampak dari Preferential Trade Agreements pada impor . Sebagai keberangkatan
dari banyak literatur yang ada Neil Foster menguraikan perdagangan menciptakan
efek Kesepakatan Perdagangan Khusus sepanjang margin intensif dan ekstensif ,
mengidentifikasi apakah PTA bekerja terutama melalui peningkatan volume produk
yang ada diperdagangkan atau dengan meningkatkan berbagai produk yang
diperdagangkan . Pertanyaan seperti itu adalah kepentingan karena teori yang
ada menunjukkan bahwa manfaat dalam hal produktivitas dan pengetahuan limbah
cenderung lebih besar jika ekspansi terjadi sepanjang margin yang luas.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kehadiran PTA antar negara meningkatkan
tingkat perdagangan dan impor khususnya
antar negara , sehingga didapat hasil yang konsisten dengan banyak literatur
yang ada . Menurut Foster menunjukkan
bahwa sementara kehadiran PTA meningkatkan impor sepanjang kedua marjin
intensif dan ekstensif , efek utama terjadi sepanjang margin yang luas . Dengan
demikian , Ia mengidentifikasi saluran potensial melalui pembentukan PTA dapat
menyebabkan peningkatan produktivitas . ditemukannya hasil ini menjadi kuat
untuk masuknya berbagai efek tetap dalam regresi gravitasi kami yang
menjelaskan masalah endogenitas, serta teknik estimasi alternatif yang
memperhitungkan fakta bahwa banyak arus perdagangan bilateral adalah nol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar