Rabu, 18 Desember 2013

Makalah Kelompok Tugas Akhir Teori Ekonomi 1

Makalah Tugas Akhir
Teori Ekonomi 1


Disusun Oleh:
1.      Anyssa Riyan Puteri                                (21212010)
2.      Dini Labibah                                           (22212196)
3.      Eka Vidiaztuti Untari                               (22212420)
4.      Noor Mutia                                            (25212366)
5.      Trisna Nugraha Pamungkas                     (27212481)

Laporan yang Disusun untuk Memenuhi Tugas Teori Ekonomi 1 mengenai Analisis Pengaruh Elastisitas Harga
terhadap Penawaran dan Permintaan Barang Primer

Dosen: 
 Dr. Prihantoro

SMAK’6
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2013


Pengaruh Elastisitas Harga terhadap Penawaran dan Permintaan Barang Primer

Dalam ilmu ekonomielastisitas adalah perbandingan perubahan proporsional dari sebuah variabel dengan perubahan variable lainnya. Dengan kata lain, elastisitas mengukur seberapa besar besar kepekaan atau reaksi konsumen terhadap perubahan harga.
Secara spesifik, elastisitas adalah suatu bilangan yang menunjukkan presentase perubahan yang tejadi pada satu variable sebagai reaksi atas setiap satu persen kenaikan pada variable lain. Misalnya, elastisitas permintaan Karen harga (price elasticity of demand) mengukur kepekaan jumlah permintaan karena perubahan-perubahan harga. Elastisitas permintaan tersebut menunjukkan persentase perubaha yang terjadi dalam jumlah permintaan untuk suatu barang yang akan diikuti dengan setiap kenaikan sebesar satu persen pada harga barang tersebut.
Elastisitas permintaan karena harga secara lebih rinci dapat dinyatakan dalam sebuah persamaan. Dengan menyatakan jumlah dan harga masing-masing dengan Q dan P, maka elastisitas permintaan karena harga dapat dinyatakan sebagai berikut.

            Dimana (%D∆Q) berarti “persentase perubahan pada Q” dan (%D∆P) berarti “persentase perubahan pada P”. Secara umum, elastisitas permintaan karena harga dapat dinyatakan sebagai berikut.
 

                Dimana:
                            Ep   = Elastisitas harga permintaan
                            ∆= Perubahan barang yang diminta
                            ∆P   = Perubahan harga
                            P      = Harga barang
                            Q     = Jumlah barang yang diminta

            Elastisitas permintaan karena harga biasanya merupakan bilangan yang negative. Jika harga suatu barang naik, maka permintaan akan turun. Apabila elastisitas harga (price elastic) lebih dari satu (Ep>1) dapat dikatakan permintaan itu elastis terhadap harga, karena penurunan presentase jumlah permintaan lebih besar daripada peningkatan presentase harga. Jika besar elastisitas harga kurang dari satu (Ep<1), permintaan itu dikatakan inelastic/tidak elastis terhadap harga. Ini terjadi ketika perubahan permintaan (dalam presentase) lebih kecil daripada perubahan harga. Jika besar elastisitas sama dengan satu (Ep=1), itu merupakan elastisitas unitary/elastisitas tunggal. Hal ini terjadi apabila harga naik 10%, maka permintaan barang akan turun 10% juga. Apabila elastisitas permintaan sama dengan nol (Ep=0), merupakan inelastic sempurna. Hal itu terjadi ketika berapapun harga suatu barang, orang akan tetap membeli jumlah yang dibutuhkan, contohnya garam. Selanjutya, apabila elastisitas permintaan sama dengan tak terhingga (Ep=∞), permitaan itu dikatakan sebagai elasitis tak terhingga. Ini terjadi ketika perubahan harga sedikit saja menyebabkan perbahan permintaan tak terbilang besarnya.
            Berkaitan dengan komoditi barang kebutuhan primer, elastisitas yang berlaku adalah ketika elastisitas permintaan kurang dari satu (Ep<1) atau keadaan inelastic. Mengapa demikian? Seperti dijelaskan sebelumnya, keadaan inelastic terjadi ketika perubahan permintaan (dalam presentase) lebih kecil daripada perubahan harga. Sebagai Contoh, permintaan tidak elastis ini dapat dilihat diantaranya pada produk kebutuhan. Misalnya beras, meskipun harganya naik, orang akan tetap membutuhkan konsumsi beras sebagai makanan pokok. Karenanya, meskipun mungkin dapat dihemat penggunaannya, namun cenderung tidakakan sebesar kenaikan harga yang terjadi. Sebaliknya pula, jika harga beras turun konsumen tidak akan menambah konsumsinya sebesar penurunan harga. Ini karena konsumsi beras memiliki keterbatasan (misalnya rasa kenyang). Contoh lainnya yang sejenis adalah bensin. Jika harga bensin naik, tingkat penurunan penggunaannya biasanya tidak sebesar tingkat kenaikan harganya. Ini karena kita tetap membutuhkan bensin untuk bepergian. Sama halnya, ketika harganya turun, kita juga tidak mungkin bepergian terus menerus demi menikmati penurunan harga tersebut. Karakteristik produk yang seperti ini mengakibatkan permintaan menjadi tidak elastis.
Jika digambar dalam bentuk grafik, akan terlihat sebagai berikut.
            Mula-mula pada harga P1, jumlah barang yang diminta adalah Q1. Dengan demikian tercipta titik keseimbangan pada A. Ketika harga berubah dari P1 ke P2 sebesar Px, maka barang yang diminta berubah dari Q1 ke Q2 sejumlah Qx dan titik keseimbangan bergeser dari A ke B. Dengan demikian, terlihat bahwa pergeseran Qx lebih kesil dari Px.
            Jika dilihat dari sisi penawaran. Sama halnya dengan sisi permintaan, apabila harga berubah, maka besar perubahan penawaran tidak sebesar perubahan harga. Dengan demikian, dapat disimpulan bahwa ketika terjadi perubahan harga pada komoditi barang primer akan menimbulkan perubahan baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran. Akan tetapi, besar perubahan sisi permintaan ataupun penawaran tidak sebesar perubahan harga.

Faktor Penentu Elastisitas Perintaan
1.      Produk substitusi
Semakin banyak produk pengganti (substitusi), permintaan akan semakin elastis. Hal ini dikarenakan konsumen dapat dengan mudah berpindah ke produk substitusi jika terjadi kenaikan harga, sehingga permintaan akan produk akan sangat sensitif terhadap perubahan harga.
2.      Prosentase pendapatan yang dibelanjakan
Semakin tinggi bagian pendapatan yang digunakan untuk membelanjakan produk tersebut, maka permintaan semakin elastis. Produk yang harganya mahal akan membebani konsumen ketika harganya naik, sehingga konsumen akan mengurangi permintaannya. Sebaliknya pada produk yang harganya murah.
3.      Produk mewah versus kebutuhan
Permintaan akan produk kebutuhan cenderung tidak elastis, dimana konsumen sangat membutuhkan produk tersebut dan mungkin sulit mencari substitusinya. Akibatnya, kenaikan harga cenderung tidak menurunkan permintaan. Sebaliknya, permintaan akan produk mewah cenderung elastis, dimana barang mewah bukanlah sebuah kebutuhan dan substitusinya lebih mudah dicari. Akibatnya, kenaikan harga akan menurunkan permintaan.
4.      Jangka waktu permintaan dianalisis
Semakin lama jangka waktu permintaan dianalisis, semakin elastis permintaan akan suatu produk. Dalam jangka pendek, kenaikan harga yang terjadi di pasar mungkin belum disadari oleh konsumen, sehingga mereka tetap membeli produk yang biasa dikonsumsi. Dalam jangka panjang, konsumen telah menyadari kenaikan harga, sehingga mereka akan pindah ke produk substitusi yang tersedia. Selain itu, dalam jangka panjang kualitas dan desain produk juga berubah, sehingga lebih mudah menyebabkan konsumen pindah ke produk lain.

_________________________________________________________________________________
Referensi:
-   Rahardja, Pratama dan Mandala, Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi, edisi ketiga. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2008.
-          Sukirno, Sadono. Mikro Ekonomi, edisi ketiga. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.
-          Pindyck, Robert. Mikroekonomi, edisi keenam Jilid 1. Jakarta: Indeks, 2007.
===================================================================
Analisis Pengaruh Elastisitas Harga pada Kurva Supply & Demand Produk Sekunder

Berbicara tentang elastisitas sangat lebih dikenal dalam ilmu matematika & ilmu fisika. Namun seiring berkembangnya zaman, ilmu ekonomi pun menggunakan elastisitas untuk mengukur pengaruh berapa persen satu variabel akan berubah, bila satu variabel lain berubah satu persen?. Analisis ini disebut analisis sensitivitas atau elastisitas. Konsep elastisitas ini digunakan untuk meramalkan apa yang akan barang/jasa dinaikkan. Angka elastisitas (koefisien elastisitas) adalah bilangan yang menunjukkan berapa persen satu variabel tak bebas akan berubah, sebagai reaksi karena satu variabel lain (variabel bebas) berubah satu persen.
Pada analisis kali ini, kelompok kami akan membahas tentang pengaruh elastisitas harga terhadap pemintaan & penawaran produk sekunder. Sebelum kita membahas lebih jauh, kami akan menjelaskan mengenai Elastisitas Harga itu sendiri. Definisi Elastisitas Harga adalah elastisitas mengukur berapa persen permintaan terhadap suatu barang berubah bila harganya berubah sebesar satu persen. Berikut rumus Elastisitas Harga (Price Elasticity of Demand) :


 

Berikut macam-macam angka elastisitas harga :
1. Inelastis (Ep < 1)
Perubahan permintaan (dalam persentase) lebih kecil daripada perubahaan harga. Kalau harga naik sebesar 10%, menyebabkan permintaan turun sebesar 5-6%. Artinya, walaupun harga naik sudah cukup besar, namun permintaan akan barang tersebut juga tidak berkurang terlalu banyak (tidak terlalu signifikan). Contoh barang yang memiliki permintaan inelastic adalah permintaan barang pokok seperti beras, minyak dll.

2. Elastis (Ep > 1)
Permintaan terhadap suatu barang dikatakan elastis bila perubahan harga suatu barang menyebabkan perubahan permintaan yang besar. Misalnya,bila harga turun 10% menyebabkan naik 20% . karena itu nilai EP lebih besar dari satu. Barang mewah seperti mobil umumnya permintaannya elastis.

3. Elastis Uniter (Ep = 1)
Adalah ini merupakan tingkat yang paling tinggi dari kemungkinan elastisitas, dimana respon yang paling besar dari jumlah barang yang diminta terhadap harga, artinya jika harga naik 10%, permintaan barang turun 10% juga.

4. Inelastis Sempurna (Ep = 0)
Kebalikan dari Inelastis Sempurna, tingkat paling rendah dari elastisitas, dimana respon yang jumlah permintaan barang terhadap perubahan harga adalah sangat kecil, artinya berapapun harga suatu barang, orang akan tetap membeli jumlah yang dibutuhkan.

5.Elastisitas tak terhingga (Ep = oo)
Perubahan harga sedikit saja menyebabkan perubahan permintaan tak terbilang besarnya. Elastisitas semacam ini jarang terjadi pada kehidupan bisnis.
Setelah membahas secara detail, pada paragraph selanjutnya kita akan membahas tentang factor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap permintaan barang sekunder :
Tersedia atau tidaknya barang pengganti di pasar.
- Jumlah pengguna atau tingkat kebutuhan dari barang tersebut
- Proporsi kenaikan harga terhadap pendapatan konsumen
- Periode waktu yang tersedia untuk menyesuaikan terhadap perubahan harga /periode waktu penggunaan barang tersebut. 
Selanjutnya, setelah mengetahui factor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap barang sekunder, kita akan membahas factor-faktor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap penawaran barang sekunder :
- Jenis Produk
- Sifat Perubahan Biaya Produksi
- Jangka waktu

Kesimpulan tentang analisis diatas bahwa pengaruh elastisitas harga pada permintaan barang sekunder akan mengalami kurva yang elastis (Ep > 1) sebab orang akan tetap cenderung membeli karena barang tersebut biasanya merupakan bahan pelengkap atau cenderung hamper bisa disebut juga barang sekunder bagi sebagian orang, contohnya : televisi, motor, handphone dll. Sama halnya dengan permintaan, pengaruh elastisitas harga terhadap penawaran barang sekunder cenderung elastis, (Ep > 1). Hal ini terjadi disebabkan bahwa jika perusahaan ingin memasarkan produk sekunder mereka akan memilih mengeluarkan biaya tambahan untuk pemasaran yang tidak terlalu besar agar harga yang dilepas ke pasaran dapat bersaing dengan harga dari produk lain.

________________________________________________________________________
      Sumber :
-     Buku Teori Ekonomi Mikro, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas                   Indonesia, 
-      http://dhanidhani.wordpress.com/2011/10/13/pendahuluan-perilaku-konsumen/
 -     http://abdelhafiz93.blogspot.com/

===================================================================
Analisis Pengaruh Elastisitas Harga pada Kurva Supply & Demand Produk Tersier

Pada analisis kali ini, kelompok kami akan membahas tentang pengaruh elastisitas harga terhadap pemintaan & penawaran produk tersier. Sebelum kita membahas lebih jauh, kami akan menjelaskan mengenai Elastisitas Harga itu sendiri. Definisi Elastisitas Harga adalah elastisitas mengukur berapa persen permintaan terhadap suatu barang berubah bila harganya berubah sebesar satu persen. Berikut rumus Elastisitas Harga (Price Elasticity of Demand) :
Berikut macam-macam angka elastisitas harga :
1. Inelastis (Ep < 1)
Perubahan permintaan (dalam persentase) lebih kecil daripada perubahaan harga. Kalau harga naik sebesar 10%, menyebabkan permintaan turun sebesar 5-6%. Artinya, walaupun harga naik sudah cukup besar, namun permintaan akan barang tersebut juga tidak berkurang terlalu banyak (tidak terlalu signifikan). Contoh barang yang memiliki permintaan inelastic adalah permintaan barang pokok seperti beras, minyak dll.
2. Elastis (Ep > 1)
Permintaan terhadap suatu barang dikatakan elastis bila perubahan harga suatu barang menyebabkan perubahan permintaan yang besar. Misalnya,bila harga turun 10% menyebabkan naik 20% . karena itu nilai EP lebih besar dari satu. Barang mewah seperti mobil umumnya permintaannya elastis.
3. Elastis Uniter (Ep = 1)
Adalah ini merupakan tingkat yang paling tinggi dari kemungkinan elastisitas, dimana respon yang paling besar dari jumlah barang yang diminta terhadap harga, artinya jika harga naik 10%, permintaan barang turun 10% juga.
4. Inelastis Sempurna (Ep = 0)
Kebalikan dari Inelastis Sempurna, tingkat paling rendah dari elastisitas, dimana respon yang jumlah permintaan barang terhadap perubahan harga adalah sangat kecil, artinya berapapun harga suatu barang, orang akan tetap membeli jumlah yang dibutuhkan.
5. Elastisitas tak terhingga (Ep = oo  )
Perubahan harga sedikit saja menyebabkan perubahan permintaan tak terbilang besarnya.
Setelah membahas secara detail, pada paragraph selanjutnya kita akan membahas tentang factor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap permintaan barang tersier :
Tersedia atau tidaknya barang pengganti di pasar
- Jumlah pengguna atau tingkat kebutuhan dari barang tersebut
- Proporsi kenaikan harga terhadap pendapatan konsumen
- Periode waktu yang tersedia untuk menyesuaikan terhadap perubahan harga /periode waktu penggunaan      barang tersebut.
 Selanjutnya, setelah mengetahui factor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap barang sekunder,  kita akan membahas factor-faktor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap penawaran barang    tersier :
- Jenis Produk
- Sifat Perubahan Biaya Produksi
- Jangka waktu

Kesimpulan tentang analisis diatas bahwa pengaruh elastisitas harga pada permintaan barang tersier akan mengalami kurva yang elastis (Ep > 1) sebab orang akan tetap cenderung membeli karena barang tersebut biasanya orang tersebut sudah memenuhi kebutuhan hidupnya seperti kebutuhan primer dan sekunder, sehingga dia akan membeli produk tersier sebagai pengalihan kekayaannya (investasi). Ada 2 motivasi seseorang membuat permintaan terhadap barang tersier, yaitu karena memang unuk keperluan pribadi, seperti mobil pribadi, serta yang kedua karena lingkungan social seseorang sehingga orang tersebut harus membeli barang tersier tersebut untuk menambah gengsi orang tersebut.
Berbeda halnya dengan permintaan, pengaruh elastisitas harga terhadap penawaran barang tersier cenderung Inelastis, (Ep < 1). Hal ini terjadi disebabkan produk tersier memiliki biaya pemasaran yang mahal dan biasanya peusahaan akan memasarkan produknya melalui televisi atau pertemuan secara ekslusif agar pembeli merasa bahwa produk tersebut sangat special sehingga pembeli yang notabene orang kaya akan tertarik untuk membeli produk tersier untuk menambah gensi seseorang.
_____________________________________________________________________
           Sumber :
-         Buku Teori Ekonomi Mikro, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 
-         http://dhanidhani.wordpress.com/2011/10/13/pendahuluan-perilaku-konsumen/
-         http://abdelhafiz93.blogspot.com/

===================================================================
ANALISIS PENGARUH PEMBATASAN SUBSIDI BBM TERHADAP M1 & M2 SERTA INCOME PERKAPITA

          Subsidi harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dihitung sebagai selisih antara penjualan dalam negeri produk BBM dengan komponen biaya pokok pengadaan
BBM. Komponen biaya pokok tersebut, yaitu:
            (1) biaya pengadaan minyak mentah dan bahan baku lain,
            (2) biaya pembelian produk BBM,
            (3) biaya operasi pengadaan dan distribusi BBM,
            (4) biaya operasional, dan
            (5) faktor pengurang nilai produk BBM.

Sedangkan biaya operasional dibedakan ke dalam tujuh komponen, yaitu:
1.      biaya pengolahan dan fee,
2.      biaya angkutan laut,
3.      biaya distribusi dan fee,
4.      biaya overhead,
5.      bunga,
6.      depresiasi, dan
7.      perubahan persediaan.
Pada Maret 2013 Indonesia kembali mengeluarkan kebijakan yang tidak populer, yaitu akan menaikkan harga BBM premium dan solar. Keputusan ini diambil karena harga BBM internasional trendnya selalu naik. Akan tetapi, harga minyak Indonesia mencapai US$ 107,42 per barel. Ini berarti turun US$ 7,44 per barel dari US$ 114,86 pada bulan Februari 2013. Sedangkan harga tukar rupiah adalah Rp 9700/1 USD. Sebab besarnya subsidi harga BBM juga bergantung nilai tukar rupiah yang digunakan.
Beban anggaran subsidi harga BBM ini telah diputuskan oleh pemerintah untuk dikurangi secara bertahap. Beberapa alasan dapat dikemukakan. Pertama, dalam jangka pendek, subsidi harga BBM menimbulkan meluasnya gejala moral hazard. Ini antara lain ditunjukkan oleh praktek penyelundupan BBM ke luar negeri, mengalirnya BBM bersubsidi ke non-targeted consumers serta penggunaan BBM oleh industri dan masyarakat secara tidak efisien (over consumption). Kedua, dalam jangka panjang, subsidi harga BBM dapat mendorong berkembangnya industri dalam negeri yang rapuh dan vulnerable terhadap kenaikan harga BBM.
Kebijakan pengurangan anggaran subsidi harga BBM ini menimbulkan pandangan pro dan kontra dalam masyarakat. Bahkan dari kalangan anggota DPR dan BI. Sebab pengurangan subsidi BBM otomatis akan membuat harga BBM naik. Permasalahan yang dihawatirkan mayoritas kalangan akan terjadi sebagai dampak kenaikan harga BBM adalah:
1.      Tingkat kemiskinan Negara Indonesia akan meningkat, karena apabila pemerintah memang benar – benar memberlakukan kebijakan tersebut dapat di pastikan akan lebih banyak angkatan kerja yang kehilangan pekerjaan ( PHK ) dan makin banyak pengangguran di Indonesia.
2.      Harga bahan pokok seperti beras, gula, cabe, garam, dan lain – lain akan naik drastis.
3.      Tingkat Kriminalitas bertambah, di karenakan masyarakat kecil yang terdesak dan bingung bagaimana cara mereka memperoleh makanan sedangkan harga makanan naik, lalu mereka akan melakukan tindakan kriminal.
4.      Akan terjadi banyak kerusuhan, dapat di pastikan kembali semua golongan akan menolak kebijakan pemerintah ini. Maka golongan – golongan tersebut seperti mahasiswa ormas – ormas masa, serikat – serikat rakyat akan mengadakan demo agar aspirasi mereka untuk masalah bbm ini dapat di perbaiki. Aksi demonstrasi ini terkadang disusupi pula oleh kepentingan politik tertentu.

Permasalahan lainnya, kenaikan BBM ini akan menyebabkan uang yang beredar di masyarakat menjadi semakin banyak. Karena walaupun harga nya yang melambung tinggi, namun masyarakat akan tetap membelinya sebab BBM merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Meningkatnya peredaran uang di masyarakat, biasanya menyebabkan inflasi yang tinggi. Inflasi ini lah penyebab tingkat kemiskinan semakin tinggi.

Jenis-Jenis Uang Beredar di Indonesia terdiri dari DUA macam :
1.      Uang beredar dalam arti sempit (M1) yaitu kewajiban sistem moneter (bank sentral dan bank umum) terhadap sektor swasta domestik (penduduk) meliputi uang kartal (C) dan uang giral (D).
2.      Uang beredar dalam arti luas (M2) disebut juga Likuiditas Perekonomian yaitu kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik meliputi M1 ditambah uang kuasi (T). Uang kuasi contohnya cek, giro, dll.

Disini, dampak kenaikan BBM mempengaruhi uang beredar dalam arti sempit maupun arti luas. Semakin banyak M1 beredar, maka M2 juga mengalami hal yang sama. Namun kenaikan peredaran uang ini tidak sejalan dengan naiknya pendapatan perkapita masyarakat. Karena pendapatan masyarakat yang mayoritas tetap, sedangkan harga kebutuhan semakin tinggi, membuat masyarakat tidak bisa menambah anggaran untuk saving maupun investasi.
Lebih buruk lagi, inflasi yang telah dijelaskan tadi, membuat perusahaan/investor mengalami kerugian sehingga harus mengurangi karyawan (pekerja)nya. PHK dimana-mana membuat tingkat kemiskinan semakin tinggi.
Apabila masyarakat tidak memiliki pekerjaan/penghasilan, maka bagaimana mereka akan memenuhi kebutuhannya? Hal ini dapat memicu meningkatnya kriminalitas, dan kesejahteraan masyarakat semakin rendah.
Oleh sebab itulah, kebijakan pengurangan subsidi BBM ini menjadi keputusan yang sangat alot untuk didiskusikan. Banyak pertimbangan yang membuat pemerintah sulit untuk memutuskan apakah harus mengurangi subsidi BBM atau tidak. Sebab dari keputusan ini banyak dampak beruntun yang akan terjadi. Sekalipun disetujui, pembatasan anggaran ini akan dilakukan bertahap, untuk mengurangi resikonya.
Berikut gambaran mengenai Pengaruh Pembatasan/Pengurangan Subsidi BBM terhadap M1 & M2 serta Pendapatan Perkapita:

___________________________________________________________________________SUMBER:

===================================================================
ANALISIS PENGARUH AFTA TERHADAP INDUSTRI SEKTOR RILL DAN SEKTOR TENAGA KERJA

Indonesia bersama negara anggota ASEAN lainnya telah menandatangani Deklarasi ASEAN pada 20 November 2007 lalu di Singapura guna menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 mendatang. Namun, sebelum proses tersebut dilakukan  sebuah kesepakatan ASEAN Free Trade Area (AFTA) dilaksanakan yang ditandatangani di Singapura pada 28 Januari 1992.
 AFTA di bentuk dengan tujuan agar menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global, dan menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI) yaitu penanaman modal asing yang direpresentasikan di dalam asset riil seperti: tanah, bangunan, peralatan dan teknologi, serta meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN.
Dalam mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, diberlakukanlah penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0–5 %) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN melalui skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) dimana selain penurunan tarif juga dimaksudkan untuk penghapusan pembatasan kuantitatif (kouta) dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Pemberlakuan AFTA secara penuh pada 1 Januari 2003 ditujukan kepada enam Negara yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Diharapkan melalui kesepakatan tersebut seluruh Negara anggota dapat mencapai kesejahteraan seiring dengan peningkatan kegiatan perdagangan dalam AFTA.
Namun, bagaimanakah pengaruh AFTA terhadap industri sektor riil dan sektor tenaga kerja bagi negara Indonesia? Atas dasar itu, berikut dilakukan kajian analisis jurnal singkat yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh AFTA terhadap industri sektor riil dan sektor tenaga kerja bagi negara Indonesia.
Inti dari CEPT dalam persetujuan AFTA adalah pengurangan berbagai tarif impor dan penghapusan hambatan non-tarif atas perdagangan dalam lingkup ASEAN. Hal ini membawa implikasi bagi Indonesia sendiri. Pertama, AFTA merupakan kerjasama yang menguntungkan sebab AFTA merupakan peluang bagi kegiatan eksport komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan di Indonesia dan sekaligus menjadi suatu tantangan tersendiri untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif dengan pasar regional AFTA sendiri. Peningkatan daya saing ini akan mendorong perekonomian Indonesia untuk semakin berkembang. AFTA juga merangsang para pelaku usaha di Indonesia untuk menghasilkan barang yang berkualitas sehingga dapat bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara-negara ASEAN lainnya.
AFTA juga dianggap dapat memberikan peluang bagi pengusaha kecil dan menengah di Indonesia untuk mengekspor barangnya. Hal ini membuat para pelaku usaha tersebut mendapatkan pasar untuk melempar produk-produknya selain di pasar dalam negeri. Adanya kesempatan besar bagi para pelaku usaha di Indonesia untuk lebih meningkatkan produk barangnya dari segi mutu juga mendorong kesadaran para pengusaha-pengusaha di Indonesia untuk memiliki daya saing usaha yang kuat.
Selain itu para pengusaha/produsen Indonesia akan lebih rendah mengeluarkan biaya produksi, dimana diketahui bahwa beberapa produk Indonesia ada juga yang membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya sehingga dengan adanya pembebasan tarif akan lebih meringankan pengeluaran biaya produksi yang juga akan secara bersamaan mengurangi biaya pemasaran, sehingga harga produk Indonesia tersebut dapat lebih ditekan yang akhirnya dengan kualitas yang baik produk Indonesia dapat dipasarkan dengan harga terjangkau yang kemudian akan memberikan keuntungan sebab para konsumen akan lebih tertarik dengan nilai harga yang ditawarkan.
Sehingga menyebabkan pengusaha/produsen Indonesia mengalami keuntungan hal ini menyebabkan upah mengalami kenaikan sehingga menaikkan pasar tenaga kerja sesuai dengan kurva penwaran tenaga kerja yakni seseorang akan memasuki pasar kerja jika upah yang ditawarkan melebihi dari upah reservasi. Pada tingkat upah diatas upah reservasi, kurva penawaran tenaga kerja memiliki slope positif sampai pada titik tertentu.
Bukan hanya itu implikasi positif lainnya pada sektor tenaga kerja di Indonesia yakni terbukanya kerjasama dalam menjalankan bisnis dengan beraliansi bersama pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya. Melalui aliansi ini, para pebisnis Indonesia akan lebih memperluas jaringannya, yang kelak akan mengantarkan mereka tidak hanya berbisnis di area ASEAN saja tetapi juga dapat menjadi batu loncatan ke pasar global, hal ini akan sangat bermanfaat untuk prosuden-produsen rumahan, yang akan lebih meningkatkan kesejahteraan para pekerjanya serta memberikan keuntungan bagi negara dimana akan terbentuk pemahaman di benak konsumen luar negeri bahwa produk-produk yang dihasilkan oleh pasar domestik Indonesia memiliki kualitas internasional dengan penanganan yang berstandar tinggi.

AFTA bagaikan pisau bermata ganda bagi Indonesia. Selain dapat memberikan keuntungan yang besar namun dapat pula mencengkeram dan memerasa tanpa henti hingga akan berbalik memberikan kerugian jika tanpa maksimal dan dukungan penuh oleh setiap pihak yang berpengaruh di dalamnya.
Selain manfaat  yang didapatkan dari sisi positif pengaruh AFTA. Munculnya AFTA dianggap dapat memunculkan  persaingan yang tidak seimbang bagi negara anggota ASEAN itu sendiri. Pasalnya,  Penurunan tarif barang bagi barang yang masuk dari negara anggota ASEAN menimbulkan kerugian. Sebab, Ketidaksiapan pasar industri lokal juga yang menjadi kendala bagi berjalannya AFTA dan penerapan penurunan tarif.  Seperti negara-negara anggota ASEAN lainnya,
 Indonesia pun mengalami hal yang sama. Daya saing barang yang diperdagangkan kurang memenuhi standar yang ditetapkan, hal ini mengakibatkan banyaknya industri-industri kecil dan menengah di Indonesia mengalami kerugian yang besar. Persaingan produk dalam negeri dengan produk yang masuk kedalam negeri membuat para pengusaha harus bisa meningkatkan kualitas barang produksinya. Hal tersebut tidaklah mudah dengan keterbatasan modal yang dimiliki oleh para pengusaha-pengusaha kecil dan menengah. Belum lagi keterbatasan dari segi infrastruktur di Indonesia, keterbatasan tekhnologi yang menunjang produksi para pengusaha kecil dan menengah di Indonesia juga menjadi suatu masalah tersendiri. Dalam AFTA para pengusaha dipaksa untuk memiliki daya saing yang tinggi, agar nantinya pengusaha-pengusaha dalam negeri ini dapat mandiri.
Hal ini terlihat dari banyaknya para pengusaha yang tergolong pengusaha kecil dan menengah di Indonesia mengalami kerugian besar dan produksinya berhenti dikarenakan kualitas barang mereka kalah dibandingkan dengan barang-barang yang masuk dari Vietnam dan Cina. Contohnya industri rotan di Indonesia, biasanya para pengusaha rota hanya mengirim berupa rotan yang belum diolah sehingga merugikan pihak pengusaha rotan dalam negeri, sedangkan rotan yang masuk dari Cina dan Vietnam biasanya telah diolah menjadi suatu produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Dari permasalah tersebut seharusnya pemerintah sudah memiliki langkah yang pasti untuk melindungi para pengusaha rotan, caranya dengan mengekspor produk rotan bukan sekedar bahan dasarnya saja tapi berupa rotan yang telah di olah menjadi suatu produk yang harga jualnya lebih tinggi, sama dengan yang diekspor Vietnam dan Cina. Jika sokongan pemerintah tidak penuh dan maksimal dalam program AFTA sudah dapat di prediksikan para pengusaha besar, menengah ataupun kecil mengalami kerugian bahkan gulung tikar dikarenakan produknya kalah bersaing dengan produk dengan negara lain sebab faktanya produk-produk ekspor andalan negara anggota AFTA secara umum lebih bersifat ‘subtitutif’ daripada ‘komplementer’, dalam arti produk-produk yang dihasilkan cenderung serupa sehingga sulit diharapkan agar masing-masing anggota dapat menyerap produk mereka satu sama lain dan juga memiliki nila tambah yang lebih tinggi. Bahkan di pasar produk-produk mereka akan bersaing dan dapat mematikan produk yang tidak unggul secara komparatif. Sehingga menyebabkan banyak tejadi PHK dan angka pengangguran naik dikarenakan ketidakmampuan perusahaan dalam membayar upah tenaga kerja hal ini menyebabkan  penawaran tenaga kerja mengalami penurunan.
Table 1
Indeks Keunggulan Komparatif Produk Negara ASEAN



