Kamis, 28 November 2013

PROYEKSI EKONOMI INDONESIA TAHUN 2014 SAMPAI 2015




TUGAS TEORI EKONOMI 1
PROYEKSI EKONOMI INDONESIA  TAHUN 2014 SAMPAI 2015

         
Disusun Oleh :
·       Anyssa Ryan                                (21212010)
·       Dini Labibah                                (22212196)
·       Eka Vidiaztuti                             (22212420)
·       Noor Mutia                                  (25212366)
·      Trisna Nugraha Pamungkas        (27212481)  
          
Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Kelas SMAK06-03
UNIVERSITAS GUNADARMA






PROYEKSI EKONOMI INDONESIA  TAHUN 2014 DAN 2015

Evaluasi menyeluruh terhadap kinerja tahun 2000- 2012 dan prospek ekonomi makro pada tahun 2014 dan 2015 menunjukkan perekonomian Indonesia tumbuh cukup tinggi dengan inflasi yang tetap terkendali dan rendah. Kinerja tersebut tidak terlepas dari berbagai  kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah untuk menjaga stabilitas makro dan momentum pertumbuhan ekonomi nasional ditengah perlambatan ekonomi dunia. Ke depan, Bank Indonesia juga akan memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta mempererat koordinasi dengan pemerintah untuk mengelola permintaan domestik agar sejalan dengan upaya menjaga keseimbangan eksternal, mencapai sasaran inflasi dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan data yang kami dapatkan dari Badan Pusat Statistik, menunjukkan bahwa Inflasi periode 2000 – 2012 mengalami fluktuasi. Puncak  inflasi terjadi pada tahun 2005. Hal ini terjadi dikarenakan  menurut Bank Indonesia,  2005 : kenaikan harga BBM bersubsidi memberikan sumbangan kenaikan inflasi sebesar 3,74%. Ini disebabkan oleh besaran kenaikan yang cukup tinggi, dimana cakupan komoditi BBM bersubsidi meliputi premium, solar dan minyak tanah, serta bobot komponen inflasi.

Secara historis, Bank Indonesia juga mencatat bahwa second round effect lebih tinggi daripada first round effect. Pada waktu itu, first round effect untuk tiap kenaikan 10% pada premium, solar, dan minyak tanah sebesar 0,37%, sedangkan dampak lanjutannya (second round) untuk tiap kenaikan 10% mencapai 0,41%, sehingga total dampak untuk tiap 10% kenaikan harga BBM mencapai 0,78%.
Dampak dari sejarah inflasi yang terjadi di Indonesia yakni kenaikan suku bunga di Pasar Uang sehingga  dapat mempengaruhi kenaikan harga produksi barang maupun jasa. Pada akhirnya, kenaikan inflasi pun tidak dapat terelakkan.
Dalam mengantisipasi potensi kenaikan suku bunga ditengah inflasi,  perlu diketahui mengapa suku bunga berpeluang naik jika inflasi terus melonjak. Kenaikan inflasi yang tinggi dapat menggerus daya beli masyarakat sehingga dengan nilai Rupiah yang sama, kuantitas barang yang diperoleh menjadi lebih sedikit. Jadi, untuk melindungi daya beli tersebut yang berpotensi hilang karena inflasi, maka suku bunga di Pasar Uang pun perlu dinaikkan untuk menjaga suku bunga riil yang mencerminkan daya beli masyarakat.
Secara teori umum, suku bunga berbanding terbalik dengan imbal hasil investasi di Pasar Modal, baik saham maupun obligasi. Misalnya, jika tren suku bunga cenderung naik atau bertahan di level tinggi, umumnya tren indeks Pasar Modal (saham dan obligasi) cenderung mengalami tekanan atau koreksi. Sebaliknya, jika tren suku bunga cenderung turun atau bertahan di level rendah, umumnya tren indeks Pasar Modal cenderung mengalami kenaikan atau apresiasi.  Sebab, Jika terjadi kenaikan suku bunga, maka dari sisi pendanaan yang berasal dari pinjaman (utang) tentunya akan terimbas mengingat suku bunga pinjaman pun berpeluang naik sekaligus membuat biaya pendanaan menjadi relatif lebih mahal serta rencana ekspansi. perusahaan berpotensi menjadi kurang maksimal. Selanjutnya, margin laba perusahaan pun dapat tergerus dan pertumbuhan menjadi lambat karena peningkatan biaya pendanaan dari utang. Jika itu terjadi terus menerus hingga mempengaruhi prospek perusahaan tersebut, tidak dapat dipungkiri kondisi tersebut bakal berdampak negatif terhadap harga sahamnya.
Sementara bila dikaitkan dengan alternatif investasi, tren suku bunga yang cenderung naik berpotensi membuat investor mengalihkan sebagian dana investasinya ke instrumen Pasar Uang, seperti Deposito karena dianggap bebas dari resiko fluktuasi dari nilai aset. Akibatnya, nilai investasi di Pasar Modal pun menjadi berkurang dan nilai indeks Pasar Modal (saham maupun obligasi) menjadi turun. Di samping itu, kenaikan suku bunga aset bebas resiko yang menjadi komponen dalam penentuan tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) atau tingkat diskonto dalam mengevaluasi harga wajar suatu aset investasi Pasar Modal, seperti saham tentu memberikan dampak negatif karena semakin tinggi tingkat diskonto dari suatu saham, maka harga wajar suatu saham akan menjadi lebih rendah. Hal tersebut membuat daya tarik suatu saham menjadi berkurang jika potensi kenaikan harga pasar saham tersebut menuju harga wajarnya menyusut akibat penurunan nilai wajar.


Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan inflasi, suku bunga, Jumlah uang beredar dan kurs berpengaruh terhadap return saham individu di dalam pasar uang.  Inflasi yang tinggi akan menyebabkan suku bunga akan meningkat dan akan mengurangi tingkat investasi. Dalam kondisi inflasi biasanya pemerintah akan menaikkan suku bunga untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Namun kenaikan bunga tersebut akan menyebabkan investor enggan melakukan investasi karena bunga pinjaman yang harus dibayarkan menjadi lebih tinggi. Pada kondisi ini investor lebih suka menyimpan dana di bank dan memperoleh pendapatan dari bunga tabungan dan pasar saham menjadi tidak menarik. Kenaikan tingkat bunga akan mengakibatkan harga saham bereaksi secara negatif yaitu harga saham menurun dengan demikian return saham akan turun.
Sedangkan perubahan sebaliknya atas suku bunga maka akan menaikkan return saham. Jumlah uang beredar dengan pertumbuhan yang wajar memberikan pengaruh positif terhadap ekonomi dan pasar ekuitas secara jangka pendek. Pertumbuhan yang drastis akan memicu inflasi yang tentunya memberikan pengaruh negatif terhadap pasar ekuitas.
Hubungan antara Nilai tukar mata uang asing dan pasar saham adalah negatif, melemahnya rupiah memberikan pengaruh negatif terhadap pasar ekuitas, karena menyebabkan pasar ekuitas menjadi tidak mempunyai daya tarik.
Proyeksi tahun 2014-2015

B.  Prospek Pasar Produksi
Pendahuluan
Memasuki pertengahan 2013, perekonomian Indonesia mengalami kesulitan. Hal ini terlihat dari turunnya hampir semua indikator ekonomi. Aksi The Fed yang menghentikan kebijakan quantitave easing sebagai stimulus ekonomi Amerika Serikat dinilai banyak kalangan menjadi penyebab utama turunnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Masih dapat diingat tanggal 22 Juni 2013 Pemerintah melalui Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor: 07.PM/12/MPM/2013 telah menaikkan harga BBM bersubsidi. Kenaikan BBM ini  memberikan dampak yang cukup signifikan pada pembentukan laju inflasi tahun 2013. Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri dalam pengendaliannya agar inflasi tetap berada pada rentang target yang telah ditetapkan.
Berkaca pada sejarah, kenaikan harga BBM bersubsidi biasanya memberikan sumbangan kenaikan inflasi yang cukup besar. Pada tahun 2005 lalu, kenaikan harga BBM bersubsidi memberikan sumbangan kenaikan inflasi sebesar 3,74 persen (Bank Indonesia, 2005). Ini disebabkan oleh besaran kenaikan yang cukup tinggi, dimana cakupan komoditi BBM bersubsidi meliputi premium, solar dan minyak tanah, serta bobot komponen inflasi.

Bank Indonesia juga mencatat bahwa second round effect lebih tinggi daripada first round effect. Pada waktu itu, first round effect untuk tiap kenaikan 10 persen pada premium, solar, dan minyak tanah sebesar 0,37 persen, sedangkan dampak lanjutannya (second round) untuk tiap kenaikan 10 persen mencapai 0,41 persen, sehingga total dampak untuk tiap 10 persen kenaikan harga BBM mencapai 0,78 persen.
Dari tabel berikut ini dapat terlihat laju inflasi bulan Januari – Juni 2013 saat ini telah mencapai 3,35 persen, dimana inflasi bulan Juni 2013 sebesar 1,03 persen. Inflasi Juni 2013 di atas 1 persen merupakan inflasi tertinggi bulan Juni dalam 5 tahun terakhir (Inflasi Juni 2009 – 2010 selalu di bawah 1 persen). Perhitungan BPS menunjukkan bahwa inflasi Juni 2013 lebih banyak dipicu oleh kenaikan harga pasca kenaikan harga BBM pada 22 Juni 2013.
Dengan serangkaian langkah-langkah pengamanan pasokan bahan makanan, pengelolaan administered price, dan antisipasi terhadap gejolak situasi eksternal melalui bauran kebijakan fiskal dan moneter, serta pengendalian konsumsi BBM bersubsidi, diharapkan realisasi inflasi 2013 dapat berada pada kisaran yang ditetapkan dalam APBN-P 2013. Diharapkan memasuki tahun 2014 inflasi yang meninggi sebagai dampak kenaikan BBM ini mulai menunjukkan kestabilan. Perekonomian Indonesia yang stabil kembali, yang tumbuh, berkembang dan membawa kesejahteraan bersama. 



Proyeksi 2014-2015
Proyeksi Pertumbuhan Market Size Sektor Ekonomi (1)


Lapangan Usaha
2011
2012
2013
2014
2015









1.
Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan






a. Tanaman Bahan Makanan
20.4%
20.6%
20.9%
21.5%
22.1%

b. Tanaman Perkebunan
9.3%
10.9%
12.5%
15.6%
18.8%

c. Peternakan
26.1%
26.3%
26.4%
26.7%
27.0%

d. Kehutanan
13.5%
14.6%
15.7%
17.9%
20.0%

e. Perikanan
29.6%
29.7%
29.8%
29.9%
30.0%









2.
Pertambangan & Penggalian






a. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
1.0%
1.0%
1.0%
1.0%
1.0%

b. Pertambangan Bukan Migas
31.7%
32.5%
33.2%
34.7%
36.2%

c. Penggalian
33.5%
33.7%
34.0%
34.5%
35.0%









3. Industri Pengolahan






a. Industri Migas







1). Pengilangan Miyak Bumi
1.0%
1.0%
1.0%
1.0%
1.0%


2). Gas Alam Cair (LNG)
1.0%
1.0%
1.0%
1.0%
1.0%

b. Industri Bukan Migas







1). Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
22.6%
23.1%
23.7%
24.8%
25.9%


2). Industri Tekstil, Barang dari Kulit dan Alas Kaki
11.5%
11.7%
11.9%
12.2%
12.6%


3). Industri Kayu dan Produk Lainnya
13.3%
15.2%
17.1%
20.9%
24.8%


4). Industri Produk Kertas dan Percetakan
17.8%
17.8%
17.9%
17.9%
18.0%


5). Industri Produk Pupuk, Kimia dan Karet
10.1%
12.4%
14.8%
19.4%
24.0%


6). Industri Produk Semen dan Penggalian Bukan Logam
10.6%
11.8%
13.0%
15.4%
17.7%


7). Industri Logam Dasar Besi dan Baja
1.0%
1.0%
1.0%
1.0%
1.0%


8). Industri Peralatan, Mesin dan PerlengkapanTransportasi
9.5%
11.8%
14.1%
18.8%
23.4%


9). Produk Industri Pengolahan Lainnya
9.8%
11.0%
12.1%
14.4%
16.7%









4. Listrik, Gas & Air Bersih






a. Listrik
9.4%
9.6%
9.8%
10.1%
10.5%

b. Gas
33.4%
33.7%
34.0%
34.5%
35.0%

c. Air Bersih
9.3%
9.9%
10.4%
11.6%
12.8%









5. Konstruksi
32.9%
33.3%
33.6%
34.3%
35.0%









6. Perdagangan, Hotel & Restoran






a. Perdagangan Besar dan Eceran
10.2%
11.5%
12.8%
15.5%
18.1%

b. Hotel
7.9%
8.4%
8.9%
9.8%
10.8%

c. Restoran
13.9%
14.2%
14.4%
15.0%
15.5%


Sumber: Proyeksi LM-FEUI (2011)





Pengaruh Pasar Uang dan Pasar Sektor rill terhadap Pasar Tenaga Kerja
Dewasa ini, semua negara terjadi pasang surut di bidang perekonomian. Padahal, perekonomian itu sendiri adalah tonggak keberhasilan suatu bangsa dalam segi kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Perekonomian itu sendiri ditopang dari beberapa sektor pasar, yaitu pasar uang, pasar sektor riil, pasar tenaga kerja, dan pasar modal. Jika perekonomian tersebut berhasil memajukan berbagai sektor pasar tersebut, maka negara tersebut akan menjadi negara dengan perekonomian maju.
Pada kesempatan kali ini, kami akan menganalisa pengaruh pasar uang dan pasar sektor rill terhadap pasar tenaga kerja. Pasar tenaga kerja, tidak dapat dilepaskan dari suatu perekonomian indonesia. Menurut Ignatia Rohana Sitanggang dan Nachrowi Djalal Nachrowi 2004, Bertambahnya jumlah penduduk secara absolut tentunya, akan berdampak pada jumlah angkatan kerja di Indonesia. Pasar tenaga kerja yang salah satunya berisi jumlah angkatan kerja menjadi sangat penting ditinjau ketika suatu perekonomian mempunyai kebutuhan pemintaan output (barang & jasa) yang massive. Permintaan akan output yang besar, menyebabkan permintaan tenaga kerja meningkat, sehingga upah tenaga kerja pun menjadi naik seiring dengan meningkatnya inflasi (Pasar Uang) serta meningkatnya permintaan barang (Pasar Sektor rill).
Berikut contoh daftar UMP/UMR di DKI Jakarta kurun waktu 2000-2012


Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang cukup signifikan terhadap UMR/UMP yang terjadi di indonesia. Peningkatan tersebut berkisar 15% – 16% dihitung dari rata-rata kenaikan tingkat UMR.
Berbicara tentang kenaikan UMR di indonesia tahun 2000-2013 tidak lepas dari pengaruh pasar uang, yaitu inflasi & tingkat suku bunga yang ditentukan BI, serta pengaruh sektor rill, yaitu permintaan output yang ada di masyarakat. Berikut grafik data inflasi yang akan mempengaruhi sektor rill dan berdampak juga pada tenaga kerja :
 













Grafik ini menunjukkan data inflasi setiap tahun itu berubah-ubah, tidak selalu naik dan tidak selalu turun. Hal ini diakibatkan karena beberapa faktor, yaitu faktor ekonomi, faktor politik faktor sosial dan faktor budaya. Oleh sebab itu, nilai inflasi dapat mempengaruhi sektor rill yang pada akhirnya akan berakibat pada pasar tenaga kerja.
Inflasi akan berpengaruh pada sektor riil yang dampaknya akan dirasakan jika inflasi mengalami kenaikan atau inflasinya mengalami penurunan. Jika inflasinya mengalami kenaikan, menyebabkan harga barang menjadi naik, serta BBM (Bahan Bakar Minyak) juga akan naik, sehingga menyebabkan permintaan terhadap suatu barang akan menurun. Karena permintaan terhadap suatu barang menurun, menyebabkan penawaran dan penjualan akan barang tersebut menjadi menurun. Hal tersebut juga akan mendorong harga turun yang berdampak negatif pada laba perusahaan. Dampak negatif pada laba perusahaan inilah yang akan mempengaruhi upah atau gaji karyawan serta lamanya waktu bekerja. Jika inflasi berdampak negatif terhadap laba perusahaan, maka upah dan gaji yang diterima karyawan akan menurun dan waktu mereka untuk bekerja makin sedikit karena sedikitnya permintaan  untuk berproduksi. Akan terjadi kondisi sebaliknya jika inflasi mengalami penurunan. Inilah yang dimaksud pengaruh pasar uang dan pasar sektor rill terhadap pasar tenaga kerja.