Hal ini dibuktikan dengan Tabel 1 menunjukkan Index keunggulan komparatif produk ekspor andalan anggota-anggota ASEAN yang dinyatakan dalam skema CEPT. Dalam tabel tampak bahwa Indonesia tidak cukup dominan dalam hal keunggulan komparatif produk-produk ekspornya, bahkan dibandingkan dengan Kamboja yang terhitung sebagai pemain baru dalam transaksi perdagangan regional. Dari seluruh produk unggulan, hanya produk kayu lapis dan plywood yang tidak tersaingi oleh anggota lainnya dengan index 37, disusul kemudian oleh produk karet alam dimana Indonesia hanya menduduki tempat ketiga setelah Kamboja dan Thailand. Prestasi peningkatan volume ekspor Indonesia pada tahun 2000 seperti diuraikan di atas tiada lain lebih merupakan hasil transaksi perdagangan Indonesia dengan pihak di luar ASEAN, khususnya dengan Jepang dan Amerika Serikat. Sementara itu, dalam transaksi perdagangan di kawasan, sepertinya Indonesia tidak bisa berharap terlalu banyak. Terlebih jika mengingat bahwa produk kayu lapis dan plywood berbahan dasar kayu hutan, dan bukan rahasia lagi bahwa luas hutan di Indonesia mengalami penyusutan yang sangat drastis dari tahun ke tahun. Dengan kata lain, secara ekonomi produk tersebut tidak akan dapat dijadikan produk andalan dalam jangka menengah apalagi jangka panjang, mengingat semakin langkanya bahan baku kayu.
Seperti terlihat pada tabel, dari seluruh anggota AFTA hanya Singapura yang relatif memiliki produk unggulan berbeda, yaitu di sektor-sektor menyangkut penggunaan teknologi elektronik dan informatika, sisanya lebih menekankan pada pertanian dan hasil alam. Pertanyaanya kemudian adalah, bagaimana agar di dalam pelaksanaan AFTA negara anggota yang kurang memiliki variasi produk unggulan tidak tenggelam dalam persaingan, dimana hal tersebut akan bertentangan dengan tujuan awal dibentuknya organisasi ini. Tantangan inilah diantara yang harus dijawab oleh AFTA dan anggota-anggotanya, khususnya Indonesia. Apabila pemerintah mampu memecahkan persoalan ini dan dapat secara jeli memetakan dan kemudian memanfaatkan pasar regional ASEAN yang saat ini mencapai lebih dari setengah milyar jiwa, terdapat dua peluang besar terbuka bagi Indonesia terkait dengan perdagangan, yaitu kesempatan untuk fully-recovered pasca krisis ekonomi; dan yang kedua adalah kesempatan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang stabil dan signifikan sebagaimana yang terjadi pada periode tahun 1970an hingga menjelang krisis ekonomi 1997.

            Dengan pernyataan lain, dapat dikatakan bahwa AFTA dapat memberikan pengaruh  yang positif dan menguntungkan bagi Indonesia, jika terdapat sinergi kerja sama yang baik dan penuh antara para pengusaha dan pemerintah Indonesia. Sebab,   kerja sama dalam menemukan  solusi yang jelas bagi para pengusaha di Indonesia akan membantu Indonesia dalam menghadapi pasar bebas jenis apapun yang diberlakukan yakni sebagian kecilnya adalah pemerintah memberikan modal bagi peningkatan kualitas produksi dan standar mutu barang.  Sehingga, Indonesia pun dapat bersaing dalam peningkatan kualitas barang produksinya dengan produk-produk lain yang masuk ke pasar dalam negeri maupun luar negeri region ASEAN.
___________________________________________________________________________
Referensi :

===================================================================
PENGARUH KENAIKAN HARGA EMAS TERHADAP INFLASI

Berdasarkan data dari Poverty Brief olehTim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia Bulan September 2013, dengan Idul Fitri jatuh di awal bulan, dampak kenaikan BBM pada bulan Juli, dan depresiasi Rupiah, tidak mengherankan tingkat inflasi tetap tinggi pada Agustus sebesar 1,1%, meskipun jauh lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi Juli 3,2%. Kontributor utama inflasi Agustus menggambarkan perkiraan tekanan harga: harga bahan makanan lebih tinggi (dampak Ramadan dan Idul Fitri), kenaikan harga emas (dampak imported inflation), dan kenaikan harga transportasi (dampak harga BBM naik). Kenaikan musiman biaya sekolah juga berkontribusi pada inflasi Agustus. Diperkirakan tekanan penurunan harga bahan makanan bulan September, mewakili sisi lain peningkatan musiman harga makanan selama Ramadan. Pada saat yang sama, penyesuaian terhadap kenaikan harga BBM seharusnya telah selesai, menghilangkan sedikit tekanan terhadap inflasi.
Namun nyatanya pada bulan September 2013 lalu,nilai tukar rupiah sempat melemah terhadap Dollar Amerika. Dan hal ini ternyata berpengaruh pada beberapa harga barang komoditi diantaranyaemas.  Emas yang semula dijual seharga Rp. 450 ribu per gram, mengalami kenaikan Rp25 ribu per gramnya. Jika sebelumnya harga emas dijual Rp. 450 ribu per gram, pada saat itu naik menjadi Rp. 475 ribu per gramnya. Dampak kenaikan harga emas juga mengakibatkan menurunnya omset penjualan pada pedagang emas. Tak hanya itu, kenaikan harga emas juga menyebabkan inflasi di dalam negeri. Lalu apakah hubungan kenaikan harga emas dan inflasi? Sebelumnya mari kita pelajari apa yang menyebabkan harga emas terus naik dan diminati banyak investor. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi harga emas, dikutip dari belajarinvestasi.com :

Pertama, Kenaikan Inflasi Melebihi Yang Diperkirakan
Setiap Negara dalam menentukan kebijakan ekonomi biasanya akan melihat tingkat inflasi. Prediksi berapa persen kah kira-kira inflasi di Negara tersebut akan menjadi acuan dalam penetapan tingkat suku bunga dan lain-lain. Nah jika prediksi tingkat inflasi itu meleset dan malah melibihi yang diperkirakan biasanya harga emas akan melonjak tinggi.

Kedua, Terjadi Kepanikan Finansial
Saat terjadi kepanikan finansial seperti saat krisis moneter tahun 1998 dan juga tahun 2008, maka harga emas akan meroket tidak terkendali. Hal ini terjadi karena masyarakat enggan memegang uang kertas dan lebih memilih menyimpan kekayaanya dalam bentuk emas.

Ketiga, Harga Minyak Naik Secara Signifikan
Harga emas, akan ikut naik jika harga minyak mentah dunia mengalami lonjakan signifikan meski dampaknya sendiri tidak terjadi seketika. Seperti saat terjadi invasi AS ke Irak di mana Irak adalah salah satu produsen minyak terbesar di dunia. Akibat invasi itu harga minyak melonjak tajam yang kemudian diikuti oleh naiknya harga emas. Begitupun yang terjadi saat ini, dimana Negara sekutu yang dipimpin AS menyerang Libya. Harga minyak mentah kembali naik dan menembus rekor baru. Akibatnya harga emaspun terangkat naik.

Keempat, Demand Terhadap Emas
Sesuai hukum supply demand, naiknya permintaan emas dunia yang tidak diikuti oleh naiknya pasokan emas mengakibatkan harganya akan naik terus. Cina dan India adalah dua Negara yang paling besar menghabiskan uangnya untuk membeli emas.

Kelima, Kondisi Politik Dunia
Ketegangan politik dunia, misalnya AS dengan Iran, AS dengan Timur Tengah atau ketegangan lain yang membuat suhu politik dunia meninggi dan mengakibatkan ketidakpastian ekonomi  membuat harga emas naik. Para pelaku pasar akan menarik investasinya di bursa saham, valas atau obligasi dan lebih memilih investasi yang aman yakni emas. Sehingga permintaan terhadap emas pun naik.
Dari poin-poin diatas dapat diketahui bahwa faktor terpenting yang mengatur harga emas adalah nilai US Dollar. Dikutip dari hargaemas48.wordpress.com , Dolar AS yang lebih kuat akan menjaga harga emas terkendali dan rendah. Pelemahan dolar akan mempengaruhi harga emas untuk melambung tinggi. Ekonomi AS memainkan peran penting dalam membentuk makroekonomi dunia. Ketika dolar yang kuat, orang akan berinvestasi dan membeli dalam dolar. Namun, belakangan ini ekonomi AS banyak menderita karena terjadinya krisis dunia. Dolar mulai goyah dan tidak bisa menjanjikan kestabilannya, ini adalah alasan mengapa orang dan banyak negara mulai penimbunan emas besar-besaran. Cadangan emas yang tinggi akan memperkuat perekonomian nasional dan bertindak sebagai perlindungan nilai terhadap inflasi.
 Merujuk alasan tersebut, banyak yang tidak menyadari permintaan yan berlebihan terhadap emas juga akan memberikan dampak yang sama, inflasi. Ketika banyak permintaan akan emas melonjak maka peredaran uang di pasar juga akan meningkat. Inilah yang memulai indikasi inflasi tersebut. Namun tentunya kenaikan harga emas adalah hal yang tidak bisa dihindari. Karena meningkatnya biaya produksi di pertambangan emas, memburuknya situasi politik, peningkatan tajam harga minyak paska perang Irak, penurunan dalam produksi pertambangan emas dalam catatan 5 tahun terakhir ini dan populasi penduduk dunia yang terus meningkat, sehingga mempengaruhi keinginan alami manusia untuk menimbun emas guna mengamankan aset kekayaan yang mereka miliki, semakin mempengaruhi kenaikan harga emas dari masa ke masa.
_____________________________________________________________________Sumber :                                                             http://hargaemas48.wordpress.com/category/harga-emas/page/11                        http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-internasional/pengaruh-harga-emas-terhadap-kurs-valuta asing/  http://tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Poverty%20Brief%20September%202013%20-%20Bahasa%20Indonesia%20(FINAL).pdf                               
Makalah Tugas Akhir
Teori Ekonomi 1


Disusun Oleh:
1.      Anyssa Riyan Puteri                                (21212010)
2.      Dini Labibah                                           (22212196)
3.      Eka Vidiaztuti Untari                               (22212420)
4.      Noor Mutia                                            (25212366)
5.      Trisna Nugraha Pamungkas                     (27212481)

Laporan yang Disusun untuk Memenuhi Tugas Teori Ekonomi 1 mengenai Analisis Pengaruh Elastisitas Harga
terhadap Penawaran dan Permintaan Barang Primer

Dosen: 
 Dr. Prihantoro

SMAK’6
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2013


Pengaruh Elastisitas Harga terhadap Penawaran dan Permintaan Barang Primer

Dalam ilmu ekonomielastisitas adalah perbandingan perubahan proporsional dari sebuah variabel dengan perubahan variable lainnya. Dengan kata lain, elastisitas mengukur seberapa besar besar kepekaan atau reaksi konsumen terhadap perubahan harga.
Secara spesifik, elastisitas adalah suatu bilangan yang menunjukkan presentase perubahan yang tejadi pada satu variable sebagai reaksi atas setiap satu persen kenaikan pada variable lain. Misalnya, elastisitas permintaan Karen harga (price elasticity of demand) mengukur kepekaan jumlah permintaan karena perubahan-perubahan harga. Elastisitas permintaan tersebut menunjukkan persentase perubaha yang terjadi dalam jumlah permintaan untuk suatu barang yang akan diikuti dengan setiap kenaikan sebesar satu persen pada harga barang tersebut.
Elastisitas permintaan karena harga secara lebih rinci dapat dinyatakan dalam sebuah persamaan. Dengan menyatakan jumlah dan harga masing-masing dengan Q dan P, maka elastisitas permintaan karena harga dapat dinyatakan sebagai berikut.

            Dimana (%D∆Q) berarti “persentase perubahan pada Q” dan (%D∆P) berarti “persentase perubahan pada P”. Secara umum, elastisitas permintaan karena harga dapat dinyatakan sebagai berikut.
 

                Dimana:
                            Ep   = Elastisitas harga permintaan
                            ∆= Perubahan barang yang diminta
                            ∆P   = Perubahan harga
                            P      = Harga barang
                            Q     = Jumlah barang yang diminta

            Elastisitas permintaan karena harga biasanya merupakan bilangan yang negative. Jika harga suatu barang naik, maka permintaan akan turun. Apabila elastisitas harga (price elastic) lebih dari satu (Ep>1) dapat dikatakan permintaan itu elastis terhadap harga, karena penurunan presentase jumlah permintaan lebih besar daripada peningkatan presentase harga. Jika besar elastisitas harga kurang dari satu (Ep<1), permintaan itu dikatakan inelastic/tidak elastis terhadap harga. Ini terjadi ketika perubahan permintaan (dalam presentase) lebih kecil daripada perubahan harga. Jika besar elastisitas sama dengan satu (Ep=1), itu merupakan elastisitas unitary/elastisitas tunggal. Hal ini terjadi apabila harga naik 10%, maka permintaan barang akan turun 10% juga. Apabila elastisitas permintaan sama dengan nol (Ep=0), merupakan inelastic sempurna. Hal itu terjadi ketika berapapun harga suatu barang, orang akan tetap membeli jumlah yang dibutuhkan, contohnya garam. Selanjutya, apabila elastisitas permintaan sama dengan tak terhingga (Ep=∞), permitaan itu dikatakan sebagai elasitis tak terhingga. Ini terjadi ketika perubahan harga sedikit saja menyebabkan perbahan permintaan tak terbilang besarnya.
            Berkaitan dengan komoditi barang kebutuhan primer, elastisitas yang berlaku adalah ketika elastisitas permintaan kurang dari satu (Ep<1) atau keadaan inelastic. Mengapa demikian? Seperti dijelaskan sebelumnya, keadaan inelastic terjadi ketika perubahan permintaan (dalam presentase) lebih kecil daripada perubahan harga. Sebagai Contoh, permintaan tidak elastis ini dapat dilihat diantaranya pada produk kebutuhan. Misalnya beras, meskipun harganya naik, orang akan tetap membutuhkan konsumsi beras sebagai makanan pokok. Karenanya, meskipun mungkin dapat dihemat penggunaannya, namun cenderung tidakakan sebesar kenaikan harga yang terjadi. Sebaliknya pula, jika harga beras turun konsumen tidak akan menambah konsumsinya sebesar penurunan harga. Ini karena konsumsi beras memiliki keterbatasan (misalnya rasa kenyang). Contoh lainnya yang sejenis adalah bensin. Jika harga bensin naik, tingkat penurunan penggunaannya biasanya tidak sebesar tingkat kenaikan harganya. Ini karena kita tetap membutuhkan bensin untuk bepergian. Sama halnya, ketika harganya turun, kita juga tidak mungkin bepergian terus menerus demi menikmati penurunan harga tersebut. Karakteristik produk yang seperti ini mengakibatkan permintaan menjadi tidak elastis.
Jika digambar dalam bentuk grafik, akan terlihat sebagai berikut.
            Mula-mula pada harga P1, jumlah barang yang diminta adalah Q1. Dengan demikian tercipta titik keseimbangan pada A. Ketika harga berubah dari P1 ke P2 sebesar Px, maka barang yang diminta berubah dari Q1 ke Q2 sejumlah Qx dan titik keseimbangan bergeser dari A ke B. Dengan demikian, terlihat bahwa pergeseran Qx lebih kesil dari Px.
            Jika dilihat dari sisi penawaran. Sama halnya dengan sisi permintaan, apabila harga berubah, maka besar perubahan penawaran tidak sebesar perubahan harga. Dengan demikian, dapat disimpulan bahwa ketika terjadi perubahan harga pada komoditi barang primer akan menimbulkan perubahan baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran. Akan tetapi, besar perubahan sisi permintaan ataupun penawaran tidak sebesar perubahan harga.

Faktor Penentu Elastisitas Perintaan
1.      Produk substitusi
Semakin banyak produk pengganti (substitusi), permintaan akan semakin elastis. Hal ini dikarenakan konsumen dapat dengan mudah berpindah ke produk substitusi jika terjadi kenaikan harga, sehingga permintaan akan produk akan sangat sensitif terhadap perubahan harga.
2.      Prosentase pendapatan yang dibelanjakan
Semakin tinggi bagian pendapatan yang digunakan untuk membelanjakan produk tersebut, maka permintaan semakin elastis. Produk yang harganya mahal akan membebani konsumen ketika harganya naik, sehingga konsumen akan mengurangi permintaannya. Sebaliknya pada produk yang harganya murah.
3.      Produk mewah versus kebutuhan
Permintaan akan produk kebutuhan cenderung tidak elastis, dimana konsumen sangat membutuhkan produk tersebut dan mungkin sulit mencari substitusinya. Akibatnya, kenaikan harga cenderung tidak menurunkan permintaan. Sebaliknya, permintaan akan produk mewah cenderung elastis, dimana barang mewah bukanlah sebuah kebutuhan dan substitusinya lebih mudah dicari. Akibatnya, kenaikan harga akan menurunkan permintaan.
4.      Jangka waktu permintaan dianalisis
Semakin lama jangka waktu permintaan dianalisis, semakin elastis permintaan akan suatu produk. Dalam jangka pendek, kenaikan harga yang terjadi di pasar mungkin belum disadari oleh konsumen, sehingga mereka tetap membeli produk yang biasa dikonsumsi. Dalam jangka panjang, konsumen telah menyadari kenaikan harga, sehingga mereka akan pindah ke produk substitusi yang tersedia. Selain itu, dalam jangka panjang kualitas dan desain produk juga berubah, sehingga lebih mudah menyebabkan konsumen pindah ke produk lain.

_________________________________________________________________________________
Referensi:
-   Rahardja, Pratama dan Mandala, Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi, edisi ketiga. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2008.
-          Sukirno, Sadono. Mikro Ekonomi, edisi ketiga. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.
-          Pindyck, Robert. Mikroekonomi, edisi keenam Jilid 1. Jakarta: Indeks, 2007.
===================================================================
Analisis Pengaruh Elastisitas Harga pada Kurva Supply & Demand Produk Sekunder

Berbicara tentang elastisitas sangat lebih dikenal dalam ilmu matematika & ilmu fisika. Namun seiring berkembangnya zaman, ilmu ekonomi pun menggunakan elastisitas untuk mengukur pengaruh berapa persen satu variabel akan berubah, bila satu variabel lain berubah satu persen?. Analisis ini disebut analisis sensitivitas atau elastisitas. Konsep elastisitas ini digunakan untuk meramalkan apa yang akan barang/jasa dinaikkan. Angka elastisitas (koefisien elastisitas) adalah bilangan yang menunjukkan berapa persen satu variabel tak bebas akan berubah, sebagai reaksi karena satu variabel lain (variabel bebas) berubah satu persen.
Pada analisis kali ini, kelompok kami akan membahas tentang pengaruh elastisitas harga terhadap pemintaan & penawaran produk sekunder. Sebelum kita membahas lebih jauh, kami akan menjelaskan mengenai Elastisitas Harga itu sendiri. Definisi Elastisitas Harga adalah elastisitas mengukur berapa persen permintaan terhadap suatu barang berubah bila harganya berubah sebesar satu persen. Berikut rumus Elastisitas Harga (Price Elasticity of Demand) :


 

Berikut macam-macam angka elastisitas harga :
1. Inelastis (Ep < 1)
Perubahan permintaan (dalam persentase) lebih kecil daripada perubahaan harga. Kalau harga naik sebesar 10%, menyebabkan permintaan turun sebesar 5-6%. Artinya, walaupun harga naik sudah cukup besar, namun permintaan akan barang tersebut juga tidak berkurang terlalu banyak (tidak terlalu signifikan). Contoh barang yang memiliki permintaan inelastic adalah permintaan barang pokok seperti beras, minyak dll.

2. Elastis (Ep > 1)
Permintaan terhadap suatu barang dikatakan elastis bila perubahan harga suatu barang menyebabkan perubahan permintaan yang besar. Misalnya,bila harga turun 10% menyebabkan naik 20% . karena itu nilai EP lebih besar dari satu. Barang mewah seperti mobil umumnya permintaannya elastis.

3. Elastis Uniter (Ep = 1)
Adalah ini merupakan tingkat yang paling tinggi dari kemungkinan elastisitas, dimana respon yang paling besar dari jumlah barang yang diminta terhadap harga, artinya jika harga naik 10%, permintaan barang turun 10% juga.