Berikut alur yang terjadi untuk memperjelas pernyataan :

Kondisi 1 : Infasi ↑ maka BI rate ↓ mendorong harga menjadi  ↑ sehingga menyebabkan permintaan akan barang menjadi ↓. Laba perusahaan ↓ berakibat pada upah/ gaji karyawan ↓ serta lamanya waktu bekerja kayawan ↓ untuk menghasilkan produksi

Kondisi 2 : Infasi ↓ maka BI rate ↑ mendorong harga menjadi ↓ sehingga menyebabkan permintaan akan barang menjadi ↑. Laba perusahaan ↑ berakibat pada upah/ gaji karyawan ↑ serta lamanya waktu bekerja kayawan ↑ untuk menghasilkan produk



Proyeksi Pertumbuhan Market Size Sektor Ekonomi (2)


Lapangan Usaha
2011
2012
2013
2014
2015









7.
Pengangkutan dan Komunikasi






a. Pengangkutan







1). Angkutan Rel
1.0%
5.0%
8.9%
13.4%
17.9%


2). Angkutan Jalan Raya
7.3%
9.5%
11.6%
15.9%
20.2%


3). Angkutan Laut
1.0%
3.5%
6.1%
9.1%
12.2%


4). Angkutan Sungai, Danau & Penyeberangan
12.3%
12.7%
13.0%
13.8%
14.6%


5). Angkutan Udara
23.7%
23.9%
24.2%
24.6%
25.0%


6). Jasa Penunjang Angkutan
11.3%
11.7%
12.1%
12.8%
13.6%








b. Komunikasi
23.5%
24.6%
25.8%
28.1%
30.4%









8. Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan






a. Bank
7.5%
8.5%
9.6%
11.8%
14.0%

b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank
17.4%
18.7%
20.0%
22.5%
25.0%

c. Jasa Penunjang Keuangan
16.9%
17.8%
18.7%
20.5%
22.3%

d. Real Estat
11.9%
12.9%
13.8%
15.7%
17.6%

e. Jasa Perusahaan
15.7%
16.4%
17.2%
18.6%
20.0%









9. Jasa-jasa






a. Pemerintahan Umum







1). Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan
23.8%
23.8%
23.9%
23.9%
24.0%


2). Jasa Pemerintahan Lainnya
23.8%
23.8%
23.8%
23.9%
24.0%

b. Swasta







1). Jasa Sosial Kemasyarakatan
17.5%
18.1%
18.7%
19.8%
21.0%


2). Jasa Hiburan dan Rekreasi
14.3%
14.4%
14.5%
14.8%
15.0%


3). Jasa Perorangan dan Rumah tangga
13.2%
13.7%
14.2%
15.1%
16.0%









Growth Market Size
17.8%
19.4%
20.8%
22.9%
24.9%


Sumber: Proyeksi LM-FEUI (2011)

Dalam memproyeksikan suatu ekonomi di masa mendatang, kita harus mempunyai dasar yang kuat untuk membuktikan proyeksi tersebut. Proyeksi tahun 2014-2015 akan mengalami kenaikan dari segi inflasi pada pra pemilu yang menyebabkan mungkinnya terjadi kenaikan atau penurunan BI rate.  Berdasarkan tabel hasil penelitian Biro Riset LMFEUI diatas, market size beberapa sektor diestimasi menunjukkan pertumbuhan tinggi, atau di atas 20 %, seperti komunikasi dan jasa non-bank. Pertumbuhan market size diperkirakan akan meningkat dari 17,8% (2011) menjadi 24,9 % (2015).
Dari tabel tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa proyeksi pasar produksi pada tahun 2014 dan 2015 akan mengalami kenaikkan. Menurut Economist Group Research DBS Bank Ltd Gundy Cahyadi, pertumbuhan konsumsi akan meningkat prapemilu. Pada sektor tenaga kerja, jumlah angkatan kerja yang terserap akan makin banyak, dan seiring dengan itu pasti akan terjadi peningkatan UMR. Namun, jika buruh meminta peningkatan UMR yang terlalu besar dari kemampuan perusahaan dalam membayar gaji mereka, maka akan terjadi pemindahaan investasi ke luar negeri yang mempunyai buruh dengan UMP rendah, ditambah lagi pada tahun 2015, akan diselenggarakan MEA (Masyarakat Ekonomi Asia) yang akan berakibat menurunnya jumlah tenaga kerja yang akan terserap.











Daftar Pustaka