4. Inelastis Sempurna (Ep = 0)
Kebalikan dari Inelastis Sempurna, tingkat paling rendah dari elastisitas, dimana respon yang jumlah permintaan barang terhadap perubahan harga adalah sangat kecil, artinya berapapun harga suatu barang, orang akan tetap membeli jumlah yang dibutuhkan.

5.Elastisitas tak terhingga (Ep = oo)
Perubahan harga sedikit saja menyebabkan perubahan permintaan tak terbilang besarnya. Elastisitas semacam ini jarang terjadi pada kehidupan bisnis.
Setelah membahas secara detail, pada paragraph selanjutnya kita akan membahas tentang factor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap permintaan barang sekunder :
Tersedia atau tidaknya barang pengganti di pasar.
- Jumlah pengguna atau tingkat kebutuhan dari barang tersebut
- Proporsi kenaikan harga terhadap pendapatan konsumen
- Periode waktu yang tersedia untuk menyesuaikan terhadap perubahan harga /periode waktu penggunaan barang tersebut. 
Selanjutnya, setelah mengetahui factor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap barang sekunder, kita akan membahas factor-faktor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap penawaran barang sekunder :
- Jenis Produk
- Sifat Perubahan Biaya Produksi
- Jangka waktu

Kesimpulan tentang analisis diatas bahwa pengaruh elastisitas harga pada permintaan barang sekunder akan mengalami kurva yang elastis (Ep > 1) sebab orang akan tetap cenderung membeli karena barang tersebut biasanya merupakan bahan pelengkap atau cenderung hamper bisa disebut juga barang sekunder bagi sebagian orang, contohnya : televisi, motor, handphone dll. Sama halnya dengan permintaan, pengaruh elastisitas harga terhadap penawaran barang sekunder cenderung elastis, (Ep > 1). Hal ini terjadi disebabkan bahwa jika perusahaan ingin memasarkan produk sekunder mereka akan memilih mengeluarkan biaya tambahan untuk pemasaran yang tidak terlalu besar agar harga yang dilepas ke pasaran dapat bersaing dengan harga dari produk lain.

________________________________________________________________________
      Sumber :
-     Buku Teori Ekonomi Mikro, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas                   Indonesia, 
-      http://dhanidhani.wordpress.com/2011/10/13/pendahuluan-perilaku-konsumen/
 -     http://abdelhafiz93.blogspot.com/

===================================================================
Analisis Pengaruh Elastisitas Harga pada Kurva Supply & Demand Produk Tersier

Pada analisis kali ini, kelompok kami akan membahas tentang pengaruh elastisitas harga terhadap pemintaan & penawaran produk tersier. Sebelum kita membahas lebih jauh, kami akan menjelaskan mengenai Elastisitas Harga itu sendiri. Definisi Elastisitas Harga adalah elastisitas mengukur berapa persen permintaan terhadap suatu barang berubah bila harganya berubah sebesar satu persen. Berikut rumus Elastisitas Harga (Price Elasticity of Demand) :
Berikut macam-macam angka elastisitas harga :
1. Inelastis (Ep < 1)
Perubahan permintaan (dalam persentase) lebih kecil daripada perubahaan harga. Kalau harga naik sebesar 10%, menyebabkan permintaan turun sebesar 5-6%. Artinya, walaupun harga naik sudah cukup besar, namun permintaan akan barang tersebut juga tidak berkurang terlalu banyak (tidak terlalu signifikan). Contoh barang yang memiliki permintaan inelastic adalah permintaan barang pokok seperti beras, minyak dll.
2. Elastis (Ep > 1)
Permintaan terhadap suatu barang dikatakan elastis bila perubahan harga suatu barang menyebabkan perubahan permintaan yang besar. Misalnya,bila harga turun 10% menyebabkan naik 20% . karena itu nilai EP lebih besar dari satu. Barang mewah seperti mobil umumnya permintaannya elastis.
3. Elastis Uniter (Ep = 1)
Adalah ini merupakan tingkat yang paling tinggi dari kemungkinan elastisitas, dimana respon yang paling besar dari jumlah barang yang diminta terhadap harga, artinya jika harga naik 10%, permintaan barang turun 10% juga.
4. Inelastis Sempurna (Ep = 0)
Kebalikan dari Inelastis Sempurna, tingkat paling rendah dari elastisitas, dimana respon yang jumlah permintaan barang terhadap perubahan harga adalah sangat kecil, artinya berapapun harga suatu barang, orang akan tetap membeli jumlah yang dibutuhkan.
5. Elastisitas tak terhingga (Ep = oo  )
Perubahan harga sedikit saja menyebabkan perubahan permintaan tak terbilang besarnya.
Setelah membahas secara detail, pada paragraph selanjutnya kita akan membahas tentang factor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap permintaan barang tersier :
Tersedia atau tidaknya barang pengganti di pasar
- Jumlah pengguna atau tingkat kebutuhan dari barang tersebut
- Proporsi kenaikan harga terhadap pendapatan konsumen
- Periode waktu yang tersedia untuk menyesuaikan terhadap perubahan harga /periode waktu penggunaan      barang tersebut.
 Selanjutnya, setelah mengetahui factor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap barang sekunder,  kita akan membahas factor-faktor dari elastisitas harga yang berpengaruh terhadap penawaran barang    tersier :
- Jenis Produk
- Sifat Perubahan Biaya Produksi
- Jangka waktu

Kesimpulan tentang analisis diatas bahwa pengaruh elastisitas harga pada permintaan barang tersier akan mengalami kurva yang elastis (Ep > 1) sebab orang akan tetap cenderung membeli karena barang tersebut biasanya orang tersebut sudah memenuhi kebutuhan hidupnya seperti kebutuhan primer dan sekunder, sehingga dia akan membeli produk tersier sebagai pengalihan kekayaannya (investasi). Ada 2 motivasi seseorang membuat permintaan terhadap barang tersier, yaitu karena memang unuk keperluan pribadi, seperti mobil pribadi, serta yang kedua karena lingkungan social seseorang sehingga orang tersebut harus membeli barang tersier tersebut untuk menambah gengsi orang tersebut.
Berbeda halnya dengan permintaan, pengaruh elastisitas harga terhadap penawaran barang tersier cenderung Inelastis, (Ep < 1). Hal ini terjadi disebabkan produk tersier memiliki biaya pemasaran yang mahal dan biasanya peusahaan akan memasarkan produknya melalui televisi atau pertemuan secara ekslusif agar pembeli merasa bahwa produk tersebut sangat special sehingga pembeli yang notabene orang kaya akan tertarik untuk membeli produk tersier untuk menambah gensi seseorang.
_____________________________________________________________________
           Sumber :
-         Buku Teori Ekonomi Mikro, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 
-         http://dhanidhani.wordpress.com/2011/10/13/pendahuluan-perilaku-konsumen/
-         http://abdelhafiz93.blogspot.com/

===================================================================
ANALISIS PENGARUH PEMBATASAN SUBSIDI BBM TERHADAP M1 & M2 SERTA INCOME PERKAPITA

          Subsidi harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dihitung sebagai selisih antara penjualan dalam negeri produk BBM dengan komponen biaya pokok pengadaan
BBM. Komponen biaya pokok tersebut, yaitu:
            (1) biaya pengadaan minyak mentah dan bahan baku lain,
            (2) biaya pembelian produk BBM,
            (3) biaya operasi pengadaan dan distribusi BBM,
            (4) biaya operasional, dan
            (5) faktor pengurang nilai produk BBM.

Sedangkan biaya operasional dibedakan ke dalam tujuh komponen, yaitu:
1.      biaya pengolahan dan fee,
2.      biaya angkutan laut,
3.      biaya distribusi dan fee,
4.      biaya overhead,
5.      bunga,
6.      depresiasi, dan
7.      perubahan persediaan.
Pada Maret 2013 Indonesia kembali mengeluarkan kebijakan yang tidak populer, yaitu akan menaikkan harga BBM premium dan solar. Keputusan ini diambil karena harga BBM internasional trendnya selalu naik. Akan tetapi, harga minyak Indonesia mencapai US$ 107,42 per barel. Ini berarti turun US$ 7,44 per barel dari US$ 114,86 pada bulan Februari 2013. Sedangkan harga tukar rupiah adalah Rp 9700/1 USD. Sebab besarnya subsidi harga BBM juga bergantung nilai tukar rupiah yang digunakan.
Beban anggaran subsidi harga BBM ini telah diputuskan oleh pemerintah untuk dikurangi secara bertahap. Beberapa alasan dapat dikemukakan. Pertama, dalam jangka pendek, subsidi harga BBM menimbulkan meluasnya gejala moral hazard. Ini antara lain ditunjukkan oleh praktek penyelundupan BBM ke luar negeri, mengalirnya BBM bersubsidi ke non-targeted consumers serta penggunaan BBM oleh industri dan masyarakat secara tidak efisien (over consumption). Kedua, dalam jangka panjang, subsidi harga BBM dapat mendorong berkembangnya industri dalam negeri yang rapuh dan vulnerable terhadap kenaikan harga BBM.
Kebijakan pengurangan anggaran subsidi harga BBM ini menimbulkan pandangan pro dan kontra dalam masyarakat. Bahkan dari kalangan anggota DPR dan BI. Sebab pengurangan subsidi BBM otomatis akan membuat harga BBM naik. Permasalahan yang dihawatirkan mayoritas kalangan akan terjadi sebagai dampak kenaikan harga BBM adalah:
1.      Tingkat kemiskinan Negara Indonesia akan meningkat, karena apabila pemerintah memang benar – benar memberlakukan kebijakan tersebut dapat di pastikan akan lebih banyak angkatan kerja yang kehilangan pekerjaan ( PHK ) dan makin banyak pengangguran di Indonesia.
2.      Harga bahan pokok seperti beras, gula, cabe, garam, dan lain – lain akan naik drastis.
3.      Tingkat Kriminalitas bertambah, di karenakan masyarakat kecil yang terdesak dan bingung bagaimana cara mereka memperoleh makanan sedangkan harga makanan naik, lalu mereka akan melakukan tindakan kriminal.
4.      Akan terjadi banyak kerusuhan, dapat di pastikan kembali semua golongan akan menolak kebijakan pemerintah ini. Maka golongan – golongan tersebut seperti mahasiswa ormas – ormas masa, serikat – serikat rakyat akan mengadakan demo agar aspirasi mereka untuk masalah bbm ini dapat di perbaiki. Aksi demonstrasi ini terkadang disusupi pula oleh kepentingan politik tertentu.

Permasalahan lainnya, kenaikan BBM ini akan menyebabkan uang yang beredar di masyarakat menjadi semakin banyak. Karena walaupun harga nya yang melambung tinggi, namun masyarakat akan tetap membelinya sebab BBM merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Meningkatnya peredaran uang di masyarakat, biasanya menyebabkan inflasi yang tinggi. Inflasi ini lah penyebab tingkat kemiskinan semakin tinggi.

Jenis-Jenis Uang Beredar di Indonesia terdiri dari DUA macam :
1.      Uang beredar dalam arti sempit (M1) yaitu kewajiban sistem moneter (bank sentral dan bank umum) terhadap sektor swasta domestik (penduduk) meliputi uang kartal (C) dan uang giral (D).
2.      Uang beredar dalam arti luas (M2) disebut juga Likuiditas Perekonomian yaitu kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik meliputi M1 ditambah uang kuasi (T). Uang kuasi contohnya cek, giro, dll.

Disini, dampak kenaikan BBM mempengaruhi uang beredar dalam arti sempit maupun arti luas. Semakin banyak M1 beredar, maka M2 juga mengalami hal yang sama. Namun kenaikan peredaran uang ini tidak sejalan dengan naiknya pendapatan perkapita masyarakat. Karena pendapatan masyarakat yang mayoritas tetap, sedangkan harga kebutuhan semakin tinggi, membuat masyarakat tidak bisa menambah anggaran untuk saving maupun investasi.
Lebih buruk lagi, inflasi yang telah dijelaskan tadi, membuat perusahaan/investor mengalami kerugian sehingga harus mengurangi karyawan (pekerja)nya. PHK dimana-mana membuat tingkat kemiskinan semakin tinggi.
Apabila masyarakat tidak memiliki pekerjaan/penghasilan, maka bagaimana mereka akan memenuhi kebutuhannya? Hal ini dapat memicu meningkatnya kriminalitas, dan kesejahteraan masyarakat semakin rendah.
Oleh sebab itulah, kebijakan pengurangan subsidi BBM ini menjadi keputusan yang sangat alot untuk didiskusikan. Banyak pertimbangan yang membuat pemerintah sulit untuk memutuskan apakah harus mengurangi subsidi BBM atau tidak. Sebab dari keputusan ini banyak dampak beruntun yang akan terjadi. Sekalipun disetujui, pembatasan anggaran ini akan dilakukan bertahap, untuk mengurangi resikonya.
Berikut gambaran mengenai Pengaruh Pembatasan/Pengurangan Subsidi BBM terhadap M1 & M2 serta Pendapatan Perkapita:

___________________________________________________________________________SUMBER:

===================================================================
ANALISIS PENGARUH AFTA TERHADAP INDUSTRI SEKTOR RILL DAN SEKTOR TENAGA KERJA

Indonesia bersama negara anggota ASEAN lainnya telah menandatangani Deklarasi ASEAN pada 20 November 2007 lalu di Singapura guna menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 mendatang. Namun, sebelum proses tersebut dilakukan  sebuah kesepakatan ASEAN Free Trade Area (AFTA) dilaksanakan yang ditandatangani di Singapura pada 28 Januari 1992.
 AFTA di bentuk dengan tujuan agar menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global, dan menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI) yaitu penanaman modal asing yang direpresentasikan di dalam asset riil seperti: tanah, bangunan, peralatan dan teknologi, serta meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN.
Dalam mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, diberlakukanlah penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0–5 %) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN melalui skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) dimana selain penurunan tarif juga dimaksudkan untuk penghapusan pembatasan kuantitatif (kouta) dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Pemberlakuan AFTA secara penuh pada 1 Januari 2003 ditujukan kepada enam Negara yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Diharapkan melalui kesepakatan tersebut seluruh Negara anggota dapat mencapai kesejahteraan seiring dengan peningkatan kegiatan perdagangan dalam AFTA.
Namun, bagaimanakah pengaruh AFTA terhadap industri sektor riil dan sektor tenaga kerja bagi negara Indonesia? Atas dasar itu, berikut dilakukan kajian analisis jurnal singkat yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh AFTA terhadap industri sektor riil dan sektor tenaga kerja bagi negara Indonesia.
Inti dari CEPT dalam persetujuan AFTA adalah pengurangan berbagai tarif impor dan penghapusan hambatan non-tarif atas perdagangan dalam lingkup ASEAN. Hal ini membawa implikasi bagi Indonesia sendiri. Pertama, AFTA merupakan kerjasama yang menguntungkan sebab AFTA merupakan peluang bagi kegiatan eksport komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan di Indonesia dan sekaligus menjadi suatu tantangan tersendiri untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif dengan pasar regional AFTA sendiri. Peningkatan daya saing ini akan mendorong perekonomian Indonesia untuk semakin berkembang. AFTA juga merangsang para pelaku usaha di Indonesia untuk menghasilkan barang yang berkualitas sehingga dapat bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara-negara ASEAN lainnya.
AFTA juga dianggap dapat memberikan peluang bagi pengusaha kecil dan menengah di Indonesia untuk mengekspor barangnya. Hal ini membuat para pelaku usaha tersebut mendapatkan pasar untuk melempar produk-produknya selain di pasar dalam negeri. Adanya kesempatan besar bagi para pelaku usaha di Indonesia untuk lebih meningkatkan produk barangnya dari segi mutu juga mendorong kesadaran para pengusaha-pengusaha di Indonesia untuk memiliki daya saing usaha yang kuat.
Selain itu para pengusaha/produsen Indonesia akan lebih rendah mengeluarkan biaya produksi, dimana diketahui bahwa beberapa produk Indonesia ada juga yang membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya sehingga dengan adanya pembebasan tarif akan lebih meringankan pengeluaran biaya produksi yang juga akan secara bersamaan mengurangi biaya pemasaran, sehingga harga produk Indonesia tersebut dapat lebih ditekan yang akhirnya dengan kualitas yang baik produk Indonesia dapat dipasarkan dengan harga terjangkau yang kemudian akan memberikan keuntungan sebab para konsumen akan lebih tertarik dengan nilai harga yang ditawarkan.
Sehingga menyebabkan pengusaha/produsen Indonesia mengalami keuntungan hal ini menyebabkan upah mengalami kenaikan sehingga menaikkan pasar tenaga kerja sesuai dengan kurva penwaran tenaga kerja yakni seseorang akan memasuki pasar kerja jika upah yang ditawarkan melebihi dari upah reservasi. Pada tingkat upah diatas upah reservasi, kurva penawaran tenaga kerja memiliki slope positif sampai pada titik tertentu.
Bukan hanya itu implikasi positif lainnya pada sektor tenaga kerja di Indonesia yakni terbukanya kerjasama dalam menjalankan bisnis dengan beraliansi bersama pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya. Melalui aliansi ini, para pebisnis Indonesia akan lebih memperluas jaringannya, yang kelak akan mengantarkan mereka tidak hanya berbisnis di area ASEAN saja tetapi juga dapat menjadi batu loncatan ke pasar global, hal ini akan sangat bermanfaat untuk prosuden-produsen rumahan, yang akan lebih meningkatkan kesejahteraan para pekerjanya serta memberikan keuntungan bagi negara dimana akan terbentuk pemahaman di benak konsumen luar negeri bahwa produk-produk yang dihasilkan oleh pasar domestik Indonesia memiliki kualitas internasional dengan penanganan yang berstandar tinggi.

AFTA bagaikan pisau bermata ganda bagi Indonesia. Selain dapat memberikan keuntungan yang besar namun dapat pula mencengkeram dan memerasa tanpa henti hingga akan berbalik memberikan kerugian jika tanpa maksimal dan dukungan penuh oleh setiap pihak yang berpengaruh di dalamnya.
Selain manfaat  yang didapatkan dari sisi positif pengaruh AFTA. Munculnya AFTA dianggap dapat memunculkan  persaingan yang tidak seimbang bagi negara anggota ASEAN itu sendiri. Pasalnya,  Penurunan tarif barang bagi barang yang masuk dari negara anggota ASEAN menimbulkan kerugian. Sebab, Ketidaksiapan pasar industri lokal juga yang menjadi kendala bagi berjalannya AFTA dan penerapan penurunan tarif.  Seperti negara-negara anggota ASEAN lainnya,
 Indonesia pun mengalami hal yang sama. Daya saing barang yang diperdagangkan kurang memenuhi standar yang ditetapkan, hal ini mengakibatkan banyaknya industri-industri kecil dan menengah di Indonesia mengalami kerugian yang besar. Persaingan produk dalam negeri dengan produk yang masuk kedalam negeri membuat para pengusaha harus bisa meningkatkan kualitas barang produksinya. Hal tersebut tidaklah mudah dengan keterbatasan modal yang dimiliki oleh para pengusaha-pengusaha kecil dan menengah. Belum lagi keterbatasan dari segi infrastruktur di Indonesia, keterbatasan tekhnologi yang menunjang produksi para pengusaha kecil dan menengah di Indonesia juga menjadi suatu masalah tersendiri. Dalam AFTA para pengusaha dipaksa untuk memiliki daya saing yang tinggi, agar nantinya pengusaha-pengusaha dalam negeri ini dapat mandiri.
Hal ini terlihat dari banyaknya para pengusaha yang tergolong pengusaha kecil dan menengah di Indonesia mengalami kerugian besar dan produksinya berhenti dikarenakan kualitas barang mereka kalah dibandingkan dengan barang-barang yang masuk dari Vietnam dan Cina. Contohnya industri rotan di Indonesia, biasanya para pengusaha rota hanya mengirim berupa rotan yang belum diolah sehingga merugikan pihak pengusaha rotan dalam negeri, sedangkan rotan yang masuk dari Cina dan Vietnam biasanya telah diolah menjadi suatu produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Dari permasalah tersebut seharusnya pemerintah sudah memiliki langkah yang pasti untuk melindungi para pengusaha rotan, caranya dengan mengekspor produk rotan bukan sekedar bahan dasarnya saja tapi berupa rotan yang telah di olah menjadi suatu produk yang harga jualnya lebih tinggi, sama dengan yang diekspor Vietnam dan Cina. Jika sokongan pemerintah tidak penuh dan maksimal dalam program AFTA sudah dapat di prediksikan para pengusaha besar, menengah ataupun kecil mengalami kerugian bahkan gulung tikar dikarenakan produknya kalah bersaing dengan produk dengan negara lain sebab faktanya produk-produk ekspor andalan negara anggota AFTA secara umum lebih bersifat ‘subtitutif’ daripada ‘komplementer’, dalam arti produk-produk yang dihasilkan cenderung serupa sehingga sulit diharapkan agar masing-masing anggota dapat menyerap produk mereka satu sama lain dan juga memiliki nila tambah yang lebih tinggi. Bahkan di pasar produk-produk mereka akan bersaing dan dapat mematikan produk yang tidak unggul secara komparatif. Sehingga menyebabkan banyak tejadi PHK dan angka pengangguran naik dikarenakan ketidakmampuan perusahaan dalam membayar upah tenaga kerja hal ini menyebabkan  penawaran tenaga kerja mengalami penurunan.
Table 1
Indeks Keunggulan Komparatif Produk Negara ASEAN



Hal ini dibuktikan dengan Tabel 1 menunjukkan Index keunggulan komparatif produk ekspor andalan anggota-anggota ASEAN yang dinyatakan dalam skema CEPT. Dalam tabel tampak bahwa Indonesia tidak cukup dominan dalam hal keunggulan komparatif produk-produk ekspornya, bahkan dibandingkan dengan Kamboja yang terhitung sebagai pemain baru dalam transaksi perdagangan regional. Dari seluruh produk unggulan, hanya produk kayu lapis dan plywood yang tidak tersaingi oleh anggota lainnya dengan index 37, disusul kemudian oleh produk karet alam dimana Indonesia hanya menduduki tempat ketiga setelah Kamboja dan Thailand. Prestasi peningkatan volume ekspor Indonesia pada tahun 2000 seperti diuraikan di atas tiada lain lebih merupakan hasil transaksi perdagangan Indonesia dengan pihak di luar ASEAN, khususnya dengan Jepang dan Amerika Serikat. Sementara itu, dalam transaksi perdagangan di kawasan, sepertinya Indonesia tidak bisa berharap terlalu banyak. Terlebih jika mengingat bahwa produk kayu lapis dan plywood berbahan dasar kayu hutan, dan bukan rahasia lagi bahwa luas hutan di Indonesia mengalami penyusutan yang sangat drastis dari tahun ke tahun. Dengan kata lain, secara ekonomi produk tersebut tidak akan dapat dijadikan produk andalan dalam jangka menengah apalagi jangka panjang, mengingat semakin langkanya bahan baku kayu.
Seperti terlihat pada tabel, dari seluruh anggota AFTA hanya Singapura yang relatif memiliki produk unggulan berbeda, yaitu di sektor-sektor menyangkut penggunaan teknologi elektronik dan informatika, sisanya lebih menekankan pada pertanian dan hasil alam. Pertanyaanya kemudian adalah, bagaimana agar di dalam pelaksanaan AFTA negara anggota yang kurang memiliki variasi produk unggulan tidak tenggelam dalam persaingan, dimana hal tersebut akan bertentangan dengan tujuan awal dibentuknya organisasi ini. Tantangan inilah diantara yang harus dijawab oleh AFTA dan anggota-anggotanya, khususnya Indonesia. Apabila pemerintah mampu memecahkan persoalan ini dan dapat secara jeli memetakan dan kemudian memanfaatkan pasar regional ASEAN yang saat ini mencapai lebih dari setengah milyar jiwa, terdapat dua peluang besar terbuka bagi Indonesia terkait dengan perdagangan, yaitu kesempatan untuk fully-recovered pasca krisis ekonomi; dan yang kedua adalah kesempatan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang stabil dan signifikan sebagaimana yang terjadi pada periode tahun 1970an hingga menjelang krisis ekonomi 1997.

            Dengan pernyataan lain, dapat dikatakan bahwa AFTA dapat memberikan pengaruh  yang positif dan menguntungkan bagi Indonesia, jika terdapat sinergi kerja sama yang baik dan penuh antara para pengusaha dan pemerintah Indonesia. Sebab,   kerja sama dalam menemukan  solusi yang jelas bagi para pengusaha di Indonesia akan membantu Indonesia dalam menghadapi pasar bebas jenis apapun yang diberlakukan yakni sebagian kecilnya adalah pemerintah memberikan modal bagi peningkatan kualitas produksi dan standar mutu barang.  Sehingga, Indonesia pun dapat bersaing dalam peningkatan kualitas barang produksinya dengan produk-produk lain yang masuk ke pasar dalam negeri maupun luar negeri region ASEAN.
___________________________________________________________________________
Referensi :

===================================================================
PENGARUH KENAIKAN HARGA EMAS TERHADAP INFLASI

Berdasarkan data dari Poverty Brief olehTim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia Bulan September 2013, dengan Idul Fitri jatuh di awal bulan, dampak kenaikan BBM pada bulan Juli, dan depresiasi Rupiah, tidak mengherankan tingkat inflasi tetap tinggi pada Agustus sebesar 1,1%, meskipun jauh lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi Juli 3,2%. Kontributor utama inflasi Agustus menggambarkan perkiraan tekanan harga: harga bahan makanan lebih tinggi (dampak Ramadan dan Idul Fitri), kenaikan harga emas (dampak imported inflation), dan kenaikan harga transportasi (dampak harga BBM naik). Kenaikan musiman biaya sekolah juga berkontribusi pada inflasi Agustus. Diperkirakan tekanan penurunan harga bahan makanan bulan September, mewakili sisi lain peningkatan musiman harga makanan selama Ramadan. Pada saat yang sama, penyesuaian terhadap kenaikan harga BBM seharusnya telah selesai, menghilangkan sedikit tekanan terhadap inflasi.
Namun nyatanya pada bulan September 2013 lalu,nilai tukar rupiah sempat melemah terhadap Dollar Amerika. Dan hal ini ternyata berpengaruh pada beberapa harga barang komoditi diantaranyaemas.  Emas yang semula dijual seharga Rp. 450 ribu per gram, mengalami kenaikan Rp25 ribu per gramnya. Jika sebelumnya harga emas dijual Rp. 450 ribu per gram, pada saat itu naik menjadi Rp. 475 ribu per gramnya. Dampak kenaikan harga emas juga mengakibatkan menurunnya omset penjualan pada pedagang emas. Tak hanya itu, kenaikan harga emas juga menyebabkan inflasi di dalam negeri. Lalu apakah hubungan kenaikan harga emas dan inflasi? Sebelumnya mari kita pelajari apa yang menyebabkan harga emas terus naik dan diminati banyak investor. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi harga emas, dikutip dari belajarinvestasi.com :

Pertama, Kenaikan Inflasi Melebihi Yang Diperkirakan
Setiap Negara dalam menentukan kebijakan ekonomi biasanya akan melihat tingkat inflasi. Prediksi berapa persen kah kira-kira inflasi di Negara tersebut akan menjadi acuan dalam penetapan tingkat suku bunga dan lain-lain. Nah jika prediksi tingkat inflasi itu meleset dan malah melibihi yang diperkirakan biasanya harga emas akan melonjak tinggi.

Kedua, Terjadi Kepanikan Finansial
Saat terjadi kepanikan finansial seperti saat krisis moneter tahun 1998 dan juga tahun 2008, maka harga emas akan meroket tidak terkendali. Hal ini terjadi karena masyarakat enggan memegang uang kertas dan lebih memilih menyimpan kekayaanya dalam bentuk emas.

Ketiga, Harga Minyak Naik Secara Signifikan
Harga emas, akan ikut naik jika harga minyak mentah dunia mengalami lonjakan signifikan meski dampaknya sendiri tidak terjadi seketika. Seperti saat terjadi invasi AS ke Irak di mana Irak adalah salah satu produsen minyak terbesar di dunia. Akibat invasi itu harga minyak melonjak tajam yang kemudian diikuti oleh naiknya harga emas. Begitupun yang terjadi saat ini, dimana Negara sekutu yang dipimpin AS menyerang Libya. Harga minyak mentah kembali naik dan menembus rekor baru. Akibatnya harga emaspun terangkat naik.

Keempat, Demand Terhadap Emas
Sesuai hukum supply demand, naiknya permintaan emas dunia yang tidak diikuti oleh naiknya pasokan emas mengakibatkan harganya akan naik terus. Cina dan India adalah dua Negara yang paling besar menghabiskan uangnya untuk membeli emas.

Kelima, Kondisi Politik Dunia
Ketegangan politik dunia, misalnya AS dengan Iran, AS dengan Timur Tengah atau ketegangan lain yang membuat suhu politik dunia meninggi dan mengakibatkan ketidakpastian ekonomi  membuat harga emas naik. Para pelaku pasar akan menarik investasinya di bursa saham, valas atau obligasi dan lebih memilih investasi yang aman yakni emas. Sehingga permintaan terhadap emas pun naik.
Dari poin-poin diatas dapat diketahui bahwa faktor terpenting yang mengatur harga emas adalah nilai US Dollar. Dikutip dari hargaemas48.wordpress.com , Dolar AS yang lebih kuat akan menjaga harga emas terkendali dan rendah. Pelemahan dolar akan mempengaruhi harga emas untuk melambung tinggi. Ekonomi AS memainkan peran penting dalam membentuk makroekonomi dunia. Ketika dolar yang kuat, orang akan berinvestasi dan membeli dalam dolar. Namun, belakangan ini ekonomi AS banyak menderita karena terjadinya krisis dunia. Dolar mulai goyah dan tidak bisa menjanjikan kestabilannya, ini adalah alasan mengapa orang dan banyak negara mulai penimbunan emas besar-besaran. Cadangan emas yang tinggi akan memperkuat perekonomian nasional dan bertindak sebagai perlindungan nilai terhadap inflasi.
 Merujuk alasan tersebut, banyak yang tidak menyadari permintaan yan berlebihan terhadap emas juga akan memberikan dampak yang sama, inflasi. Ketika banyak permintaan akan emas melonjak maka peredaran uang di pasar juga akan meningkat. Inilah yang memulai indikasi inflasi tersebut. Namun tentunya kenaikan harga emas adalah hal yang tidak bisa dihindari. Karena meningkatnya biaya produksi di pertambangan emas, memburuknya situasi politik, peningkatan tajam harga minyak paska perang Irak, penurunan dalam produksi pertambangan emas dalam catatan 5 tahun terakhir ini dan populasi penduduk dunia yang terus meningkat, sehingga mempengaruhi keinginan alami manusia untuk menimbun emas guna mengamankan aset kekayaan yang mereka miliki, semakin mempengaruhi kenaikan harga emas dari masa ke masa.
_____________________________________________________________________Sumber :                                                             http://hargaemas48.wordpress.com/category/harga-emas/page/11                        http://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-internasional/pengaruh-harga-emas-terhadap-kurs-valuta asing/  http://tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Poverty%20Brief%20September%202013%20-%20Bahasa%20Indonesia%20(FINAL).pdf                               
 
Noor Mutia Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template